006 - Acacio Academy

450 126 30
                                    

Tempat yang begitu asing. Tempat yang begitu menakjubkan. Tempat yang tak pernah terkira akan ada.

Orang-orang yang begitu asing. Orang-orang yang begitu menakjubkan. Orang-orang yang hebat yang tak pernah terpikirkan.

Kebudayaan yang begitu asing. Pakaian yang begitu luar biasa, yang menutup hampir seluruh tubuh meski membuat kegerahan. Segalanya yang tampak seperti tak nyata.

Bangunan-bangunan yang begitu besar dan kokoh. Tempat tidur yang sangat empuk. Penerangan-penerangan yang tak perlu menggunakan api dan bisa digantung di langit-langit. Orang-orang dengan kulit yang berbeda-beda, rambut dengan berbagai macam warna, dan mata yang berkilau dengan cemerlangnya.

Segalanya adalah hal baru dan masih terlalu fantasi untuk bisa dianggap sebagai kenyataan. Segalanya membuat terlena, terlampau indah bahkan hanya untuk dimimpikan. Segalanya ada di luar batas imajinasi dan butuh waktu selamanya untuk memproses semua hal baru ini, apalagi untuk merasa terbiasa.

Tetapi gadis bermata setajam elang itu benar, ini semua bukanlah dunianya. Bahkan jika ini semua terbukti nyata, ini bukanlah tempat di mana dia seharusnya berada.

"Zeebonia terdaftar sebagai Tentara Langit."

Zeeb menurunkan tangannya hingga jatuh ke samping tubuh. Matanya menatap karya di hadapannya yang begitu mewah. Dia bisa melihat langit bertabur bintang tanpa harus menatap langit yang sesungguhnya. Jika orang berkata bahwa ini bukanlah gambar buatan manusia dan menyatakan bahwa potongan langit dipindahkan ke sana, Zeeb pastilah akan percaya.

"Zeeb."

Suara itu membuat Zeeb tersentak dan buru-buru menoleh. Matanya yang gelap langsung bertumbukan dengan sepasang mata lain yang berwarna terang. Sepasang mata yang begitu ekspresif dan aktif mengutarakan sesuatu, seperti mata Aus, adik satu-satunya yang masih begitu kecil, mungil, dan lugu. Mata gadis ini bahkan sudah bertanya sebelum dia mengeluarkan kata-kata.

"Kamu ingin pulang?"

Pertanyaan itu hanya Zeeb jawab dengan anggukan. Dia masih cukup terkejut mendapati gadis pendek dengan rambut merah ini ada di dekatnya. Mungkin dia kembali saat menyadari Zeeb tidak ada dalam rombongan.

Lorong besar terlihat lengang saat hanya ada mereka berdua, memberi Zeeb sensasi yang asing. Bukan jarang Zeeb ada sendirian di tengah hutan. Tetapi ini pertama kalinya Zeeb benar-benar merasakan apa itu yang dinamakan sepi.

Tempat yang begitu lapang tanpa pepohonan. Udara yang begitu tenang tanpa angin. Suasana yang begitu sepi tanpa jangkrik dan hewan hutan lainnya. Benar-benar perasaan yang baru.

Selain gadis bermata elang yang sempat tampak syok dan kemudian berlari entah ke mana, yang lain memutuskan untuk kembali ke kelas dulu, sebelum kemudian pergi ke kantin. Pria bernama Ergo tadi yang memintanya.

Tetapi, Zeeb tidak bisa pergi bersama mereka ketika memikirkan ucapan gadis elang itu, tentang bahwa tempat ini bukan dunianya. Dan memikirkan bahwa apa yang dia katakan adalah hal yang benar.

Gadis di hadapan Zeeb ini mengejapkan matanya yang besar. Kepalanya mendongak demi usahanya untuk dapat menatap Zeeb yang jauh lebih tinggi dua kepala dari dirinya. Dan Zeeb masih menatapnya dalam-dalam, belum bisa berhenti mengagumi sepasang bola mata sewarna tembaga yang begitu bersinar di sana. Benar-benar menarik. Benar-benar indah.

"Kenapa kamu ingin pulang, Zeeb?"

Giliran Zeeb yang mengejapkan mata, tersadar dari hipnotis warna tembaga yang bersinar dalam tubuh seorang manusia.

