011 - Acacio Academy

468 128 90
                                    

Atreo hanya menguap malas menunggu dua manusia yang sedang sibuk mendaftar itu. Tidak ada saku di seragamnya, membuat dirinya sendiri bingung kemana harus menyembunyikan tangan kanan yang biasa ia masukkan dalam saku celana.

Jujur saja, Atreo malas sekali datang ke tempat ini, lorong pendaftaran. Kalau bisa, dia ingin segera kembali ke asrama dan tidur sebelum si pirang menyebalkan datang lebih dulu. Dia sudah sangat lelah pada anak itu yang tidak bisa berhenti bicara, komplain, komplain, dan komplain.

Sangat disayangkan, Atreo tidak bisa pergi ke mana-mana tanpa Jaac. Bukannya apa-apa, hanya saja tempat ini terlalu luas dan rumit dengan berbagai lorong yang saling bertemu dan bersilangan. Atreo adalah salah satu tipe orang yang sulit menghafalkan jalan, sementara Jaac tampaknya sebaliknya. Sebuah kebetulan yang menguntungkan sekaligus mengesalkan, karena Jaac adalah orang yang tidak bisa diam di satu tempat dan ingin terus menjelajah ke tempat baru.

Bocah itu menatap langit-langit lorong, kemudian mengendus lengan atasnya sendiri. Satu hal menyebalkan lain, tiba-tiba saja Atreo jadi teringat pada ucapan si pirang ketika mereka pertama kali bertemu.

Bau? Apanya yang bau dari Atreo?

Sial, si pirang itu jadi membuat Atreo terus-terusan kepikiran. Ini pertama kalinya ada yang mencemooh Atreo. Meski sudah berusaha tidak peduli pun, faktanya, Atreo terus teringat dan otomatis membaui dirinya sendiri, meski berulang kali juga Atreo yakin bahwa dirinya tidak bau. Bocah malang itu menghela napas pelan.

Atreo menoleh sekilas saat sudut matanya menangkap sekelebat sosok yang akhir-akhir ini dibencinya. Dan benar saja, orang itu, si pirang menyebalkan itu, memang benar-benar sedang berjalan di lorong yang sama dengan Atreo. Bergerak menuju ke arahnya. Lucu sekali, kenapa mereka jadi bertemu di sini?

Atreo bisa merasakan Jaac juga menyadari kehadiran orang itu, berhubung suara decihan terdengar.

Awalnya, hubungan Jaac dengan si pirang ini tidaklah sebegitu buruk. Seperti yang sudah Atreo duga sejak pertama kali bertemu, Jaac adalah tipe orang yang konyol, berisik, dan kekanakan. Such a goofy person. Cemoohan tentang bau sama sekali tidak menyinggung Jaac, malahan dia bercanda dengan itu. Silly.

Tetapi semua berubah ketika Jaac meninggalkan headphone yang dikalungkan di lehernya kemanapun dia pergi, meletakkannya di nakas sementara dia mandi. Atreo tengah berganti baju jadi tidak memperhatikan apa yang sebenarnya terjadi, tetapi headphone itu tiba-tiba jatuh, tepat saat Jaac keluar kamar mandi. Dan mampusnya, si pirang ada di dekat headphone yang jatuh itu.

Si pirang hanya mengatakan "ew, apa ini?" sementara Jaac berlarian panik dan mengecek headphone-nya, yang sayangnya retak. Anak itu bertanya pada si pirang tapi si pirang mengelak dan mengatakan bahwa bukan dia yang menjatuhkannya. Awalnya Jaac oke-oke saja dengan wajah lesu, tapi si pirang malah membakar Jaac dengan mengatakan "benda konyol apa itu? Sampah macam apa yang kamu bawa? Ah, ternyata dari sini bau yang selalu kucium dari kamu itu.". Dan begitulah Jaac akhirnya mengibarkan bendera perang.

Merepotkannya mempunyai barang kesayangan. Merepotkannya mempunyai teman sekamar yang semuanya childish dan konyol. Satu anak yang angkuhnya sampai ke langit ke tujuh, satu anak lagi bodohnya sampai ke liang kubur. Tidak adakah orang yang normal di sini?

"Lihat anak-anak bau ini," sapa pemuda menyebalkan itu ketika tiba di dekat Atreo.

Oh, ya. Tentu saja, begitulah cara si pirang menyapa.

"Apakah ibumu tidak pernah mengajari cara menyapa dengan benar," geram Jaac.

Atreo mendengkus. Seharusnya Jaac diam saja. Jika selesai urusan, segera angkat kaki dari tempat ini dan meninggalkan si pirang ini di sini. Membalas seperti itu hanya akan memperpanjang masalah.

[Para] Tentara LangitWhere stories live. Discover now