9

3.1K 287 57
                                    

Taman kota semakin ramai menjelang sore seperti ini. Maklum saja, nanti malam adalah malam Minggu, jadi hampir sebagian orang menghabiskan waktu mereka di luar rumah.

Alika memilih duduk di salah satu kursi di pinggiran taman. Dari tempatnya duduk, ia bisa leluasa memperhatikan orang-orang yang lalu lalang menuju dan keluar dari taman. Dan tempatnya duduk juga lumayan sepi jadi Alika bisa menenangkan pikirannya di sini.

Aku sudah melakukan hal yang benar, ucap Alika dalam hati sembari mendesah pelan. Alika merasa, jika ia tidak mengatakan semua yang ia katakan pada Aksa tadi, bisa saja Aksa sekarang sudah meninggal, kan? Setidaknya saat Alika meninggalkannya tadi dia sudah membuang pecahan kaca di tangannya itu. Dan Alika berharap Aksa berubah pikiran dan menemukan akal sehatnya kembali.

Ternyata ketenaran, kekayaan dan fisik sempurna tidak selalu membawa kebahagiaan untuk seseorang.

"Boleh duduk di sini, Kak?"

Alika mendongak saat mendengar suara dari arah sampingnya. Seorang gadis muda, mungkin masih usia remaja menatap ke arah Alika.

"Tentu." Alika mengangguk dan menggeser sedikit tubuhnya, agar gadis tadi bisa ikut duduk di sebelahnya.

"Akhirnya," gadis itu bersuara lega saat sudah duduk dan meluruskan juga kakinya.

Alika bukanlah orang yang bisa begitu saja memulai obrolan. Dia tipe yang sedikit tertutup dan perlu waktu untuk bisa dekat dengan orang lain. Biasanya, Vio adalah orang yang suka mengajak orang lain berbicara dan cepat akrab. Dan saat ini, sudah hampir lima menit berlalu tetapi Alika dan gadis muda di sampingnya belum juga terlibat obrolan apapun.

"Kakak sendirian?" Gadis di sebelah Alika tiba-tiba bertanya.

Alika mengangguk. "Ya, aku bosan di rumah sendirian jadi aku kemari."

Gadis itu mengangguk, entah dia mengerti entah hanya formalitas, Alika tidak tahu.

"Kau juga sendirian?" Alika balik bertanya.

"Ya." Gadis itu mengangguk dan tersenyum. "Aku perlu menenangkan pikiranku, jadi aku memilih menyendiri di sini."

"Tempat ini memang tepat untuk menyendiri."

Gadis tadi kembali mengangguk. Alika melirik ke arah gadis itu yang memandang ke depan. Rambutnya yang panjang bergelombang itu tertiup angin sore yang sedikit kencang. Dia cantik dengan pipinya yang bersemu merah dan bibirnya yang tipis dan juga merah muda itu.

"Kak, boleh aku bertanya sesuatu?" Gadis itu tiba-tiba menoleh ke arah Alika yang sedang meneliti wajahnya. Tanpa menunggu jawaban Alika dia berbicara lagi, "apakah cinta itu pernah salah? Atau hati kita bisa saja jatuh cinta pada orang yang salah?"

Alika menatapnya terkejut. Gadis muda itu masih menatap Alika, menunggu jawaban darinya. "Boleh aku tahu namamu? Namaku Alika, teman-teman biasa memanggilku Al."

Gadis muda itu tersipu dan tersenyum canggung. "Maaf Kak, aku lupa memperkenalkan diri. Aku Cleofilla, biasa dipanggil Cle."

"Berapa umurmu, Cle?"

"Delapan belas sejak dua bulan lalu."

Alika mengangguk. "Masih sangat muda. Dan kau sudah bertanya serius tentang cinta?"

"Aku pikir Kak Al terlihat dewasa dan pasti tahu lebih banyak soal cinta dibandingkan aku, jadi.... Aku bertanya pada Kakak. Lagipula Kakak adalah orang asing, jadi Kakak pasti bisa memberi pandangan yang objektif."

Alika tersenyum, ia menatap Cle lagi dan berkata, "cinta tidak pernah salah, Cle dan hati juga punya perasaannya sendiri. Cinta hadir di dalam hati tanpa bisa di cegah, tanpa bisa di atur akan jatuh pada siapa dan dengan cara apa."

Dewi Cinta [Selesai]Where stories live. Discover now