Apakah Zeeb ingin pulang? Zeeb hanya merasa ini bukanlah dunianya. Jika diingat-ingat, Zeeb bahkan justru ingin kabur dari perkemahannya, kabur dari Karo, kabur ke suatu tempat untuk beberapa lama sampai aibnya hilang. Itulah alasan kenapa Zeeb mengikuti seorang pria asing dan tiba di tempat ini, bukan?

Perempuan itu sedikit mengangkat lengan kirinya, menatap pergelangan tangan. Garis merah bekas luka karena duri dari belukar liar masih memanjang di sana, menggores simbol kelahirannya sekaligus lambang perkampungan.

Menurut apa yang disampaikan Ergo, waktu untuk Zeeb kembali pulang masih lama. Setidaknya, cukup lama hingga membuat bekas luka ini menghilang dengan sempurna. Cukup lama untuk menghilang dari pandangan Karo, membuat kakek tua itu menyerah menjadikan Zeeb sebagai kepala kampung. Sepertinya itu semua sudah cukup memberi Zeeb alasan untuk pulang?

Zeeb punya keluarga yang dia tinggalkan. Zeeb tidak bisa membayangkan bagaimana mamaknya mungkin akan kalang kabut saat menyadari dirinya hilang dalam waktu yang lama. Zeeb memang terkadang tidak kembali ke perkemahan, tetapi itu hanya untuk beberapa malam saja. Zeeb juga masih punya Aus untuk diurus.

Zeeb setengah yakin jika saat dia kembali, dia akan mendapatkan hidupnya kembali tenang seperti sedia kala, seperti saat sebelum Karo terus-terus mengusik dirinya untuk menjadi kepala perkampungan. Ya, itu adalah alasan tepat kenapa Zeeb pulang. Kehidupan yang normal.

Dan benar juga. Ao. Zeeb bahkan meinggalkan Ao dalam keadaan tertidur sendirian di hutan dalam. Ah, tapi itu tidak akan jadi masalah. Tidak apa-apa. Mungkin Ao hanya akan gelisah mencari dirinya. Tapi dia pasti bisa mencari jalan pulang.

"Zeeb?"

Suara gadis berambut merah itu kembali menyentak Zeeb. Mata gadis itu masih menatap Zeeb seolah menunggu jawaban, membuat Zeeb sadar dirinya memang belum menjawab petanyaannya sebelumnya.

"Ao."

Jawab Zeeb akhirnya. Terlalu banyak yang dia pikirkan sampai tidak tahu lagi harus berkata apa. Dan lagipula, Ao memang menjadi salah satu alasannya untuk pulang. Temannya sejak kecil itu mungkin bisa mati kesepian karena tidak bisa bertemu dengan Zeeb.

Gadis dihadapan Zeeb mengejapkan matanya berkali-kali, membuat Zeeb merasa geli dan ingin menangkup wajah bulat itu dengan kedua telapak tangannya.

"Eum, ya ... oke. Kamu ingin pulang karena Ao. Kalau begitu, kita sekarang makan dulu? Bagaimana?" tawar gadis itu. Kini giliran Zeeb yang mengejap. Baru tadi mereka memakan makanan keras namun lembut yang katanya disebut roti. Sekarang, mereka akan makan lagi?

Memang sih, perut Zeeb terasa kosong. Makanan tadi sama sekali tidak mengganjal perutnya. Tetapi, mengingat dirinya yang sekarang merasa lapar, Zeeb jadi memikirkan si gadis elang yang tadi pagi mengambil jatah paling sedikit, agar Zeeb dan gadis rambut merah dihadapannya ini bisa makan lebih banyak. Dia juga menyisakan jatah rotinya untuk diberikan pada dua anak laki-laki yang tidak datang untuk makan. 

Gadis itu, sekarang, pasti sangat kelaparan, kan?

Zeeb mencoba memikirkan siapa namanya. Kalau tidak salah,

"Elsi?"

Gadis dihadapan Zeeb itu tersenyum.

"Jangan khawatirkan Elsi. Ergo bilang dia akan mencarinya. Kita makan dulu sekarang, sekalian membawakan makanan untuk Elsi. Takutnya saat dia kembali nanti, dia sudah terlambat seperti Jaac dan Atreo tadi pagi."

|°|°|

Fun fact:
Apakah kalian bisa menebak siapa gadis yang jadi lawan bicara Zeeb sepanjang part ini? //oke, ini bukan fun fact sama sekali.

23Jun20-rev

[Para] Tentara LangitWhere stories live. Discover now