7.2

446 140 25
                                    

Atreo jarang keluar rumah. Kejadian hari kemarin adalah kebetulan. Setelah melihat data perhitungan Laplace's Demon yang membuatnya terkejut, dia memutuskan untuk berjalan-jalan sekaligus melakukan pengecekan pada alat pembentuk atmosfer. Atreo tidak pernah mempunyai urusan yang benar-benar penting yang membuatnya harus meninggalkan rumah. Satu-satunya urusan yang Atreo punya hanyalah ruang bawah tanahnya.

Atreo adalah raja, dan Laplace's Demon adalah jinnya. Itu bukan sebuah ungkapan semata, melainkan memang begitulah kenyatannya.

Laplace's Demon menghitung dan memprediksi masa kini dan masa depan, layaknya jin. Atreo yang membacanya, kemudian mengambil keputusan, seperti seorang raja. Atreolah yang mengatur seluruh kehidupan di kota, secara harfiah. Kepala Kota mungkin juga mengatur, tetapi yang dia lakukan adalah pendekatan secara mental? Atreo sendiri tidak yakin apa gunanya ada Kepala Kota, tetapi dia akui keberadaan Kepala Kota sangat berarti.

Penduduk biasanya datang ke rumah Atreo secara bergantian untuk mengantarkan makanan. Kepala Kota dan Pengawas Kota juga bergantian menjenguk, melaporkan beberapa hal penting yang perlu dilaporkan. Mengeluhkan beberapa masalah yang dikeluhkan penduduk. Mereka datang bergantian untuk berdiskusi jika dirasa ada yang perlu didiskusikan. Bertanya kapan hujan, mendapat informasi kapan panas, mendapat bagan lengkap tentang perubahan cuaca hingga beberapa hari ke depan.

Atreo hampir tidak pernah keluar rumah. Mungkin tiga kali dalam setahun. Dan itu juga yang membuatnya entah kapan terakhir kali melihat mantan anggota keluarganya. Melihat ketiganya hidup bahagia, tertawa-tawa tanpa dosa seperti yang dilihat Atreo kemarin, membuat semoa emosi dalam diri Atreo memuncak. Berpusar pada perutnya, membuat mual. Muak. Berputar di kepalanya, membuat pening. Pusing.

Malam dilewati Atreo dengan siksaan fisik dan mental. Dia masih tidur meringkuk dengan dibalut selimut saat Kepala Kota berkunjung ke rumahnya keesokan paginya. Atreo masih belum mampu berdiri, jadi kepala kota sendiri yang masuk ke kamarnya—sebenarnya, seperti biasa. Kali ini beliau datang bersama Pengawas Kota.

Dan di sinilah mereka sekarang.

Atreo duduk bersila di atas kasur dengan selimut masih membungkus rapat tubuhnya. Kepala Kota duduk di hadapannya di atas sebuah kursi kayu yang dipoles dengan sangat halus. Pengawas Kota duduk di kursi lain di belakang kiri kepala kota.

"Kamu benar baik-baik saja?" tanya Kepala Kota saat Atreo lagi-lagi mengusap hidung merahnya.

"Bibi Sarah merawatku dengan baik," ujar Atreo sembari mengangguk.

Bibi Sarah sendiri adalah tetangga yang paling dekat dengan rumah Atreo yang terpencil. Terpisah beberapa pohon. Semalam, beliau datang untuk mengantarkan makan malam, tetapi berakhir dengan merawat Atreo ketika menemukannya dalam keadaan mengenaskan.

"Jadi, berapa selang waktunya?" tanya Atreo.

"Tiga bulan. Kurang lebih tiga bulan," jawab Pengawas Kota.

Ya, tiga bulan. Atreo tahu itu. Dia tidak tahu kenapa dia bertanya.

Pemuda itu sekali lagi mengusap hidung merahnya yang gatal. Mengutuk dalam hati ketika berpikir bahwa dia akan mati dalam waktu paling lambat tiga bulan.

"Kami benar-benar tidak ingin kehilangan dirimu," ucap Kepala Kota.

Tentu, tentu. Siapa lagi raja kalian kalau bukan aku.

Atreo mengangguk atas ucapan Kepala Kota. "Aku akan mencari cara," katanya.

Untuk menyelamatkan diriku sendiri. "Untuk keluar dari masalah ini," lanjut Atreo.

