4.2

769 180 75
                                    

"... dan kemudian aku menggabungkannya dengan alumunium, dan jeng jeeeng. Oh! Aku juga menambahkan sensor terhadap cahaya, jadi aku tidak perlu repot-repot berdiri, cukup mainkan senter saja." Seorang bocah berumur lima tahun yang tampak dalam layar besar di hadapan Jaac menjelaskan barang buatannya dengan semringah.

"Wohoooo, entah kenapa aku agak sedih karena sepertinya kamu akan jadi seperti Bon, bukan sepertiku," ujar Jaac. Pemuda itu memecah permen di dalam mulutnya kemudian mengunyahnya hingga habis. Mengecap rasa manis yang tersisa, Jaac menjilat bibirnya sendiri.

"Yaay! Aku dengan senang hati akan menjadi seperti Bon!" Bocah lima tahun itu bersorak. Dia memeluk robot kecil buatannya yang sederhana, sengaja dia buat untuk membersihkan rumah karena anak itu malas mendengar ibunya terus mengomel untuk membersihkan rumah.

"Jaaaac! Berhenti bermain game, bisa?! Aku yakin kamu bahkan belum melihat robotku sejak tadi!"

Jaac mengangkat bahu tak acuh. Kedua kakinya yang terjulur hingga ke atas meja, salah satunya bergerak-gerak secara konstan. Tubuh pemuda itu dia sandarkan ke punggung kursi yang tinggi dan empuk sementara di kedua tangannya, tergenggam android tipis yang tengah digunakan untuk bermain game.

"Aku melihatnya, Jagoan. Aku bahkan tahu bagaimana robotmu dibuat sebelum kamu jelaskan. Itu kan robot sederhana," kata Jaac tanpa mengalihkan pandangan dari layar androidnya. Itu hanya game biasa omong-omong. Andai Jaac masih memiliki chip, earphone, dan softlens, mungkin game tersebut bisa menjadi game yang tidak biasa jika dihubungkan dengan perangkat-perangkat itu.

"Oke-okee, kamu memang hebat. Aku akan membuat robot lain kali, yang kamu tidak akan tahu bagaimana aku membuatnya dan aku tidak akan menjelaskannya." Bocah di dalam layar meletakkan kembali robotnya kemudian menatap Jaac dengan bibir mengerucut.

"Terlalu cepat delapan belas tahun untukmu mengalahkanku," balas Jaac santai.

Bocah dalam layar mengeluarkan suara cih pelan. Tapi kemudian netra anak itu tampak memindai, dan ia kembali berkata,

"Jaac, kenapa kamu tidak melakukan apa-apa? Kupikir ini masih jam di mana kamu tidak boleh bersantai. Oik? Tunggu. Kenapa kamu menjawab teleponku di jam segini? Kenapa kamu bersantai?" tanya anak dengan rambut mangkok itu.

"Aku kan jenius, pekerjaanku sudah selesai," jawab Jaac asal.

"Itu apa, Jaac? Yang berkedip-kedip di belakang sana? Aku belum pernah melihatnya. Aku baru sadar ruanganmu jadi lebih sempit daripada dulu."

Jaac akhirnya mengalihkan atensi dari game yang dia mainkan. Pemuda itu mengangkat tubuhnya. Mengabaikan gambar layar yang close up sepasang mata, Jaac menoleh ke arah benda yang keponakannya maksud.

[Para] Tentara LangitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang