22 - His Life

232K 14.1K 759
                                    

“Menurut lo, orang bodoh seperti apa yang nangis saat dia adalah alasan orang lain buat ketawa?” - Revo Adriano

---

"Nggak! Kamu jahat. Revoku mana?" isak Catherine, Mama Revo. Revo menatap mamanya dengan tatapan sendu.

"Ma, ini aku Revo," ujar Revo dengan selembut mungkin.

"Pergi! Kamu bukan Revo! Revoku masih kecil, nggak kayak kamu!" Catherine mendorong kuat tubuh Revo hingga tubuhnya sedikit terdorong ke belakang.

Catherine menyipitkan matanya.

"Putri cantik?" Catherine memanggil Alea yang berdiri tak jauh dari Revo. Alea menatap Revo sejenak, Revo hanya mengangguk pelan.

"Putri cantik, usir dia," suruh Catherine. Alea menatap Revo lagi, Revo menjauh dari ibunya namun masih dapat melihat ibunya.

Menyedihkan, pasti.

"Kamu cantik sekali." Catherine mengusap lembut wajah Alea dengan tangannya. Baru kali ini, Catherine dapat tersenyum lagi.

"Tante lebih cantik." Alea tersenyum manis.

"Putri cantik," panggil Catherine lagi.

"Kenapa Revo kecilku pergi? Aku sayang dia. Cuma dia yang aku punya, tapi aku belum bisa buat dia bahagia. Revoku mana?" tanya Catherine. Alea tersenyum tipis seraya mengelus rambut Catherine.

"Revo udah besar sekarang," jawab Alea.

"Dia juga sayang banget sama tante." Alea terus mengelus rambut Catherine.

"Bohong! Kenapa dia pergi?" tanya Catherine seraya menjambak rambut Alea.

"Mana Revo-ku?!" pekik Catherine. Alea hanya tersenyum, padahal ia menahan sakit. Mama Revo memang mengalami gangguan jiwa yang cukup parah, mungkin Alea tidak bisa mengucapkan yang sebenarnya.

"Revo lagi main," ujar Alea. Catherine melepas jambakannya dirambut Alea.

"Maafin aku, Putri Cantik," ujar Catherine. Alea hanya mengangguk.

"Revo main apa? Kenapa belum pulang?" tanya Catherine dengan nada khawatir.

"Revo lagi main masak-masakan, makanya dia belum pulang. Susah katanya," jawab Alea. Catherine tertawa sejenak seraya menggelengkan kepalanya.

"Revo-ku anak cowok, masa iya dia main masak-masakan?" tanya Catherine. Alea tersenyum tipis.

"Dia mau masak buat tante, makanya belajar masak-masakan dulu," jawab Alea.

"Kalo Revo udah selesai, dia pulang kan putri cantik?"

"Nggak, dia mau main barbie dulu. Biar bisa ngerawat tante," ujar Alea seraya terkekeh kecil. Catherine kembali tertawa lagi.

"Putri cantik, jagain Revo kecil-ku ya." Catherine mengusap lembut wajah Alea.

"Selalu."

"Putri cantik sayang kan sama Revo?" tanya Catherine. Alea terdiam sejenak, lalu menatap Revo lekat diseberang sana.

Alea hanya mengangguk seraya tersenyum.

"Ibu Catherine, waktunya istirahat," ujar Suster. Catherine menggelengkan kepalanya.

"Aku masih mau sama Putri Cantik."

"Tante istirahat ya, Putri Cantik mau tidur," ujar Alea seraya tersenyum. Catherine memainkan kukunya sendiri.

"Tapi nanti Putri Cantik kesini lagi ya?" tanya Catherine. Alea mengangguk.

"Aku boleh peluk Putri Cantik?" Alea mengangguk. Catherine memeluk Alea erat.

"Jagain Revo ya, Putri Cantik." Alea menahan tangisnya. Jadi, Revo harus menghadapi ini selama ini? Dibalik dirinya yang terlihat baik-baik saja?

"Dadah, Putri Cantik. Mimpi indah ya," ujar Catherine lalu masuk ke ruangannya. Alea menarik nafas sejenak lalu menghampiri Revo yang sedari tadi memperhatikannya dan ibunya. Matanya berkaca-kaca, rasanya semuanya berlebihan. Namun percayalah itu sangat mengharukan.

Revo menatap gadis itu lekat.

"Ck! Cengeng lo!"

"Menurut lo, orang bodoh seperti apa yang nangis saat dia adalah alasan orang lain buat ketawa?"

GLEP! Revo menarik tubuh Alea kedalam pelukannya. Tubuh Alea merinding hebat, bulu kuduknya seakan naik sendiri. Jantungnya berdebar sangat kencang, hatinya rasanya tak karuan. Sekarang ia berada tepat didepan dada bidang lelaki itu.

Alea mencoba melepaskan tubuhnya, ia tak mau jika Revo merasakan detak jantungnya yang berdebar sangat kencang saat ini. Namun, Revo kembali menarik tubuh gadis itu.

'Gila, jantung gue mau copot. Kalo dia ngerasa gimana?' batin Alea tak karuan.

Sekarang dagu Revo berada diatas kepala Alea. Ia memejamkan matanya. Ia memeluk Alea karena ia tak ingin Alea melihat dirinya menangis tanpa suara sekarang.

Entah mengapa, dirinya merasa sangat tenang saat memeluk gadis ini.
"Makasih bikin mama ketawa lagi."

Entah apa yang ia rasakan sekarang, rasanya campur aduk. Jantungnya berdebar sangat kencang. Revo pun dapat merasakan debaran yang sangat kencang itu.

"Rev.."

"Ini tempat umum." Revo mengusap air matanya lalu melepas tubuh Alea yang tadinya berada dalam dekapannya.

"Lo, deg-degan?" tanya Revo. Mata Alea membulat sempurna, pipinya menjadi memerah. Ia malu, malu sejadi-jadinya karena Revo menyadari itu.

"Ayo balik." Alea memasuki mobil Revo terlebih dahulu dengan pipinya yang merah padam. Revo terkekeh kecil, lalu ikut memasuki mobilnya.

"Balik ke rumah lo aja, biar dari sana gue balik sendiri. Lo kan masih sakit," ujar Alea tanpa menatap Revo.

"Lo belom jawab pertanyaan gue,"

"Pertanyaan apa?"

"Lo deg-degan?" tanya Revo lagi yang membuat pipi Alea semakin panas dan memerah.

"Udah ayo jalan." Revo tertawa seraya menggelengkan kepalanya. Memang ya, gadis ini selalu menjadi alasan semua orang tertawa.

Rasanya sudah setengah perjalanan, namun Alea merasa ini jalan menuju ke rumahnya.

"Rumah lo searah sama rumah gue ya?"

"Nggak."

"Kan gue bilang, nggak usah nganterin gue. Lo masih sakit!"

"Suka-suka gue lah." Revo menatap lurus jalan didepannya.

"Lo kenapa sih aneh banget? Lo nggak sadar lo masih sakit? Kalo misalnya lo balik terus kenapa-napa sama lo gimana?"

"Gue mati, tinggal dikubur. Tapi lo jangan nangis ya?" ledek Revo. Alea berdecak kesal.

"Gue serius."

"Ya gue juga serius. Eh jangan, nanti sayang."

--

Author Note:
Serius? Jadiannya kapan? Hehe maaf kalo feelnya disini nggak dapet. Jangan bosen ya, thanks for reading. Love u siomay❤

Alya Ranti

The Other Side [Telah Difilmkan & Diterbitkan]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang