TAKDIR

721 132 9
                                    


********

"Park Shinhye."

Guru Yoo memanggil nama gadis itu untuk maju ke depan. Hari ini adalah waktunya bagi murid kelas 3 untuk melakukan konsultasi seputar pemilihan perguruan tinggi yang ingin mereka masuki. Dengan langkah malas Shinhye berjalan ke depan dan duduk berhadapan dengan wali kelasnya.

"Apa yang terjadi dengan wajahmu?"

Shinhye meraba pelan luka yang ada di sisi bibir kanannya. Meski sudah ditutupi oleh plester, tetap saja lebam kebiruan yang ada di sekitarnya terlihat dengan jelas. Beruntung kemarin ia tidak perlu ke sekolah. Jika saja sang guru melihat keadaan wajahnya kemarim yang jauh lebih parah daripada hari ini.

Tidak ingin membuat sang wali kelas khawatir, ia mencoba mengelak. "Tidak apa-apa. Hanya tidak sengaja menabrak sesuatu."

Jawabannya tentu saja tidak masuk akal. Tapi guru muda itu tahu bertanya lebih lanjut tidak akan menghasilkan apapun. Maka ia memilih tidak memperpanjang masalah dan memulai konsultasi mereka.

"Kau." Guru Yoo menunjuk pada kolom yang dibiarkan kosong oleh Shinhye. "Kau tidak menuliskan universitas yang kau inginkan di kertas ini."

"Aku tidak berminat untuk kuliah," jawab gadis itu santai.

"Park Shinhye!"

"Aku tidak akan kuliah, Ssaem." Shinhye menjawab dengan lebih tegas.

Jawaban sang murid membuat guru Yoo menarik napas dalam lalu mengeluarkannya pelan. Ia mencoba menahan emosi yang tiba-tiba datang. "Katakan alasannya. Kenapa kau tidak ingin melanjutkan ke perguruan tinggi?"

"Aku tidak punya uang."

Sekali lagi guru Yoo menarik napas dalam, menenangkan diri. Pengalamannya memang minim, tapi ia tahu bentakan dan amarah tidak akan membuat murid-murid mau mendengarkannya. Ia harus menggunakan pendekatan yang lebih lembut. Apalagi untuk tipe murid seperti yang sedang dihadapinya saat ini.

"Kita bisa mencari beasiswa untukmu Shinhye. Seonsangnim yakin akan ada banyak kesempatan beasiswa untukmu." Ia mencoba membujuk murid paling pandai di kelasnya itu.

Keadaan ekonomi keluarga Shinhye memang tidak baik, tapi gadis itu bisa mendapatkan beasiswa untuk kuliah, sama seperti beasiswa yang ia dapatkan di sekolah ini. Bagi murid dengan tingkat kecerdasan seperti Shinhye, sangat sayang rasanya jika tidak melanjutkan pendidikannya.

"Ibu akan mencoba mencarikan beasiswa untukmu. Jadi....--"

"Tidak perlu," potong Shinhye cepat. Ia mencoba memberikan senyum terbaiknya.

Gadis muda itu tahu betapa sang wali kelas sangat memperhatikannya, tapi ia sudah kukuh pada pendiriannya untuk tidak melanjut ke perguruan tinggi.

"Meski aku mendapat beasiswa, tapi aku masih harus membiayai hidupku. Daripada harus menghabiskan uang untuk biaya yang lain, lebih baik aku bekerja."

Guru Yoo lagi-lagi mengembuskan napas pelan. Kata-kata Shinhye barusan tidak bisa dia bantah lagi. "Baiklah. Kalau begitu kau boleh kembali ke tempatmu."

Shinhye menunduk hormat lalu kembali ke tempat duduknya lagi. Ia tahu wali kelasnya pasti merasa kecewa dengan keputusan yang dia buat.

Sesungguhnya dirinya sendiri pun merasakan kekecewaan yang mungkin jauh lebih besar lagi. Tapi apa mau dikata? Dia lahir bukan dari keluarga kaya raya yang bisa mewujudkan setiap impian dan cita.

Ia tentu saja merasa iri dengan mereka yang lahir dari orangtua berkecukupan. Sebut saja Park Boyoung, teman sekelasnya yang baru saja memulai sesi konsultasinya. Shinhye berani menjamin, ke mana pun gadis bertubuh mungil itu ingin melanjutkan kuliah, orangtuanya pasti akan mampu membiayai.

GOOD PERSONWhere stories live. Discover now