009 - Acacio Academy

424 123 92
                                    

Jaac hanya mampu menurunkan geraham bawahnya saat mendapati tinggal bertiga-dari bertujuh-saja yang masih duduk di kelas aula. Anak-anak yang lain pun banyak yang sudah berpindah ruangan, menyisakan aula luas yang kini sangat lengang.

Jika ini adalah ruang kuliah di dunia Jaac dulu, mungkin bisa diibaratkan hanya tersisa sepuluh dari empat puluh orang siswa yang ada di hari sebelumnya. Jika ini adalah film kartun, mungkin bisa digambarkan dengan adanya kertas melayang saking kosongnya, sampai-sampai udara bisa bebas bergerak.

"Yang lain?" tanya Jaac pada Kaori yang duduk di sampingnya. Dia terlihat menggerakkan mulutnya dengan tak nyaman sebelum akhirnya menjawab.

"Mereka masuk ke Tentara Langit."

Lagi-lagi engsel geraham bawah Jaac seperti lepas.

Pagi tadi Jaac dan Atreo memang tidak sarapan bersama para anak perempuan. Halaman asrama putra dan asrama putri terlalu ramai ketika bel tanda makan pagi berdentang, dan kantin yang sangat luas juga tidak memungkinkan Jaac untuk mencari para anak perempuan. Dia akhirnya memutuskan untuk sarapan berdua dengan si menyebalkan Atreo sebelum waktu sarapan habis.

Jaac sama sekali tidak tahu anak-anak itu sudah memilih jurusan sampai akhirnya Kaori masuk ruangan hanya dengan seorang diri. Dan bocah-bocah itu memilih Tentara Langit?

"Apa mereka janjian masuk ke jurusan itu? Apa sih yang mereka pikirkan? Kalaupun memilih kenapa jurusan Tentara Langit? Itukan sama dengan berarti kita mempersiapkan diri untuk kembali pulang. Kita baru saja sampai di sini dua hari lalu, masa sekarang harus segera bersiap untuk pulang," omel Jaac. Atreo di sebelah kirinya hanya mendengkus, sementara Kaori di samping kanannya menunduk dengan kikuk.

Jaac menghela napas hingga wajahnya menghadap ke atas.

"Apa sebegitu pentingnya dunia mereka sampai-sampai mereka ingin sekali kembali?" gumam Jaac. Dia diam selama beberapa saat, merasakan pikirannya kosong, memandang langit-langit yang tinggi tanpa arti, lalu menoleh lagi pada Kaori.

"Kamu sendiri? Tidak ingin masuk jurusan itu?" tanya Jaac. Kaori terlihat tersentak sebelum akhirnya perlahan menguasi diri.

"Aku ... tidak punya rumah untuk kembali," jawab Kaori pelan.

Jaac menatap Kaori yang tampak tak nyaman. Mungkin dia merasa aneh karena duduk sendiri bersama para anak lelaki, membuat Jaac mengangguk-angguk meski tidak yakin paham akan jawaban gadis itu. Dia kemudian menoleh pada Atreo.

"Kamu?" tanya Jaac.

"Kembali berarti mati," jawab Atreo ketus. Seperti biasa, tabiat yang tidak menyenangkan meski Jaac mengajaknya berbicara dengan maksud baik. Jaac hanya mengangkat bahu mendapati ketidakramahannya untuk yang kesekian kalinya.

"Kamu kan tetap harus memilih nanti. Kalau bukan Tentara Langit, kamu mau pilih apa?" tanya Jaac lagi. Dia sudah mulai terbiasa dengan gelagat bocah menyebalkan ini, karena bocah menyebalkan lain yang tinggal sekamar dengannya jaauuh lebih mengesalkan daripada Atreo. Bocah gemar mendengkus ini sama sekali bukan apa-apa.

"Aku masih punya tiga bulan untuk berpikir," jawab Atreo lagi dengan memutarkan bola mata, seolah terganggu akan pertanyaan Jaac yang sepertinya tidak penting baginya. Jaac ikut memutarkan bola mata, lalu mengembuskan napas dengan kasar.

"Sama sekali tidak seru," keluh Jaac. "Yang paling oke di sini hanya jurusan Kesatria. Skill yang dipelajari di jurusan itu akan sangat berguna untuk naik level. Tapi kelihatannya jurusan itu sangat berat. Kemarin aku melihat jadwal pelajaran Lea dan itu benar-benar ... melelahkan," gerutu Jaac sembari membentuk ekspresi ingin menangis di wajahnya.

"Selain jurusan Kesatria, Tentara Langit, dan Penjaga Bumi, semua yang ada di sini hampir tidak ada bedanya dengan dunia nyata. Lalu apa gunanya aku bermain game ini kalau aku memilih hal yang sama yang bisa kupilih di dunia nyata?" Keluhan pemuda itu masih belum berhenti.

[Para] Tentara LangitWhere stories live. Discover now