24

854 71 3
                                    

Andai kamu sadar bahwa perhatianmu melemahkanku.
Pasti kamu akan melakukannya lagi dan lagi, kemudian melenggang pergi.

♡♡♡

Aku memunguti buku dengan tidak sabar, tentunya bukan untuk menyambut Aldi melainkan kabur sebelum dia benar-benar datang untuk mengantarku pulang.

Dengan tergesa aku memasukkan alat tulis kedalam tas disusul dengan buku diktat dan buku tulis. Sempat mengumpat karena resleting yang tiba-tiba macet dalam keadaan darurat seperti ini.

Karena, jika aku bertemu Aldi. Aku tidak tahu harus bagaimana menyembunyikan wajahku. Ku buang jelas tidak mungkin, wajahku bukan sampah.

"Buru-buru amat neng. Nggak sabar banget ketemu pangeran sampai ngeden banget tuh keringet. Ketek lo bau asem mampus lo!" Cerca Anya mulai menggodaku.

Sejak aku meninggalkan mereka dikantin, saat dikelas aku digoda habis-habisan. Seperti dimana pungguk sudah bertemu bulan, atau aku itu seperti upik abu dan lain-lain yang tidak dapat membuatku menahan diri untuk menyumpal mulut mereka dengan kaos kaki bau kentut Toni.

Seperti saat ini, mereka masih mengejekku.
"Uh Tungguin hayati bang, hayati menyusul." Timpal Ica mendramatisir. Ica menggenggam tangan Anya dan menatap penuh cinta padanya yang sangat ingin membuatku muntah gas belerang.

"Abang selalu menunggumu pok ati." Lantas mereka tertawa kencang. Aku mendengus sebal pada mereka.

"Gue mau kabur paha kebo, bukannya nggak sabar." Ucapku pedas pada mereka berdua yang dibalas dengan suara tawa.

Aku meletakkan tas dikedua bahuku dan menepuk kedua bahu mereka.
"Doakan gue biar selamat guys."

Anya tersenyum manis dan Ica yang menyeringai samar, "Have fun bareng ya!" Ucap Ica mengedipkan sebelah mata.

Dan lagi, aku kembali memutar kedua bola mata. Aku melambaikan tangan meninggalkan mereka yang memunguti buku kedalam tas. Sampai di pintu kelas, aku mendesah lelah karena Affan yang menghalangi jalan bak pemungut pajak.

Affan menyampirkan tas hitamnya di bahu kiri dengan tangan kanan yang bersender pada pintu kanan yang ditutup lalu tangan kiri dimasukkan kedalam saku, untuk menambahnya kaki kiri Affan di silangkan di depan kaki kanan sedang berbincang kepada orang disampingnya yang terhalang pintu.

Bad

Aku sedikit berpikir apakah muat jika aku merunduk dan melewati celah di sebelah kiri Affan? aku menggelengkan kepala karena itu bukanlah ide yang bagus.

Dengan menarik nafas, aku mengetukkan jari telunjukku di bahu kiri Affan membuat Affan hanya menoleh dan kembali mengalihkan pandangannya tanpa membuka jalan.

Aku menggeram kesal, "Minggir!"

Dia tetap tidak peduli. Jika saja, didunia ini tidak ada sifat sabar, sudah kupastikan aku akan menggigit pundaknya itu.

Karena kesal, aku mendorong punggungnya keras membuat dia sedikit terhuyung kedepan.
Percayalah, aku mendorongnya dengan sekuat tenaga walaupun akibatnya tidak seperti yang diduga. Terhuyung sedikit.

"Lewat lewat aja nggak usah modus pegang-pegang gue!" Ucapnya santai membuatku melotot tidak percaya dengan seluruh wajah mengerut dan bibir yang tak karuan lagi bentuknya.

"Lo yang ngalangin jalan!" Suaraku mulai meninggi, aku sedang dikejar waktu.

"Gak peduli." Ucapnya penuh penekanan. Aku hanya menatap tajam sampai sebersit aku melihat matanya melembut. Sebentar.

Semu [Completed]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora