6.1

485 138 51
                                    

Aalisha melompat memasuki kapal. Dia kemudian berjalan dengan tetap melompat-lompat kecil sambil memutar-mutar kunai di salah satu tangannya.

"Baru datang, Nona Manis?"

Aalisha berhenti, lalu menoleh.

"Ooh, Jeeha! Kamu sudah merindukanku, hmm?" tanya Aalisha pada seorang pria yang sedang bersandar di dinding salah satu ruang di atas kapal—dinding ruang berkumpul yang sekarang sudah cukup ramai di dalamnya.

"Tidak ada yang tidak merindukan si cerewet ini saat dia menghilang dua hari." Jeeha mengangkat bahunya dari sandaran di dinding, lalu memainkan dagu Aalisha dengan gemas.

"Cih, aku tidak cerewet." Aalisha manyun, menepis tangan Jeeha.

"Hanya sedikit banyak bicara," lanjut Aalisha, dengan seringai lebar menghias wajahnya.

Jeeha terkekeh, lalu mempersilakan Aalisha masuk ke dalam ruang berkumpul melalui pintu yang ada di samping tempat bersandarnya tadi.

"Oho, Aalisha! Kupikir kali ini kau tidak kembali ke kapal."

Aalisha melotot pada seorang berbadan bongsor yang kini duduk di atas sebuah tong kayu. Tobi namanya. Yang dipelototi hanya mengangkat bahu dengan santai.

"Siapa tau kamu terlanjur nyaman di rumah Bibi Jael setelah tinggal selama dua hari," lanjut pria itu.

Aalisha menjulurkan lidah.

"Memang nyaman karena di sana ada banyak daging dan bukan ikan," balas Aalisha.

Pria bongsor itu tertawa, membuat badan besarnya bergetar.

"Dasar raksasa!" Aalisha mencibir.

"Ooh, Aalisha! Kamu bawa pesananku?"

Aalisha menoleh ke asal suara yang menginterupsinya. Seorang pria lain tampak berdiri terkejut di depan pintu bilik kamar mandi.

"Aku bawa. Ini!" Aalisha mengangkat salah satu tangannya yang membawa keranjang kecil. Pria yang baru keluar dari bilik mandi itu, namanya Geo, mendekat dengan antusias. Dia mengambil alih keranjang yang di bawa Aalisha, lalu mulai mengabsen satu-persatu tanaman obat yang dipesannya.

"Aalisha, astaga! Aku menunggumu di dermaga sejak sejam lalu dan kamu sudah di sini?!"

Aalisha berbalik saat orang lain lagi-lagi mengambil atensinya, lalu menyeringai menatap seorang pria yang berdiri kelelahan di depan pintu. Pria itu menghela napas.

"Airin masih menunggumu di geladak. Dia pikir kamu belum naik." Pria itu memiringkan badan, memberi kode pada Aalisha untuk keluar dan menemui siapapun yang bernama Airin itu.

"Maaf, Soewo. Aku lupa kalau ada janji dengan kalian," ujar Aalisha saat melewati pria kelelahan itu, dengan tampang tanpa dosa. Membuat pria itu mendengkus gemas.

Aalisha melangkah ke geladak. Dia tersenyum melihat seorang perempuan berambut coklat gelap sedang memunggunginya, berdiri gelisah menghadap ke luar kapal seolah menunggu seseorang.

"Airin!"

Perempuan berambut ikal sebahu itu, berbalik. Dia menggembungkan mulutnya menatap Aalisha, marah. Meski jatuhnya justru menjadi terlihat imut.

"Maaf, maaf. Aku beneran lupa kalau kita janjian di pasar ujung dermaga." Aalisha mengangkat kedua tangannya sebatas bahu, seperti maling tertangkap, sembari mendekati Airin.

"Tidak ada maaf bagimu, teripang," ujar Airin. Dia mengacak-acak rambut Aalisha, ingin merasa kesal namun tidak bisa karena wajah Aalisha terlalu menggemaskan. Baginya, Aalisha tampak terlalu kecil mungil untuk dimarahi. Dia adalah bocah.

[Para] Tentara LangitWhere stories live. Discover now