RENCANA YANG TERUNGKAP

878 163 9
                                    

**********

"Kau masih marah?"

Yonghwa menghela napas berat saat Boyoung tetap diam, tidak mau menjawab pertanyaannya. Sepanjang perjalanan pulang wanita itu sama sekali tak bersuara meski ia terus mencoba mengajaknya bicara. Ini kali pertama Boyoung mendiamkannya. Padahal biasanya wanita itu selalu punya seribu satu cerita yang bisa dibagikan.

Mereka hampir tiba di kediaman keluarga Park saat Yonghwa menghentikan mobilnya di sebuah taman kecil dekat sana. Ia harus memastikan kemarahan sang sahabat telah mereda.

"Oppa minta maaf, ya?"

Bujukan lembut itu seharusnya bisa membuat wanita itu luluh. Sayang, kemarahan yang dipendam terlalu besar saat ini. Boyoung melemparkan pandangan keluar jendela, mengacuhkan Yonghwa sepenuhnya.

Desahan berat kembali terdengar. "Baiklah. Katakan apa yang harus oppa lakukan agar kau mau memaafkan oppa."

Bujukan Yonghwa kali ini sepertinya berhasil. Wanita itu mengalihkan tatapan dari jendela, memandang sang pria yang begitu disukainya dengan senyum kemenangan. "Apa saja?" Tanyanya memastikan

Yonghwa mengangguk yakin. "Apa saja."

"Kalau begitu aku ingin oppa memecat Shinhye."

Permintaan itu membuat Yonghwa melongo untuk beberapa lama. Ia pikir Boyoung akan meminta tas, sepatu, atau hadiah jalan-jalan seperti biasanya. Namun di luar dugaan, wanita itu meminta hal yang sangat mustahil.

"Itu tidak mungkin, Boyoung-yah."

"Kenapa tidak mungkin?" Boyoung bertanya menantang.

Yonghwa menghela napas keras. "Karena Shinhye tidak melakukan kesalahan apapun. Tidak mungkin oppa memecatnya."

"Wanita penggoda itu membuat oppa terlambat menjemputku. Apa itu bukan sebuah kesalahan?"

"Dia bukan wanita penggoda, Boyoung!" Sentak Yonghwa keras. Tidak sadar ia sedikit menaikkan nada suara, membuat Boyoung terperanjat kaget.

Mata bulatnya mulai berkaca-kaca. Ada rasa takut, sedih dan kecewa yang menyelimuti. Untuk pertama kalinya Yonghwa membentak, dan itu semua terjadi karena seorang Park Shinhye.

Yonghwa memejamkan mata kuat-kuat. Ia mengusap wajahnya dengan kasar. Sadar dengan tindakannya yang di luar kendali. Tidak seharusnya ia membentak meskipun kata-kata Boyoung sebenarnya melewati batas yang bisa ditoleransi.

"Sudahlah, kita pulang. Aku rasa kau terlalu lelah." Yonghwa kembali menyalakan mesin mobil. Lebih baik segera pulang dan beristirahat. Smeoga esok pagi pikiran mereka bisa  kembali jernih.

**********


123.... 124.... 125... 126.... 127....

Hitungan detik itu berhenti saat pintu kamar Shinhye dibuka dengan kasar oleh seseorang. Dua menit tujuh detik. Rekor waktu yang menurutnya amat sangat fantastis.

Shinhye mulai menghitung dari balkon lantai dua kamarnya sejak melihat mobil Yonghwa berhenti di depan gerbang, mengantarkan Boyoung pulang. Ia pikir sang tuan putri akan sampai ke kamarnya dalam waktu lebih dari lima menit, namun dugaannya salah besar. Kurang dari setengah waktu perkiraan, Boyoung sudah berdiri di tengah kamarnya dengan wajah memerah menahan marah.

"Apa yang sebenarnya kau inginkan?" Boyoung bertanya dengan suara rendah, nyaris berbisik.

Pertanyaan itu dijawab dengan sebuah senyuman sinis. Shinhye sama sekali tidak terintimidasi oleh nada suara Boyoung yang begitu tajam. Ia bahkan sudah menyiapkan diri kalau-kalau wanita itu menyerangnya secara fisik, menjambak atau menampar seperti yang sudah-sudah.

GOOD PERSONWhere stories live. Discover now