002 - Acacio Academy

681 144 64
                                    

"Dari arah sini, gedung yang ada di sebelah kiri adalah asrama perempuan, dan gedung yang ada di sebelah kanan adalah asrama laki-laki. Di dalam amplop yang kalian bawa, ada sebuah kunci dengan ukiran nomor kamar kalian. Nomor kamar satu hingga seratus lima puluh ada di lantai satu. Seterusnya hingga lantai delapan."

Kaori meremas amlop yang dia genggam, kemudian hati-hati membuka stempel merah yang merekatkan amplop. Benar saja, selain sebuah kertas, terdapat sebuah kunci di dalamnya. Kaori mengambil kunci itu, berwarna perak dan cukup berat, dan berukiran angka 276 di pantat.

"Nah, ada lagi yang masih ingin kalian tanyakan sampai di sini?"

Kaori memasukkan kembali kunci itu ke dalam amplop, kemudian mengangkat pandangan, diam-diam memberikan atensinya pada seorang pria paruh baya yang mereka temui ketika keluar dari ruang kepala sekolah. Pria itu kemudian dengan senang hati menunjukkan jalan keluar melalui bagian belakang kastil, mengantarkan mereka menuju asrama.

Di belakang gedung akademi yang berwujud kastil itu, berdiri gedung hitam kembar yang saling berhadapan. Gedung kembar yang terlihat horor di tengah kegelapan. Dua gedung itu dipisahkan dengan taman yang memanjang di antara keduanya. Dan di tengah panjangnya taman itu, terdapat sebuah air mancur yang terbuat dari beton atau entah apa, yang jelas berwarna putih dan berpendar cantik. Air yang mengucur pun terlihat berkilauan.

Sejauh ini, segala yang Kaori lihat segalanya berpendar, selain kedua gedung kembar yang disebut asrama itu.

"Jika belum ada pertanyaan lagi, sebaiknya kalian segera beristirahat. Besok kalian harus sudah mulai mengikuti kegiatan, jadi pastikan kalian mengembalikan stamina kalian dengan benar."

Kaori kembali menatap pria paruh baya itu. Dia memakai seragam serba hitam, sama seperti seragam laki-laki yang menjemputnya dari rumah yang penuh dengan kematian. Perbedaannya, seragam pria ini memiliki pangkat perak berumbai putih di kedua bahunya, dan di sebelah kanan dadanya, terjahit nama yang tidak bisa Kaori baca. Juga di sebelah kiri dadanya, terdapat beberapa lencana perak yang tidak bisa Kaori lihat dengan jelas apa yang terukir di sana.

"Semoga kita bertemu lagi di masa depan. Selamat malam, semuanya."

Pria itu tersenyum hingga matanya menghilang menyerupai garis. Sebenarnya, Kaori tidak yakin apakah pria itu pernah tidak tersenyum. Matanya terus membentuk garis yang menunjukkan keramahan, tetapi itu jadi membuat Kaori bingung bagaimana pria paruh baya itu melihat jalan dan mampu menunjukkannya pada mereka.

Setelah mengangguk, pria itu berbalik, meninggalkan mereka bertujuh yang masih mempelajari kunci masing-masing dan gedung asrama kembar dengan seksama.

"Jadi, kita akan berpisah di sini?"

Kaori menatap ke arah Jaac yang akhirnya memecah keheningan setelah pria tadi berlalu.

"Kecuali kalau kalian para laki-laki mau mengikuti kami ke asrama perempuan." Aalisha menyeletuk, kemudian menyeringai ketika mendapati Jaac mengerutkan kening kesal. Membuat Kaori merasa aneh, kenapa mereka bisa secepat ini menjadi dekat satu sama lain?

"Tidak, terima kasih." Jaac mengatakannya dengan manyun, kemudian berjalan duluan menyusuri taman panjang berbata merah yang dengan rapi tersusun sebagai tempat berpijak. Atreo mengikutinya dengan tampak ogah-ogahan.

Aalisha dan Alka saling melemparkan pandangan, lalu tertawa satu sama lain.

Kaori mengejap memperhatikannya. Mereka berdua juga sangat dekat.

Entah itu Jaac, Aalisha, maupun Alka, mereka terlihat sangat cepat beradaptasi, tampak cukup antusias berada di tempat ini. Padahal mereka sama-sama bukan berasal dari dunia ini, padahal mereka sama-sama berada di tempat antah berantah saat ini, tetapi tidak tahu kenapa mereka terlihat menikmatinya, seolah sedang piknik.

[Para] Tentara LangitHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin