37

700 70 0
                                    

Jika kau tidak memiliki tempat berlindung sebagai naungan hidupmu,
Maka, bangunlah sebuah harapan. Berharap lah pada-Nya

♡♡♡

Aku melangkah hendak keluar kelas beriringan bersama Anya dan Ica disisi kanan dan kiriku, kelas sudah sepi karena kami keluar paling akhir. Biasa obrolan kecil. Sejak masuk setelah berbincang dengan Joshua, aku juga tidak mengatakannya pada Ica dan Anya. Entahlah, aku hanya merasa memang ini karena aku. Perasaan Ica, Joshua, dan Affan, semuanya terasa kacau.

Perasaan memang memiliki caranya sendiri untuk datang dan berlabuh dan perasaan punya cara sendiri untuk pergi.

Aku keluar kelas dan mendapati Aldi disana berdiri dengan kotak bekal kosong tanpa sisa. Aku tahu, Aldi akan selalu menghabiskannya. Entah enak maupun tidak.

Aku tersenyum lebar dan melangkah ke arah nya. Aldi tersenyum kecil sambil menyerahkan kotak bekal itu, dengan senang hati aku menerimanya.

"Makasih."

Aku masih setia tersenyum lebar. "Iya, kamu mau pulang?" Aldi menjawab dengan anggukan.

Hati sabar ya?!

"Nanti mau mampir kerumah?"

"Maaf, nggak bisa. Aku duluan, kamu pulangnya hati-hati!" Aldi kembali tersenyum kali ini lebih tipis dari sebelumnya. Senyumku meluntur.

Jantung tahan ya! Jangan sakit dulu!

"Nanti malam aku hubungi ya?" Aku masih mencoba, mengesampingkan rasa egoisku yang menekanku untuk bertanya apa yang terjadi. Atau apa aku melakukan kesalahan pada Aldi secara tidak sadar?

Kalau Aldi terus seperti ini, aku tidak akan pernah tau.

"Besok libur, kamu mau-" Aku kembali menghentikan Aldi yang sudah berbalik untuk melangkah.

"Aku usahakan." Ujarnya cepat dan kembali melangkah.

"Aldi, ha-"

"ALDA BERHENTI!!!" Teriakan Aldi menyentakku juga jantungku. Bukan hanya aku, mungkin Anya dan Ica juga.

Aldi sedikit berjalan kearahku, "Kamu kenapa? Kamu banyak bicara. Banyak mau nya. Aku udah bilang-"

Dengan bergetar aku mencoba tersenyum lebar melihat Aldi yang nampak tenang,
"Aku tadi mau bilang hati-hati." Dan tidak merasa bersalah.

Aku mengepalkan kedua tangan dengan erat, menahan panas pada mataku dan hatiku. Mengeratkan gigi agar mereda desir menyakitkan yang melewati jantungku dan membelahnya tepat disana.

Apa yang salah saat aku hendak mengucapkan kata hati-hati? Kenapa Aldi berteriak?

Aku berbalik kearah Anya dan Ica yang berada dibelakangku dengan senyum lebar. Tapi, aku memang akan menangis saat melihat raut khawatir dan nanar mereka.

"Alda.." Panggil Anya lirih. Aku mencoba semakin melebarkan senyumku. Walau aku yakin pasti aku terlihat buruk rupa di depan mereka.

"Gu-gue pulang duluan ya? Nanti nggak dapet angkutan umum lagi." Sudah, aku tidak sanggup menahannya lebih lama lagi. Aku segera berbalik dan melangkah dengan cepat setengah berlari.

Anya melangkah maju kearah Aldi. Kemudian balas menampar Aldi dengan keras. "Ganteng-ganteng sontoloyo!! Dasar nggak tau diri! Puas lo liat wajah pias Alda?" Semprot Anya.

Ica menyentuh pundak Anya dan menenangkannya. Kemudian melihat Aldi dengan tenang,
"Cowok brengsek itu biasanya emang nggak malu buat nyakitin perempuan! Harusnya lo tau, Al. Alda baru aja ngobatin rasa sakitnya dari kehilangan Dika dan lo udah mau hadirin rasa sakit versi baru lo? Bedebah memang."  Aldi hanya diam seraya tersenyum sinis.

Semu [Completed]Where stories live. Discover now