Amare #32

694 164 7
                                    

Pastikan kamu sudah vote sebelum membaca dan comment sesudah membaca😉

🍂🍂🍂

Chapter 32 - Regret

~

Should I See someone else? I wish I knew the answer.

🍂🍂🍂

ASRUL, Darsan, dan Darius menatap Raffael yang sedang duduk dikursi balkonnya sambil memegang gitar, dan sesekali memetiknya.

"Gue gak nyangka putus cinta itu bisa buat orang se desperate ini," celetuk Asrul yang sejak tadi berdiri didepan pintu dengan Darsan dan Darius.

"Gue gak desperate," sahut Raffael ketus sambil memetik gitarnya pelan.

Darius menggeleng pelan. "Gak desperate, lo bilang? Seharian ini, lo gak keluar rumah, woi!"

"Sabar," ucap Darsan sambil menepuk bahu Darius yang sepertinya sudah gemas pada Raffael.

"Lebih baik dia nolak gue, tapi gue masih bisa deket sama dia, dibanding jauh dari dia." Raffael menggelengkan kepalanya saat mengingat perkataan Dilla tadi malam.

Asrul mendengus geli. "Cewek masih banyak, Raff. Lo mau cari tipe kayak Dilla di sekolah kita juga pasti ada."

"Raff, lo dengerin gue. Sejak lo tampil di meja piket waktu class meeting kemarin, semua orang pada ngomongin lo, terutama cewek. Sekarang lo kalau mau cewek tinggal pilih," ujar Darsan sambil duduk disebelah Raffael.

"Tadi pagi nyokap lo nelfon kita, minta kita kesini, ternyata anaknya lagi putus cinta," cibir Darius yang membuat Raffael mendengus geli.

"Gue gak putus cinta," sahut Raffael malas. "Gue cuma.. lagi meratapi nasib aja."

Asrul terkekeh kecil. "Buktiin ke dia kalau lo masih bisa bangkit," ucapnya sambil menepuk bahu Raffael dua kali.

"Pasti dia punya alasan, kenapa dia minta gue buat ngejauh dari dia?" gumam Raffael yang masih bisa didengar oleh sahabatnya.

"Apapun alasannya, kalau dia berusaha nyelesain masalahnya sendiri, tanpa ngelibatin lu ke dalam masalah itu, tandanya dia gak percaya sama lo," ujar Darsan.

Raffael menyenderkan punggungnya pada sandaran kursi. Pandangan matanya menerawang ke depan, tapi pikirannya mencerna ucapan Darsan.

    "Menurut gue, mending lo terima. Pertukaran pelajar kan gak bakal lama."

  Raffael kembali mengingat perkataan Evan yang ia dengar beberapa minggu yang lalu.

"Gue lagi pertimbangin itu. Tapi, thanks ya, buat sarannya. Gue duluan."

Ya, pasti karena pertukaran pelajar sialan itu.

"Lo bertiga kelas IPS berapa?" tanya Raffael pada tiga sahabatnya.

"IPS 3. Kenapa?" tanya Darius balik.

"Gak apa-apa," sahut Raffael sambil tersenyum kecil. Sepertinya sudah saatnya untuk fokus pada cita-citanya.

💐💐💐

"JADI, ini rencana lo?"

Dilla menghembuskan napasnya kasar saat melihat Renata didepan kamarnya. Renata menggelengkan kepalanya, lalu duduk disebelah Dilla.

  "Sumpah, gue gak tau apa yang buat lo bikin rencana ini. Gue tahu ini yang terbaik buat lo. Tapi, kenapa sekarang lo keliatan gak punya semangat hidup gini?"

"Kadang, buat mendapatkan yang terbaik, kita harus ngerasain sakit dulu," gumam Dilla sambil memeluk bantalnya.

"Ya, tapi apa lo bakal terus-terusan kayak gini?"

Dilla tersenyum kecil. "Of course, not. Gue bakal pergi kesana beberapa hari lagi. Besok juga pesta -nya Ghina," sahutnya santai.

"Lo akan datang?" tanya Renata lagi.

"Ya, dia teman gue."

"Bagus, jangan berlarut-larut dalam kesedihan."

Dilla mengangguk, lalu membuka lemarinya. "Mending lo bantu gue packing!"

"Oke," sahut Renata. "Lo bakal bawa semua ini?" tanyanya.

"Enggak, yang cocok aja buat disana. Tolong bantu gue lipatin baju aja," pinta Dilla sambil menaruh beberapa pakaian diatas kasur.

"Apa rencana lo di ulang tahun Ghina nanti? Gak menutup kemungkinan kan, kalau nanti Raffael datang?"

"Ya, Evan ngajak gue kesana sebagai pasangannya. Temanya prince and princess, kan?" Entah mengapa, saat mengucapkan kalimat terakhir, nada bicara Dilla terdengar miris.

"Kok lo udah dapet pasangan aja?" Renata mendengus kesal.

"That's the part of that plan," sahut Dilla sambil menaikkan bahunya acuh.

"Menurut lo, gue harus datang sama siapa?" tanya Renata sambil melipat sweater Dilla.

  Dilla berpikir sebentar, mengingat teman sekelasnya satu persatu, lalu kembali memilih baju. "Kenapa gak sama Rayeen aja?" tanyanya tanpa menghentikan aktivitasnya.

  "Oh iya.. Rayeen," gumam Renata sambil mengangguk-anggukan kepalanya, lalu mulai sibuk dengan ponselnya.

  "Halo.. Rayeen?"

  "Kenapa, Ren?" Suara Rayeen diseberang sana terdengar memenuhi kamar Dilla. Cewek itu menggelengkan kepalanya. Ia bukan tipe orang yang kalau bertelepon menggunakan mode speaker, apalagi tentang masalah pribadi seperti itu.

  "Buat pesta besok.." nada suara Renata terdengar ragu. "Lo ada pasangan gak?" lanjut cewek itu.

  "Kenapa? Mau minta gue jadi pasangan lo?" tanya Rayeen yang membuat Dilla tergelak, sedangkan wajah Renata berubah masam.

  "Enggak, cuma tanya aja," sahut Renata dengan nada ketus.

  "Maksud gue, gak etis aja kalau lo yang minta gue jadi pasangan lo."

  "Terus?" tanya Renata yang ternyata masih belum mengerti.

  "Ren, will you be my princess for tomorrow night?" tanya Rayeen yang membuat tubuh Dilla menegang.

  Renata terkekeh pelan dengan pipi memerah, lalu menjawab, "I will."

  Dilla kembali mengingat saat Raffael menyatakan perasaannya kemarin. Saat pertama kalinya ia menolak keinginan hatinya untuk sekedar menjawab, "I will," tanpa ragu. Cewek itu menundukkan kepalanya, merasakan sejuta rasa penyesalan yang menghantuinya saat ini, atau mungkin selamanya.

💫💫💫

Amare [ALS #1] ✔️Onde histórias criam vida. Descubra agora