40

1.3K 81 1
                                    

Aku berharap, kamu melihat akhir penantianmu dari diriku ini.

♡♡♡

Sudah seminggu berlalu, yang kulakukan tiap malamnya adalah hal yang sama setiap wujudnya. Hanya diam berdiri berjam-jam tanpa lelah memandangi langit disana. Melihat pergantian bulan, menghitung bintang yang begitu banyak sampai aku selalu lupa hitungannya sampai keberapa. Terkadang juga akan ada mendung yang menutupi bulan, apalagi ketika menurunkan butiran air sangat banyak disana.

Terkadang kalau aku begitu lemah dan merasa berat, aku akan berlomba mengeluarkan butiran air dengan hujan. Aku harus ikhlas. Itulah pintaku setiap malam, kata-kata yang harus selalu kuingat saat terbayang wajah Aldi tiap waktunya.

Bagaimana aku tidak tersisa. Aku mencintainya, namun untuk mengatakannya saja aku tak pernah mampu.

Hanya dalam seminggu, semuanya juga berubah. Aku tidak pernah ke kantin. Tidak pernah bertemu Aldi, jika berpapasan aku akan sembunyi ataupun berlari. Hubunganku dan Anya juga membaik. Kami memutuskan, sepahit apapun kejujuran, kami akan mengatakan.

Besok juga adalah hari dimana hari Affan akan pindah, melanjutkan sekolah ke Amerika. Besok sore dia akan berangkat, Aku menyayangkan hal itu, karena aku akan kehilangan sosok sahabat yang begitu menyebalkan semacam dia.

"Alda.." Panggil seseorang dibelakangku yang kuketahui adalah mamaku sendiri.

Aku memang tidak membenci mama, namun sikap ku jadi sedikit lebih berbeda pada mama. Terkadang juga canggung, terkadang tidak yakin atau juga timbul kecewa meniba.

"Ya ma?"

"Udah malam, cepetan tidur! Besok sekolah." Ucap mama dengan lembut.

Aku tahu, mama menyadari perubahanku.

Aku juga tahu, cerita mama beberapa minggu yang lalu. Bukan tentang mama yang tidak dicintai papa, tapi mama yang tidak mencintai papa dan melepas orang yang dicintainya. Papa Aldi.

"Belum ngantuk ma, sebentar lagi." Aku tidak mengalihkan pandanganku dari langit sana.

"Sayang, apa mama pernah jujur sama kamu kalau mama sangat sayang kamu?" Tanya mama tiba-tiba. Aku menatap mama yang berada disisiku.

Aku tersenyum kecil, "Hampir tiap hari mama bilang sayang Alda."

"Tapi, kemana Alda yang sayang mama?"

Aku terdiam dan tertegun. "Alda sayang mama."

"Jika kamu melihat mama dan papa berpisah, kamu masih sayang mama?" Raut mama begitu tenang tanpa menatapku. Hanya menatap pemandangan malam yang disediakan diatas balkon.

"Mama bahagia jika pisah sama papa?" Tanyaku kembali. Melihat dari rasa sabar mama yang menunggu papa selama ini, aku yakin pasti mama memiliki rasa terhadap papa.

"Mama sendiri tidak menemukan jawabannya. Mama nggak bisa jauh dari kamu dan mama nggak bisa mengabaikan perjuangan papa kamu. Mama berada diantara beberapa pilihan yang dapat mama ambil, tapi mama tetap nggak bisa memutuskan." Ucap mama panjang lebar.

"Mama cinta sama papa?"

"Alda, mama berhak jujur. Mama memiliki cinta untuk sekali seumur hidup." Mama menghela nafas berat dan menatapku sendu, "Tetapi bukan untuk papamu." Lanjut mama.

Mungkin hatiku belum terlalu kebal untuk menerima serangan rasa sakit. Tapi, aku tidak terkejut mengetahui fakta itu semenjak seminggu lalu. Aku hanya berdiam diri tanpa raut berarti.

"Kalau begitu kenapa mama menikah dengan papa?" Mama menatapku dengan penuh penyesalan. Aku hanya diam saja seolah tidak mengerti.

"Kekasih mama tidak memberi kabar selama bertahun-tahun. Disaat mama menyerah, papamu datang melamar mama. Dan mama menerimanya." Raut mama semakin sendu,
"Dia kembali datang saat umur pernikahan kami dua tahun. Mama dan dia mengaku masih saling mencintai. Papa berniat menceraikan mama, tapi mama menolaknya. Ada kamu yang masih sangat membutuhkan kasih sayang. Mama-"

Semu [Completed]Where stories live. Discover now