23

747 66 3
                                    

Menepis perasaan ini akan sangat mudah jika segala sesuatunya berjalan lancar

♡♡♡

Aku memasuki gerbang sekolah kebesaran ini dengan perasaan, yah bisa dikatakan sedikit riang. Pasalnya hari ini, adalah hari jum'at.

Hari yang kuingat sebagai hari aku diberi coklat.

Sepertinya, Tuhan dan Alam mengijinkan aku bahagia.

Pagi yang cerah dengan sinar yang menyorot lembut padaku, seakan memberi kehangatan dan juga semangat dalam diriku. Terkadang, jika tidak terkontrol aku akan tersenyum sedikit saja. Lalu kembali keraut normalku. Tanpa ekspresi.

Yang musti kulakukan hari ini adalah, menjaga serta menahan diri. Ups, jangan salah mengartikan perasaanku. Aku terlalu bahagia karena diberi coklat gratis. Mungkin saja?

Kulangkahkan kakiku dengan ringan sesekali membalas sapaan teman yang mengenalku.
Sampai didepan kelas, aku melihat seseorang duduk dibangku panjang yang disediakan diluar kelas.

Tubuhnya bersender di tembok dengan mata terpejam. Aku berjalan mendekatinya dengan perasaan tak menentu. Yang pasti, debar lah yang mendominasi.

Seperti bertemu aparat saja, aku menyempatkan diri untuk melihat kelas dari jendela. Disana Anya dan Ica sudah datang, sebagian siswa juga sudah datang. Namun, kulihat juga Affan belum datang.

Anak itu selalu datang setelah bel berbunyi. Jadi tidak heran, karena ini masih pukul 6.43.

Aku kembali memusatkan pandangan pada makhluk yang sedang terpejam ini. Aku menghela nafas lelah, karena jantung ini selalu berdebum keras. Aku berharap umurku masih panjang.

Aku memejamkan mata, lalu mencolek pundaknya. Saat itu pula dia membuka mata, memamerkan iris gelapnya yang teduh. Aku tertegun beberapa saat. Mata itu sama.

Aku berdehem, "Lo ngapain disini? Kelas lo kan bukan disini." Aku ikut duduk disampingnya.

"Nunggu lo dateng."

Deg,

Kenapa intonasinya seperti itu? Sedikit melembut juga tersirat didalamnya. Astaga, pasti hanya perasaanku yang terlalu kritis.

"Ngapain? Kurang kerjaan." Aku terkekeh sambil menendangkan sepatuku ke sepatunya.

"Bukannya lo juga nunggu gue?" Aku memandangnya langsung dengan menahan tawa. Lalu mencebikkan bibir untuk mengejek kepercayaan dirinya.

Aku mengedipkan mata padanya, "Gue emang lagi nunggu, tapi bukan lo." Aku tertawa ketika melihatnya memutar bola mata lalu sedikit menggembungkan pipinya.

Aku tidak percaya, bahwa lelaki seperti dia bisa terlihat menggemaskan. Andai aku punya kesempatan mencubit pipinya.

Kuedarkan pandangan pada teman sekelas yang menyapaku dengan Aldi dengan mata berbinar. Ada juga siswa perempuan yang sekadar lewat bolak-balik ataupun membuang sampah lalu kembali menyapa. Aku tertawa dalam hati karena tindakan mereka.
Sebegitukah pesona yang dimiliki Aldi? Namun, selama aku sekolah disini tidak ada hal apapun yang ku dengar seperti rumor tentang Aldi-selain betapa cerdasnya dia-. Saat aku dengannya juga terlihat biasa saja. Maksudku, dia tidak terlihat dekat dengan siapapun, well selain aku.

Oh, memang apa yang aku harapkan?

"Emang lo nunggu siapa?" Tanyanya membuat fokusku kembali padanya.

Semerbak harum kayu pinus lembut mengganggu indra penciumanku, membuat wajahku tidak ada bedanya dengan keledai dungu. Sama seperti dulu saat teringat.

Semu [Completed]Where stories live. Discover now