#3 - Rindu

5.4K 558 135
                                    

Happy Reading

Kini Singto duduk ditengah – tengah antara perempuan yang baru saja datang kerumahnya dan Arthit yang sedari tadi bergeming. Singto menatap dua orang disampingnya ini bergantian. Perempuan itu menatapnya penuh tuntutan, sedangkan Arthit dia menunduk sembari memainkan jarinya.

"Ehem.." Singto berdehem untuk memecahkan keheningan diantara mereka bertiga.

"Jadi nong kenalkan ini Arthit teman P' dan Arthit kenalkan ini Windy adik perempuan P" Ucap Singto.

"Apa? Arthit?" Tanya Windy terkejut sembari menatap Singto.

Singto tau adiknya pasti terkejut mendengarnya. Singto mengangguk. Kini Windy menatap penuh arti pada Singto.

"Aku perlu bicara denganmu P" Ucap Windy dingin seraya bangkit dari duduknya.

"Arthit, kau tunggulah disini" Kata Singto. Arthit tersenyum dan mengangguk.

Windy mengajaknya keluar ke taman belakang rumah. Taman yang tak terlalu luas namun nyaman untuk sekedar menghirup udara segar. Windy bersedekap memandang kakaknya.

"Siapa dia sebenarnya?" Tanya Windy.

"Dia Arthit" Jawab Singto.

"P' kau pikir aku bodoh? Tidak mungkin orang yang mirip dengan nama yang sama."

Windy cukup jengkel dengan jawaban kakaknya ini. Dia bertanya serius karena cukup terkejut melihat kakaknya bersama orang asing terlebih orang itu mirip dengan seseorang yang sangat mereka kenal.

"Kau juga merasa dia mirip dengan Arthit?" Tanya Singto memastikan.

"Aku yakin dia bukan P'Arthit. Jadi siapa dia sebenarnya?" Desak Windy.

Singto terdiam dia bingung akan menjawab apa pada adiknya. Windy masih menatap kakaknya dalam, ia menunggu Singto menjawabnya.

"Aku tidak tau siapa dia" Jawab Singto pada akhirnya.

"Hah? Bagaimana bisa?" Windy menatap tak percaya pada kakaknya. Singto tidak tahu, tapi dia mengijinkan orang lain masuk kerumahnya. Ini bukan Singto seperti biasanya.

"Aku menemukannya di teras depan rumah seminggu yang lalu" Jelas Singto.

"Bagaimana jika dia orang jahat yang ingin mencelakaimu?" Tanya Windy cemas.

"Selama ini dia baik – baik saja" jawab Singto.

"Bagaimana kalau dia seorang buronan. Kau bisa dituduh yang tidak – tidak P"

"Kau ini jangan asal bicara. Tidak mungkin dia seorang buronan"

Windy maupun Singto melihat dari kaca jendela, di dalam sana Arthit duduk disofa sendirian menunggu mereka.

"Lalu kenapa bisa dia tinggal disini dengan menggunakan nama Arthit?"

Kini Windy kembali menatap kakaknya. Ia menuntut penjelasan pada kakaknya ini. Dia jauh – jauh dari Bangkok kerumah kakaknya untuk menengok kakaknya, namun yang didapat malah begitu mengejutkannya.

"Aku yang memberinya nama Arthit. Dia sedang amnesia" Ungkap Singto.

"Benarkah?" Tanya Windy menyelidik.

Singto mengangguk.

"Bagaimana jika dia menipumu?" Tanya Windy lagi.

"Awalnya aku juga berfikir seperti itu. Tapi Yoan sudah memeriksanya dan dia memang benar amnesia" Jawab Singto.

Windy mengenal siapa Yoan. Dia adalah teman Singto, seorang dokter yang ditugaskan ke sebuah rumah sakit di Kanchanaburi.

"Jadi dia tidak tau siapa dirinya?" Singto mengangguk. "Kasihan sekali dia. Tapi P' kenapa kau memberinya nama Arthit kau tau kan P'Arthit-"

Hello Goodbye [Singto X Krist - Completed]Where stories live. Discover now