29

663 70 0
                                    

Aku memutuskan untuk memulai.
Jika baik, jangan bantu mengakhiri.
Jika buruk, berlekaslah!
Jadikan dirimu sebagai arah untukku.

♡♡♡

Lengkingan para cewek yang tengah menonton film di laptop mereka tidak membuatku terganggu akan aktivitas yang tengah kulakukan. Bahkan sorakan para cowok yang entah tengah membahas apa, juga tidak membuatku peduli ataupun menoleh.

Aku tengah menyibukkan diri dengan membaca novel 'The Rules of Life.' Novel motivasi yang memberi banyak pengajaran dan pembelajaran dari masa lalu bertahap kemasa depan. Tidak sengaja aku menemukan novel ini ditumpukan buku yang tidak ditaruh dalam rak dan kupinjam dari perpustakaan.

Percaya atau tidak, kegiatan yang tengah kulakukan ini juga merupakan bentuk pengalihan dari pikiranku. Semenjak Aldi datang menyusup ke dalam pikiranku, sejak itu pula aku berusaha untuk mengalihkannya, walau sering berujung pada kegagalan.

Lihat, bagaimana sekarang aku membalikkan buku secara tidak minat. Fokusku terpecah dengan begitu mudahnya hanya karena satu nama. Aldi.

Aku menamai perasaan ini dengan nama 'ujian'. Ujian dimana aku harus menahan diri atas perasaan yang menggebu, Ujian dimana aku harus bersabar untuk tidak berteriak secara lantang kalau aku menyukainya, Ujian dimana aku harus menyembunyikan senyum malu saat dia melemahkan hatiku. Yah, perasaan ini adalah Ujian.

Masih menikmati lamunan yang kubangun sendiri, aku tersentak mendengar suara debrakan yang di sengaja pada mejaku. Aku melihat ada kertas disana, mataku menyusuri kertas sampai pada tangan yang membawanya dan terus menyusuri hingga sampai pada wajah itu.

Raut yang dulunya terlihat begitu menyebalkan kini beralih menjadi raut yang datar tak berekspresi. Hanya padaku.

Sialnya, aku menjadi penasaran. Hal apa yang membuat Affan begitu membenci Aldi, hingga dia ikut membenciku setelah tahu aku beralibi bahwa aku menyukai Aldi. Dan sialnya lagi, ucapanku itu menjadi kenyataan sejak beberapa waktu lalu.

Aku meletakkan rambutku kebelakang dan menaikkan sebelah alis meminta penjelasan pada Affan, "Lo terlalu asik sendiri sama hayalan lo, sampai lo lupa buat rangkuman tentang tugas ekonomi kita." Intonasinya memang terkesan santai namun aku masih bisa merasakan dengan jelas nada sindiran disana.

Aku menoleh secara terkejut mencari matanya, selanjutnya tak kuasa menahan mataku agar tidak memicing kearahnya. Aku sudah membuat rangkuman itu, namun kupikir Affan tidak akan peduli seperti biasanya. Aku sedikit melirik kearah Ica yang ternyata sudah memandangku dengan senyum penuh arti. Bisa ku jelaskan bahwa dalam pandangannya Ica berusaha menyampaikan bahwa dia baik-baik saja.

"Gue juga udah buat rangkuman-"

"Dan lo nggak ngasih tau gue." Ucapannya terdengar seperti pernyataan. Bahkan senyum kecut juga tertengger dibibirnya. "Lo merasa bisa buat sendiri? Atau gue yang keliatan bodoh banget bagi lo sampai lo berinisiatif dengan dibantu otak cerdas lo buat kerjain sendiri?"

Aku kembali dikejutkan dengan ucapannya. Sungguh, Tuhan tahu aku tidak berniat seperti itu. Aku memang sudah menyiapkan rangkuman dan akan kuperlihatkan dan mempelajarinya bersama Affan. Aku melihat Affan memandangku datar, mata kami sungguh terasa sangat jauh.

Aku menyibakkan rambutku kebelakang telinga, menatap Affan penuh pengertian. "Pikiran dari mana sih? Gue nggak bermaksud gitu. Gue emang mau nunjukkin itu catatan waktu-" Ucapku kembali tertahan karena lagi-lagi dipotong cowok tengil satu itu.

"Waktu presentasi? Jadi biar gue keliatan cengoh kayak orang utan yang kesesat di pasar?" Aku menatap Affan garang yang ditatap malah balas menatap dengan menantang. Berusaha menaklukkan satu sama lain dalam bidang kemenangan yang disuguhi komplit dengan kekeras kepalaan.

Semu [Completed]Where stories live. Discover now