3 - Unexpectedly

348K 19.3K 524
                                    

"Berisik!" sentak lelaki itu. Alea menghela nafas sejenak.

"Gue takut duduk miring begini! Kalo gue jatoh gimana?" tanya Alea panik. Lelaki itu menarik nafas gusar.

"Lebay lo! Nenek-nenek duduk miring aja nggak pernah jatoh," jawab lelaki itu. Alea terdiam, tetapi sesungguhnya ia sangat takut jika ia akan terjatuh di jalan.

Lelaki itu menambah kecepatan dengan mengegas motornya lebih kencang, Alea spontan mencengkram kuat baju lelaki yang didepannya lalu memeluknya dari belakang. Lelaki itu menatap tangan Alea yang memeluknya, lalu menepis tangan Alea.

"Maaf,"

Kruk. Kruk. Kruk.
Suara itu terdengar dari perut Alea, Alea membuang wajahnya. Tentu ia sangat malu. Semoga dia tak mendengar suara perut Alea yang berbunyi. Ia memang belum makan dari tadi siang. Ia sibuk mencari Wakil Ketua OSIS sehingga lupa makan siang.

Lelaki itu terus melaju, Alea baru tersadar jika ini bukan arah menuju rumahnya. Alea menepuk pundak lelaki yang didepannya.

"Eh! Eh! Ini bukan arah ke rumah gue!" pekik Alea.

"Iya emang nggak kerumah lo," jawab lelaki itu dengan santai.

"Lo mau bawa gue kemana?!" tanya Alea panik. Lelaki itu berdecak kesal.

Mereka berhenti disalah satu restaurant didekat sekolah mereka.

"Suara perut lo itu ganggu banget tau nggak? Udah deh kita makan aja dulu, tenang gue yang bayar! Ayo!" Pipi Alea memerah ketika ternyata lelaki itu mendengar suara perutnya tadi. Ia menundukan kepalanya, lelaki itu sudah terlebih dahulu berjalan. Alea mencoba turun dari motor dan berjalan pelan, tetapi kakinya terasa sakit sekali.

"A—ah!" Ringis Alea seraya memegangi kakinya.

"Ayo!" Lelaki itu merangkul dan menuntun Alea ke dalam. Alea melihat tangan yang menyentuh bahunya, kenapa? Kenapa rasanya sama? Jantungnya berdebar lebih cepat saat ini. Padahal Alea belum mengenal lelaki itu, hanya karena wajahnya mirip dengan mantan kekasihnya. Masa iya, Alea merasakan debaran yang sama?

"Lo mau makan apa?"

"Nggak ah!" tolak Alea.

"Lo aja nggak kenal gue, ngapain bayarin gue?"

Lelaki itu berdecak kesal.

"Lo diem disitu ya!" suruh lelaki itu. Alea mengangguk pelan.

"Permisi mbak, nasi goreng specialnya 2, sandwichnya 2, ice tea-nya 2, sama air mineralnya 2,"

"Nasi goreng specialnya 2, sandwichnya 2, ice tea-nya 2, air mineralnya 2 jadi Rp. 159.000-, mas," Lelaki itu mengeluarkan dua lembar uang seratus ribuan.

"Oh iya mbak, ada kotak P3K nggak?" Pinta lelaki itu.

"Ada ada, sebentar ya mas," Kasir itu memberikan kotak itu kepadanya. Lalu ia kembali ke meja mereka.

Ia menarik kaki Alea pelan agar kakinya bisa lurus.

"Eh! Nggak sopan banget sih lo megang-meg—Aah sakit!" Ringis Alea ketika lelaki itu meneteskan obat ke bagian lukanya.

"Diem! Kalo nggak diobatin kaki lo bisa infeksi, nanti ujung-ujungnya gue yang disalahin," suruh lelaki itu. Alea menatap lelaki yang tengah mengobati kakinya. Walaupun wajahnya mungkin tak terkontrol sekarang, karena lukanya sangat perih. Apalagi jika terkena obat atau alkohol.

"Kenapa muka lo harus mirip sama dia sih?" Batin Alea. Setiap ia melihat wajah lelaki yang didepannya, pasti ia teringat seseorang di masa lalunya. Alea menatap lelaki itu lekat, cukup lama.

The Other Side [Telah Difilmkan & Diterbitkan]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang