20

848 71 0
                                    

Aku hanya meninggalkanmu sebentar, tetapi kenapa kamu begitu lama?

♡♡♡

Senja itu sangat indah, warna langit yang mulai berubah menjadi merah kekuningan, ah entahlah. Waktu itu aku masih kecil, duduk dalam undakan di depan danau buatan. Kotaku dulu.

Siapa yang tahu senja seindah itu bisa menjadi kenangan paling menyakitkan namun terbungkus manis. Matahari yang  terlihat jelas itu membuat kami betah berlama-lama memandanginya. Namun, senja itu juga membuatku tidak nyaman.

Dia memintaku menemuinya, alasannya cukup manis, menemaninya mengagumi ciptaan Tuhan. Dia dan aku masih berumur 8 tahun waktu itu, tetapi kami sudah mengerti tentang kita. Ya, pertemanan kita.

"Kamu suka senja itu?" Dengan ceria aku mengangguk semangat, mengalihkan sebentar saja mataku dari senja untuk menatapnya yang ternyata masih menatap senja.

"Aku juga suka." Dia tidak banyak bicara sore ini. Taman ini memang tidak jauh dari tempat kami tinggal. Mama mengantarku kemari dan meninggalkanku sebentar.

Lihat, bukan kah aku gadis yang mandiri? Aku tidak akan merasa takut, selama ada dia disampingku.

Semilir angin menerpa wajahku dengan lembut ditemani senja yang jingganya semakin menguat, siap tenggelam. Semilir lembutnya menjatuhkan beberapa daun kuning, yang memang sudah mengering. Yang terkadang membuatku berpikir jika itu adalah aku.

Daun kecil lalu tumbuh menjadi daun yang besar, masih kuat berpijak pada ranting. Kemudian terus berkembang menjadi daun tua yang rapuh. Untuk kemudian harus siap terbang terhempas angin dan kemudian jatuh. Mungkin juga aku akan seperti itu.

"Alda?" Aku menoleh kearahnya yang kini menatapku seutuhnya, namun mata teduhnya kini terlihat sendu dan binarnya meredup. Aku menyadarinya.

Aku yang masih kecil, belum mengerti apapun. Jadi yang kulakukan hanya mendekat kearahnya menepuk punggungnya pelan. Kemudian kurangkul bahunya seolah aku tahu apa yang membuatnya berbeda sore ini.

"Sebentar lagi aku akan kehilangan matahariku." Ucapnya kembali namun begitu lirih. Aku melepas rangkulanku. Bukannya ikut sedih aku malah tersenyum. Ternyata karena matahari akan tenggelam kemudian dia terlihat sedih.

"Masih ada fajar dan senja bukan untuk besok?" Ucapku riang berusaha menghiburnya. Dia tertunduk sebentar kemudian menatap lekat senja yang benar-benar akan pergi. Sebentar lagi.

"Aku takut."

"Kamu takut kenapa? Ada orang jahat? Tenang, aku akan menghajarnya." Aku tertawa, kulihat dia hanya tersenyum lembut kearahku. Aku menata rambut yang berantakan karena dirusak angin.

"Aku takut nggak bisa lihat matahariku lagi." Nada bicaranya tak beres, nada itu berhasil meresahkan hatiku. Aku masih terlalu kecil untuk mendefinisikan perasaan ini bukan?

"Aku menemani kamu lihat matahari kok."

Dia hanya diam, beberapa menit lagi langit akan merubah warnanya.

"Kamu tau, aku mengagumi ciptaan Tuhan yang sekarang aku lihat." Dia tersenyum lebar sekali. Aku ikut tersenyum, senyum itu seindah senja.

"Matahari itu bukan?"

"Iya, tetapi ada satu lagi." Aku menekuk alis dan mengetuk hidungku untuk berpikir.

"Apa ya?" Tanpa sadar aku mengucapkannya namun terdengar sampai kepadanya.

Semu [Completed]On viuen les histories. Descobreix ara