Kepala Kota menghela napas. "Kalau memang kesehatanmu belum pulih, jangan terlalu memaksakan diri," ucap beliau cemas.

"Aku baik-baik saja. Hanya sedikit collaps," balas Atreo.

Memang selalu begini jadinya. Bertemu salah satu dari mereka sudah cukup membuat Atreo down. Dan kemarin, Atreo melihat ketiganya sekaligus, sedang bermain rumah-rumahan yang nyaman dan bahagia.

Bertemu mereka selalu mengingatkan Atreo pada hari dia kehilangan kakaknya tiga tahun lalu. Atreo memang tidak pernah melupakannya, tetapi bertemu mereka membuat memori itu menjelma menjadi halusinasi. Membuat dirinya menggigil kedinginan sementara tubuhnya berkeringat kegerahan. Menimbulkan masalah psikis yang mengakibatkan komplikasi pada fisiknya.

"Kami tidak akan akan memberi tahu warga dulu untuk sementara. Tidak perlu terburu-buru," ujar Kepala Kota. Atreo hanya mengangguk seadanya.

"Aku akan berfokus menahan laju pengecilan atmosfer untuk sekarang. Kalau aku berhasil, kemungkinan waktuku juga akan melonggar," ungkap Atreo. Itupun kalau aku berhasil. Aku sudah menghabiskan tiga tahun dan aku tidak menghasilkan apa-apa kalau kalian tahu.

Kepala Kota menundukkan kepala, sepertinya berdoa untuk keberhasilan pemuda di hadapannya.

Suara ketukan pintu membuat mereka menoleh, kecuali Atreo yang terbiasa tidak peduli pada siapapun yang datang berkunjung.

"Oh, Pak Kepala. Pak Pengawas."

Seorang gadis berdiri terkejut di depan pintu kamar Atreo.

"Pagi, Nak Helena. Kamu kemari?" Pengawas bertanya. Gadis itu mengangguk segan.

"Nenek meminta saya mengantar sedikit sup hangat untuk Atreo," jawab Helena.

Kepala Kota tersenyum ramah. "Bawa saja makanannya kemari. Atreo akan memakannya."

Helena mengangguk menuruti apa yang dikatakan Kepala Kota. Dia masuk dengan canggung.

Helena sebenarnya cukup terbiasa keluar masuk rumah Atreo. Jarak rumahnya dengan rumah Atreo tidak terlalu jauh, membuatnya cukup sering berkunjung untuk mengantarkan makanan. Hanya saja, tanpa dia sangka, kali ini Kepala Kota dan Pengawas Kota tengah berkunjung. Mereka pastilah sedang membicarakan hal yang penting, membuatnya merasa lancang telah menginterupsi.

Helena meletakkan sebuah rantang di nakas dekat ranjang persegi panjang Atreo. Rantang itu fleksibel. Ketika dibuka, setiap wadahnya bisa melebar dan bisa menampung banyak isi. Sistemnya tidak membutuhkan listrik, jadi masih bisa digunakan di tengah kehidupan tanpa listrik ini.

Kepala Kota berdiri setelah Helena berpamitan undur diri. Pengawas Kota ikut berdiri dari duduknya.

"Kurasa ini dulu untuk sekarang. Makan makananmu dan lekas sembuh." Kepala Kota menepuk bahu Atreo lembut, lalu undur diri.

Pengawas Kota melangkah mendekati Atreo.

"Aku akan mengamati dan mencari orang dengan total hitungan kehidupan yang mirip denganmu. Kuusahakan untuk tidak membiarkan keputusan terburuk datang dan menyingkirkanmu dari kehidupan," ucapnya. Dia lalu ikut menepuk bahu Atreo, lalu segera menyusul Kepala Kota.

Dan Atreo hanya menatap kepergiannya dengan tatapan kosong.

|°|°|

Fun facts:

Atreo yang keluar hanya sebanyak tiga kali dalam setahun adalah perumpamaan yang saya ambil dari Byun Baekhyun-EXO. Beliau adalah gamers dan saya kebetulan pernah nonton dan denger beliau bilang begitu. Tapi saya lupa di acara apa wkwk

Kalo ada EXO-L mampir, mohon dikoreksi siapa tahu saya salah inget member.

27Apr20-rev

[Para] Tentara LangitWhere stories live. Discover now