10

1.4K 89 0
                                    

Mari menjadi simbiosis mutualisme
Aku rindu kamu juga rindu.
Jangan menjadi simbiosis parasitisme
Aku hancur kamunya tidak peduli.

♡♡♡

Malam cerah seperti ini, rasanya tak mungkin ku sia-sia kan. Menatapi karya nan jauh diatas sana melihat bulan sabit yang terang malam ini, melihat bintang-bintang bertebaran yang entah berapa jumlahnya. Angka-angkaku tak akan cukup.

Bintang itu berkawan banyak sekali, entah mereka berpasangan atau tidak, menurutku tidak. Karena selalu ada jarak antara bintang satu dengan yang lain, hanya saja mereka bisa saling menjangkau. Kelebihan Bintang itu adalah dapat memancarkan sinarnya sendiri.

Jika bulan, mungkin itu perumpamaan yang pantas untukku. Bulan itu tidak dapat bersinar jika tidak mendapat pantulan cahaya dari matahari, dengan kata lain bulan tidak dapat memancarkan sinarnya sendiri.
Jarak yang terbentang diantara mereka sangat jauh, tetapi itu tak mengurangi kualitas serta tanggung jawab mereka 'Berbagi' dan 'Bersinar'.

Matahari tidak lelah menyinari dunia kala siang hari juga tidak lelah membagi sinarnya untuk bulan agar bulan bisa menerangi malam yang gulita.
Sama sepertiku, Aku dan dia begitu jauh, tapi wajah dan untaian katanya selalu mengikuti, menyinari, memberi terang dalam redupku. Dia masih jauh, tapi aku merasa dia sangat dekat. Karena aku membawa sinarnya dimanapun aku berada.

Tetapi satu hal, Bulan dan Matahari tidak akan pernah bisa bersama walaupun mereka satu sinar yang sama.

Mungkin juga.

Aku terbangun dari lamunan, menganalisis alam untuk kemudian dikaitkan ke masalah cinta.
Sesungguhnya aku juga tidak tahu akan cinta, aku hanya tau kalau aku tidak bisa melupakan dia. Atau belum?

"Galau mulu gue." Aku memutuskan untuk bersolek sebentar, masih setengah tujuh. Mengingat papa mengajak aku dan mama untuk pergi ke pasar malam, malam ini. Sungguh membahagiakan, kesempatan baik ini tentunya tidak akan kusia-sia kan. Pergi bersama yang sudah lama sekali kegiatan seperti itu kami tinggalkan.

Aku bersyukur pada Tuhan, meminta malam ini saja jangan memberikan pahit dalam manis. Malam ini.

Aku ingin menikmatinya, benar-benar menikmati. Aku tahu, saat aku menoleh kebelakang, masa lalu masih mengikutiku. Saat aku melihat kedepan ada masa depan yang menungguku. Aku juga tahu, disisi-sisi manapun takdir terus mengikuti langkahku. Menjadi bayangan.

********

"Papa kok jauhan gitu jalannya? Jangan liatin Hp mulu pa!" Aku merengek menarik-narik jaket kulit bawah papa. Papa kemudian menatapku dan menatap mama, sekilas.

Memang apa yang akan dilakukan jika berjalan saja berjarak? Sangat menyebalkan jika terlihat bersama seperti ini, tetapi yang sebenarnya adalah sebaliknya.

"Kamu ini banyak maunya ya!" Papa mencium pipiku lalu merangkul bahuku untuk dirangkulnya dan dengan senang hati aku melingkarkan tanganku kepinggangnya. Teringat mama, aku menarik mama dengan tangan kiriku yang bebas untuk mendekat kemudian kugenggam erat.

Tidak peduli, berapa usiaku saat ini atau dimana seharusnya tempat yang benar untuk kami singgahi. Yang penting, jika dengan keluarga semua baru terlihat berarti.

"Mama juga nggak boleh jauhan! Kayak bebek dong jalannya. Cepet, bareng sama deket. Hehe." Aku terkekeh lebar melihat mama yang mendengus dan papa yang menggelengkan kepalanya.

"Kamu ibaratin keluarga kita bebek?" Papa bertanya seraya menaikkan sebelah alis. Diusianya yang memang hampir setengah abad ini, ku akui bahwa papa masih terlihat menawan.

Semu [Completed]Where stories live. Discover now