32

681 71 3
                                    

Lakukan saja dalam diam kalau itu bisa menenangkan hatimu.
Karena perasaan, tidak perlu terlalu diumbar hanya untuk membuktikan sesuatu.

♡♡♡

Aku menlungkupkan wajahku diantara buku paket ekonomi yang terbuka asal pada bagian tengahnya. Rasanya nafasku tercekat sekaligus terengah bersamaan. Dalam hati aku juga terus menghitung sebanyak yang aku bisa, sudah sampai 238. Tetapi, seakan tidak berguna hatiku terus berdebar kencang. Bahkan ritme nya juga masih sama.

Aku sangat tidak percaya, aku telah mengatakannya. Mengungkapkan perasaan sedini ini. Tanpa perencanaan, hanya ada motivasi diawal dan ku realisasikan. Dan itu memang mengejutkan untuk diriku sendiri dan hatiku tentunya.

Rasanya pernyataannya juga masih mengambang. Tidak ada kepastian dalam tahap selanjutnya selain kata, 'hatiku selalu milik kamu'.

Berharapun aku terlalu lemah, aku takut itu hanyalah sebuah harapan semu yang hanya bisa diwujudkan melalui mimpi-mimpi berselang, atau memang semua ini hanyalah mimpi sementara. Apapun itu, aku terlalu takut mengambil resiko yang masih jauh disana.

Dalam empat kata itu, Aldi mengucapkannya dengan manis tanpa ada makna didalamnya. Mungkinkah aku yang lamban memaknai nya?

"Nih udah gue salinin rapi, lo hapalin aja!" Disusul suara bantingan buku dimejaku secara sengaja.

Aku menggeram dalam hati saat menyadari suara yang teramat kukenali. Aku mengangkat kepalaku dan menatap jengah pada pemilik raut datar itu.

"Hm," Ujarku tak acuh.

Aku mengalihkan pandangan, memilih menyibukkan diri dengan selembar kertas yang diatas meja, aku membacanya kembali. Walaupun hal tersebut sudah kulakukan berulang kali sejak kemarin agar aku hafal dan bisa mencari kira-kira pertanyaan apa yang nanti bisa ditanyakan dan tentunya bisa langsung di jawab.

Aku juga merasakan, bahwa Affan masih berdiri disampingku yang sedang duduk. Terbukti dari parfum lembutnya yang menyebar di indera penciumanku.

Mengabaikannya, itu pilihan yang paling tepat.

"Baca baik-baik. Jangan sampai lo malu-malu-in gue waktu presentasi jam terakhir nanti!" Aku melirik sinis pada Affan.

"Bawel." Gumamku yang ternyata masih bisa didengar oleh Affan. "Bawel? Ngaca woy!" Balas Affan tak ingin kalah. Aku memutar bola mata malas.

"Lo kira gue congek? Lo kira gue punya kerutan? Yang dari tadi ngomong mulu itu lo."

Affan menatap sekitar dan kembali menatapku dengan datar. Sedetik kemudian Affan tersenyum miring, "Emang dasar dada ayam." Ucapnya ditekankan pada kata 'dada ayam'

Kurang bangke!!

Setelah Aldaukar, Affan sekarang membuat panggilan tetap yang menurutku sangat tidak senonoh 'dada ayam'. Sabar.

Aku menatapnya malas, tapi dalam hati sangat panas, "Dari pada lo punya dada, isinya lemak semua!"

Aku menyeringai jahat mendengar perempuan-perempuan dideret sekitarku memekik terkejut bahkan ada sebagian pula yang tertawa secara tersembunyi.

Affan mengetatkan rahangnya sambil menatapku tajam. Jangan pikir nyaliku akan menciut, tentu saja tidak akan. Aku yakin, Affan tidak akan menyakitiku secara fisik.

Astaga, kemudian Affan menyerangku secara tiba-tiba. Yaitu dengan menarik kasar kedua lenganku dan mendekatkan diriku kearahnya. Masih dengan jarak aman, kurang lebih dua jengkal. Aku mengerjapkan mata terkejut atas tindakannya.

Semu [Completed]Where stories live. Discover now