Pertengkaran Pertama

680 116 15
                                    

***********



Shinhye menahan kemarahan saat mobil sedan yang ia tumpangi berhenti di depan penjara tengah kota. Matanya berkilat tajam menatap pria yang tengah melepas sabuk pengaman.

"Kita sudah sampai."

"Jung Yonghwa-ssi." Shinhye menggertakan gigi. Marah dan merasa tertipu.

Ia pikir ajakan Yonghwa beberapa hari lalu adalah sebuah ajakan kencan. Ternyata ia terlalu naif menyimpulkan. Bukannya pergi ke tempat-tempat indah, atau sekadar pusat perbelanjaan dan bioskop, pria itu malah membawanya ke tempat ini. Penjara tempat ayahnya mendekam hampir sepuluh tahun lamanya.

Terakhir kali Shinhye menginjakkan kaki di tempat ini adalah kala ia memutuskan untuk diadopsi oleh keluarga Park. Hari itu juga menjadi kali terakhir ia bertatap muka dengan Myungsoo. Kali terakhir Shinhye merasakan kemurkaan pria itu dan mendengar semua umpatan sumpah serapah dari mulutnya yang masih saja kasar.

"Untuk apa kau membawaku ke sini?"

"Mengunjungi ayahmu."

"Apa?" Shinhye berterik marah.

Kenangan bersama Myungsoo lebih banyak menyisakan luka dan sakit. Bukan hal yang aneh jika ia tidak ingin menemuinya lagi. Namun Yonghwa justru membawanya ke sini dengan semena-mena. Jelas saja Shinhye murka.

"Dari mana kau tahu tentang orang itu?" Yonghwa terdiam. Enggan menjawab. "Boyoung?" Tebaknya.

Pria itu menggeleng. Sayang, ia bukan seorang pembohong ulung. Sekali lihat saja Shinhye sudah tahu bahwa pria itu berbohong. Tujuannya jelas, untuk melindungi Boyoung dari semburan kemarahan.

"Shinhye." Yonghwa menghela napas keras ketika wanita itu keluar dari mobil dengan tiba-tiba dan berjalan cepat mencari kendaraan umum. Ia menarik tangan gadis itu, menghentikannya sebelum sempat memanggil sebuah taksi.

Shinhye berusaha memberontak tetapi tangannya dicengkram lebih kuat. Pergerakannya dikunci. Wanita itu hanya bisa melawan dengan tatapan mata tajam yang menguliti. Bibirnya terkatup rapat, menolak bersuara. Hanya sorot matanya yang memicing mengantarkan aura permusuhan.

Yonghwa menarik napas dalam-dalam. Ia telah menduga jika wanita itu akan bereaksi seperti ini. "Kau tidak pernah menjenguk ayahmu selama sepuluh tahun ini. Apa itu tidak keterlaluan?"

"Itu bukan urusanmu!" Shinhye membentak. Ia menatap tajam Yonghwa. Matanya menyalak. Seolah memperingatkan agar tidak mengintervensi tentang hal ini. Pria itu bisa saja mencampuri semua urusannya, tapi tidak untuk masalah satu ini.

Yonghwa menarik napas dalam-dalam. Tidak ingin membuat wanita itu marah namun ia juga telah bertekad untuk membawa Shinhye menemui sang ayah. Ini bukan sekadar karena provokasi Boyoung. Ia justru melakukan ini demi Shinhye sendiri, untuk kebaikan sang kekasih hati.

Saat memutuskan untuk mencintai wanita itu, Yonghwa telah berjanji untuk menerima semua hal tentang dirinya. Tidak berhenti di situ, ia juga ingin bisa memeluk luka sang pujaan, menyembuhkan semua dendam dan kemarahan, termasuk akar pahit yang ia miliki kepada sang ayah.

"Sepuluh menit. Tidak. Bahkan lima menit pun tidak apa-apa. Ayahmu pasti rindu denganmu."

Mata bulat itu menyalak marah. "Rindu? Jangan bersikap sok tahu. Aku berani bertaruh dia hanya akan menyuarakan sumpah serapah jika kami bertemu."

"Shinhye, itu semua adalah masa lalu. Kau harus bisa memaafkan. Aku yakin dia telah menyesali semuanya. Biar bagaimanapun kau adalah putrinya. Jauh di lubuk hatinya ayahmu pasti menyayangimu."

GOOD PERSONWhere stories live. Discover now