15

992 81 2
                                    

Sejak dulu, kamu tidak pernah berhenti untuk terus disampingku.
Itu istimewanya kamu.
Tapi, kenapa sekarang aku lihat itu dalam dirinya?

♡♡♡


Aku melangkah masuk kelas dengan santai.
"Assalamu'alaikum" Aku mengucapkan salam ketika masuk kedalam kelas.

Sontak, anak lainnya mengalihkan kegiatan mereka. "Wa'alaikumsallam" Ucap mereka serempak, ada yang tersenyum kepadaku lalu melanjutkan kegiatan mereka.

Aku melihat kelas yang cukup ramai oleh anak yang sedang piket, bergosip ataupun menyalin catatan teman. Ketika aku meletakkan tas, seseorang yang mencolek bahuku, sedikit membuatku terkejut.

Orang itu menyengir lebar, "Pagi Alda."

Aku mengerutkan kening. "Pagi juga. Kenapa lo?" Aku membalas sapaan Rudi, teman sekelasku.

"Lo udah ngerjain tugas sosiologi bagian analisis masyarakat multikulturalisme?"

Aku mencari buku sosiologi dalam tasku, setelah bertemu aku membalik lembar demi lembar. Aku memperlihatkan pada Rudi pada bagian tugas yang dia maksud. Wajahnya cerah seketika.

"Gue boleh nyalin?" Ucapnya cengengesan membuatku memutar bola mata malas.

"Alus banget. Bilang aja nyontek." Rudi terkekeh puas. "Biar beda." Aku hanya menatapnya datar.

"Lo harus percaya sama diri lo sendiri, ketika lo bilang, lo bisa. Maka lo akan bisa."

"Ha?"

"Nyalin atau nyontek itu emang mudah, tapi lo nggak bakal dapet apa-apa. Gue yang otak pas-pas an aja mau coba. Apalagi lo yang pinter, kenapa nggak?" Aku menyeringai. Bermaksud menggodanya.

Bukannya apa-apa, tidak masalah bagiku jika pekerjaanku di salin, walaupun hal tersebut merupakan perbuatan tercela. Hal mencontek bahkan dijadikan kebiasaan. Memang aku sempat menyayangkan hal tersebut. Namun, sesekali kalau benar-benar mendesak aku akan memperlihatkan.

Tetapi saat kita bisa memberi seruan yang bermanfaat tanpa bermaksud membesarkan diri dan mengajak kepada yang seharusnya, kenapa tidak dilakukan?

"Wah, nyindir gue lo ya?" Aku tertawa melihatnya melotot. Aku menggeleng-gelengkan kepala.

"Nih! Kalau nyontek itu yang cerdas, dipahamin sekalian maksudnya apa. Nanti kalau gue tulis masyarakat multikultural itu masyarakat yang selalu bernafas lo tulis juga lagi." Aku menjulurkan lidah ketika Rudi menggeram padaku. Kemudian aku menyerahkan bukuku padanya.

"Wah thanks Alda." Aku tertawa melihat ekspresi Rudi yang nampak bahagia sampai mata serta senyumnya dilebarkan. Apa tidak akan robek?

Aku kembali menyibukkan diri dengan membuka buku modul sosiologi setelah menyerahkan catatanku pada Rudi.
Aku melihat kedepan pada bangku Anya dan Ica yang masih kosong.

Tumben sekali belum datang?

*******

Setelah bel masuk berbunyi, bertepatan dengan itu Anya dan Ica memasuki kelas. Aku memandang mereka aneh, aku mendapati wajah Ica tertekuk masam tetapi wajah Anya begitu berbinar.

"Tumben telat." Aku menutup buku modulku.

"Si Tai sapi tuh, udah nebeng. Malah nyuruh gue liat prosesi lahiran kucing piaraannya. Geblek banget kan?" Ica mengomel sambil menatap tajam pada Anya yang dibalas dengan cengiran tanpa dosa.

Aku menahan tawa, "Lo emang geblek banget." Seketika Anya memelototiku. Waw waw. Mata bulatnya seperti mencuat keluar, kemudian menyengir lebar.

Aku memandang Anya yang menyengir lebar tanpa rasa bersalah. "Emang jagoan banget si mak kucing. Udah dibuntingin terus nggak ada yang tanggung jawab, ngeluarin baby kucing ngeden, terus kuat banget ngeluarin lima baby. Oh god!" Anya berdecak kagum.

Semu [Completed]Where stories live. Discover now