29

3.3K 287 37
                                    

"Rumi?" Alika menjauhkan sedikit tubuh Rumi yang sedang memeluknya erat. "Kau... Apa yang kau lakukan disini? Bagaimana kau tahu aku disini?"

Rumi tidak menjawab, dia memeluk lebih erat lagi tubuh Alika, merasa lega akhirnya menemukan gadis itu. Alika nyata, bukan sekedar bayangan atau halusinasinya. Tanpa sadar, dengan satu tangan, Rumi menjatuhkan begitu saja tas ransel di punggungnya. Suara keras ransel itu yang menyentuh lantai tidak membuat Rumi melepaskan pelukannya.

"Rumi." Alika mencoba melepaskan pelukan Rumi darinya.

"Biarkan aku memelukmu sebentar lagi, Alika. Sudah lama sekali aku ingin melakukan ini padamu. Boleh, kan?"

Alika menyerah. Ia melingkarkan kedua tangannya dipinggang Rumi dan menikmati dekatnya tubuh mereka berdua. Wangi tubuh Rumi menguar, memenuhi hidung Alika, membuat hangat seluruh tubuhnya, membuat jantungnya berdebar semakin kencang dan hatinya berdesir.

Perlahan, Rumi melepaskan pelukannya, wajahnya menunduk memandangi Alika. Tatapannya lembut, selembut tangannya yang membelai kedua sisi wajah Alika.

"Berjanjilah padaku kau tidak akan pernah pergi lagi, Alika." Rumi menatapnya lekat. "Aku tidak akan bisa melewati hari-hariku tanpa dirimu. Aku tidak akan sanggup."

Alika tertegun. Apa yang sedang dikatakan Rumi saat ini? Kenapa dia datang dan mengatakan semua itu? Apa Alika bermimpi?

"Berjanjilah, Alika." Rumi mengernyitkan dahinya, menatap khawatir.

"Aku..."

"Ehmm."

Suara berdeham tadi membuat Rumi dan Alika menoleh, menatap kesal ke arah Ega yang masih berdiri di teras memandangi mereka berdua.

"Kau siapa?" Rumi berdiri di depan Alika, menghalangi tubuh gadis itu dari hadapan Ega. "Apa kau ada perlu dengan pemilik rumah?"

Ega menatap Rumi lekat. Ditatapnya wajah tampan Rumi, ditatapnya tangan Rumi yang menggenggam tangan Alika. Saat itulah Ega tahu, lelaki yang berdiri di depannya itu adalah orang yang saat ini mengisi hati Alika. Alikanya.

"Aku Ega." Ega memaksakan matanya menatap Rumi. "Aku..."

"Mantan pacar Alika," Rumi memotong ucapan Ega dan menatap tajam. "Aku tahu. Aku sudah mendengar semua kisah tentang dirimu dan Alika. Jika tidak ada hal penting lain yang ingin kau bicarakan dengan pacarku, kau bisa pulang sekarang."

Ega terdiam. Menatap Rumi cukup lama. "Apa hakmu mengusirku pergi? Kau bahkan hanya tamu disini, sama seperti aku."

Rumi melepaskan tangan Alika yang di genggamnya, berdiri sangat dekat dengan Ega. Tubuhnya yang beberapa sentimeter lebih tinggi dari Ega membuat postur Rumi terlihat menjulang. Rumi memberi Ega tatapan tajamnya.

"Alika is mine!" Rumi berkata mendesis. "Aku punya hak menentukan dengan siapa Alika boleh dekat. Dan kau berada di urutan terakhir. Kau tidak punya hak atas diri Alika sejak kau mengkhianatinya dulu. Jadi, sebelum aku melayangkan tinjunya ke wajahmu, sebaiknya kau pergi."

Ega bergeming, memberi Rumi tatapan tak kalah tajamnya. "Jika kau memang pacarnya, kenapa dia datang sendirian? Apa Alika bahkan menganggapmu miliknya juga?"

"Kau sudah kalah jauh sebelum aku datang, Ega." Rumi tersenyum mengejek. "Saat Alika pergi menjauh darimu dan kau tidak mengejarnya bahkan hingga dua tahun, kau sudah kehilangan cintanya. Kau menyia-nyiakan kesempatanmu. Pulanglah, sebelum kau mempermalukan dirimu sendiri."

Kali ini Ega mengalihkan tatapannya dari Rumi, melihat ke arah Alika yang memandanginya. Rumi benar, sejak tadi, tatapan mata Alika tidak lagi menyiratkan binar cinta, seperti dua tahun lalu saat mereka masih bersama.

Dewi Cinta [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang