20 - Secret Place

247K 13.3K 53
                                    

Semenjak hari itu, mereka berdua menjadi semakin canggung. Dan kejadian-kejadian serupa terus terjadi. Alea yang semakin tidak mengerti dengan Revo tidak mencoba untuk mencari tahu apapun.

Sayangnya, mereka tidak pernah berbicara banyak atau bertengkar seperti dulu lagi. Semuanya berjalan layaknya senior dan junior pada umumnya. Namun karena kekesalannya, jujur Alea terkadang memikirkan Revo dan sikapnya.

--

Sore ini, Alea harus pulang terlambat lagi karena ulangan susulan pelajaran fisika dengan Bu Lidya yang harusnya dilakukan beberapa minggu yang lalu. Sekarang waktu menunjukkan pukul 17.30 dan Alea masih di sekolah.

"Akhirnya, bebas juga gue," Alea merenggangkan otot-ototnya yang kaku karena Fisika. Ia mengambil tasnya dan bergegas untuk pulang.

"Alea, ibu buru-buru mau ada acara mendadak. Kamu tolong kasih kunci ini ke Mang Udin ya?" pinta Bu Lidya. Alea menghela nafas kesal, padahal ia ingin langsung pulang.

"Mang Udin dimana, Bu?"

"Nggak tau, kamu cari aja. Anak cantik." Bu Lidya mencolek dagu Alea. Alea dengan terpaksa mencari Mang Udin diseluruh koridor sekolah. Sekolah sudah seperti tidak ada kehidupan, sangat sepi.

"Mang Udin!" teriak Alea dan segera menghampiri lelaki paruh baya itu dengan nafas tersengal-sengal.

"Eh neng cantik, ada apa neng?" tanya Mang Udin.

"Saya disuruh Bu Lidya ngasih kunci ini ke mamang." Alea memberikan kunci itu kepada pria itu.

"Oh iya makasih neng, saya duluan ya neng." Mang Udin bergegas pergi, entah kemana.

Niatnya Alea ingin pulang, namun ia melihat koridor sempit dibelakang sekolah yang tidak pernah ia kunjungi. Rasa penasaran pun mulai memenuhi isi kepalanya.

"Itu apa ya?" tanya Alea. Ia berjalan mendekati koridor itu.

"Eh jangan deh, balik aja."

"Tapi gue penasaran." Alea mendekati koridor sempit yang tersembunyi didekat kamar mandi pria. Itu pun tertutup oleh triplek sehingga tak semua orang menyadarinya.

Pelan-pelan Alea menyusuri koridor itu, ternyata itu jalan menuju rooftop sekolah. Alea baru tau, ternyata sekolah ini punya rooftop yang dapat menatap langsung langit senja yang indah.

Alea menyipitkan matanya, sepertinya ia tahu siapa sosok lelaki yang berada di ujung rooftop dengan rokok yang sedang ia hisap. Alea menggelengkan kepalanya, seperti tak mungkin.

Alea mendekati sosok itu ragu, iya dia Revo. Sebenarnya ia juga ragu untuk mendekatinya, namun pemandangan yang ada dihadapannya benar-benar tak bisa ia percaya.

Itu bukan Revo dengan pakaian, rambut, dan wajah yang rapi seperti biasanya. Rambutnya tampak acak-acakan, bajunya sudah berantakan dan dikeluarkan, dan dasi yang sudah tidak jelas alurnya. Wajahnya tampak memiliki banyak masalah, dan tatapan matanya yang tetap berisi. Tapi tenang, tampan dan wangi itu tetap melekat pada Revo. Selalu.

"Lo ngerokok?" tanya Alea dengan suara pelannya, namun membuat lelaki itu menoleh dan menatapnya lekat. Lalu kembali menoleh kearah depan dan menghisap batang rokoknya.

"Maaf kalo gue ganggu, gue balik." Alea bergegas kembali dari tempat itu. Namun, sebenarnya ia takut lelaki itu melakukan hal nekat.

"Duduk." Alea menatap pemandangan dibawahnya yang sangat tinggi.

"Nggak usah, gue mau balik."

"Duduk, Alea," paksanya dengan suara dinginnya. Lalu Alea duduk di tempat itu.

Ia menatap Revo sedikit takut.

"Lo tau tempat ini dari siapa?" tanya Revo.

"Gue tadi nyari Mang Udin, terus gue nggak sengaja liat koridor sempit. Gue penasaran, gue nggak tau kalo ini jalan ke rooftop." Alea menjelaskan, Revo mengangguk namun tetap menghisap rokoknya.

Alea sebenarnya paling tak suka bau rokok.

"Lo jangan kasih tau ke siapa-siapa tentang tempat ini." Revo kembali menghisap rokoknya.

"Bukannya ini tempat umum?"

"Pokoknya jangan," ujar Revo dengan nada yang cukup tegas membuat gadis itu hanya mengangguk.

Revo membuang puntung rokok itu dan kembali menghisap batang rokok yang baru. Entah sudah berapa batang. Alea bingung, harus bagaimana ia bisa pulang. Namun ia tak mau Revo terus menerus seperti ini.

'Kenapa gue harus peduli?' batin Alea bertanya-tanya.

"Uhuk ... huk." suara itu terdengar dari lelaki yang ada disampingnya.

"Huk." lelaki itu kembali terbatuk. Alea menghela nafas sejenak.

"Lo nggak biasa ngerokok ya?" tanya Alea, memang Revo bukan perokok akut. Ia hanya merokok dikala ia terkena masalah yang tak bisa ia hindari lagi, itu pun selalu terbatuk.

Revo tetap menghisap rokok itu dikala ia terbatuk.

PLUK' Alea melempar rokok yang sedang lelaki itu hisap dan bungkus rokoknya ke bawah. Mata lelaki itu menatap Alea tajam.

"Apaan sih lo?! Hah?!" bentak Revo dengan suara yang cukup kencang.

"Lo kalo punya otak dipake dikit, kek. Lo bego, tolol, apa bloon? Kalo udah tau lo nggak bisa ngerokok ya nggak usah ngerokok. Lo tadi udah batuk-batuk, terus ngapain lo ngerokok?" balas Alea seraya berdiri. Bodo amat jika Revo seniornya, tapi yang ia ucapkan memang benar.

"Apa masalahnya buat lo?" tanya Revo kesal lalu ikut berdiri dan mendekati gadis itu.

"Rokok nggak baik buat kesehatan lo, kalo lo tau lo nggak bisa ngerokok."

"Setiap masalah pasti ada jalan keluarnya, tapi menurut gue rokok nggak bakal bisa nyelesaiin masalah lo, bego!" sentak Alea.

"Terus, apa yang baik buat gue?!" bentak Revo dan terus mendekati gadis itu.

"Apa yang bisa nyelesaiin masalah gue?! Hah?!" Revo mendorong bahu Alea.

"APA?!" bentak Revo lagi dengan suara yang jauh lebih kencang dari tadi. Suaranya benar-benar menunjukkan jika ia sedang frustasi.

Revo memegangi dadanya yang mulai terasa sesak. Lalu ia tak lagi berdiri tegak, tubuhnya terjatuh secara perlahan. Dengan rasa sesak yang terus bertambah didalam dadanya.

'Aah, gila,' batin Revo. Ia terus memegangi dadanya yang sesak. Alea mulai menyadari itu, ia menyipitkan matanya dan mendekati lelaki itu.

Ia memegang punggung tangan lelaki itu.

"Rev, lo kenapa?" tanya Alea panik. Wajah Revo semakin pucat, keringat dingin pun bercucuran dari tubuhnya. Alea semakin panik.

"Lo kenapa, Rev?"

"Sak—it." Revo memegangi dadanya. Tak lama, ia terpingsan di pangkuan gadis itu. Sudah kedua kalinya, namun ini lebih menyeramkan.

"REVO!!!"

"Rev! Jangan pingsan dulu kek, gue nggak tau harus gimana. Sekolah udah sepi. Aduh." Alea menggaruk kepalanya dan terus menatap wajah pucat milik Revo. Ia melihat kunci mobil Revo di samping korek gas yang tidak ia buang.

"Nggak sopan sih, tapi mau gimana lagi?" Alea mengambil kunci mobil itu dan menuntun lelaki itu dengan tersengal-sengal. Sering kali ia ingin terjatuh.

Ia sudah berteriak minta tolong, meneriaki nama siapapun namun sepertinya sekolah ini sudah tidak ada kehidupan.

--

Author Note:
Revo kenapa? Maaf kalo tambah absurd. Jangan bosen baca ya, thanks for reading gengs. Love u more than u love this story❤

Alya Ranti

The Other Side [Telah Difilmkan & Diterbitkan]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang