[COMPLETED]
Ketika waktu berputar begitu cepat, rasanya ia tidak rela saat masa-masa bahagianya berakhir.
Waktu dan takdir bekerja sama atas kisah mereka, mempermainkan perasaan begitu saja sesuka hati.
Menerbangkan hati dengan rasa bahagianya, la...
Kamu itu sadar atau tidak kalau sudah menyakiti banyak hati perempuan karena harapan yang kamu kasih, terutama hatiku ini. •••
Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Cantika memelankan langkahnya saat ingin keluar dari masjid, menatap datar seseorang yang sedang memainkan ponselnya. Ia menggelengkan kepalanya, mencoba untuk tidak memikirkan Rian. Mengambil sepatunya yang berada di rak dan memakainya.
Sesekali ia melirik ke arah Rian yang masih sibuk dengan ponselnya, ia berdecak sebal saat lagi-lagi otak dan hatinya tidak sejalan.
Menghembuskan napasnya pelan, Cantika melangkahkan kakinya melewati Rian begitu saja. Ia mencoba untuk pura-pura tidak melihat keberadaan Rian.
"Cantik."
Cantika menghentikan langkahnya tanpa berbalik, kedua tangannya mengepal dengan erat.
Cantika mengerjap, menghembuskan napasnya pelan saat merasa dadanya berdenyut nyeri.
"Sorry gue gak bisa."
"Kenapa?"
Cantika membalikkan tubuhnya, menggelengkan kepalanya pelan, "gue pergi sama Kakak gue."
"Kemana?"
Cantika mengedikkan bahunya, "gak tau."
Rian menatap Cantika dengan curiga, merasa tidak percaya dengan alasan yang Cantika berikan. Ia menganggukan kepalanya pelan, mencoba mempercayai ucapan Cantika.
"Oke." Ia melangkahkan kakinya menaiki undakan anak tangga menuju lantai tiga.
Cantika menatap punggung tegap Rian dengan tatapan yang sulit diartikan. Menghembuskan napasnya pelan, tangannya memegang dadanya yang berdenyut sakit.
"Demi kebaikan gue, lebih baik gue nolak ajakan lo." Ia melangkahkan kakinya menuruni anak tangga menuju kelasnya, mencoba untuk tidak memikirkan Rian saat ini. ••• Ambar melirik ke dalam kelas, berdecak sebal saat jendela kelas tertutup oleh gorden biru.
"Padahal gue mau liat mereka nari apa?! Malah ditutup gordennya." Ambar mendengus sebal, duduk di sebelah Cantika yang terdiam. Ia melirik ke arah Cantika yang menatap lantai dengan tatapan kosong, menyenggol lengan Cantika pelan. "Kenapa lo? Ada masalah."