20. Putus

11.5K 2.5K 160
                                    

"Duduk, duduk."

"Duduk hei!"

"Masuk!"

Kelasku ricuh dan saat itu juga semuanya langsung duduk, tiba-tiba ada beberapa anak yang masuk sama guru juga.

"Bangsat." ini kata Eunbin.

Aku lihat Chaeyoung yang mejanya depan Nancy kayak ngegenggam sesuatu gitu ditangannya.

"Yong, over." kata Hwall ke Jinyoung.


"Jen! Jeno!" kata Jaemin yang dibelakangku.

Tapi yang dipanggil gak noleh. Mereka ngomongnya pada pelan-pelan tapi kedengeran.


"Anjing nih yang nyebar, katanya minggu depan."

"Simpan tas kalian di atas meja, dan jangan keluar dari kursi masing-masing."

Kita semua mulai taruh tas di atas meja dan mulai diperiksa.

"Permisi," kata yang dateng dan mulai meriksa tasku.

Mereka ini datengnya random, jadi gak berurut dari meja depan atau belakang, kanan atau kiri. Dari mana aja dulu. Ada empat orang, tiga nya mencar dan yang satunya diem di depan.

"LEE JENO, ROKOK."


Dengar itu aku langsung noleh ke orang yang namanya disebut. Gak aku aja, semua.













Selesai jam makan siang, kita balik ke kelas. Masih belum ada guru jadinya anak kelasan pada liar, kelas ricuh, ada yang keliaran di koridor, yang ke kantin lagi juga ada! Aku kebelet banget, daripada cari-cari temen dulu mending cepet ke toilet.

"Jel!"

"Bentar!" kataku ke Shuhua.

Aku keluar kelas, jalan agak cepet-cepet. Sesampenya di toilet aku langsung masuk salah satu bilik. Setelahnya aku keluar, tapi ada Chaeyoung lagi cuci tangan. Kayaknya baru dateng.

"Ngibrit banget lo."


Aku nyengir dan cuci tangan juga. Kayaknya dia lihat aku buru-buru tadi.

"Jel,"

"Hm?"

"Lo pacaran sama Jeno?"

Dengar itu aku diem. Ini Chaeyoung nanyanya nyeplos banget. Basa-basi dulu kek.

"Tau dari siapa?"

"Gue ada lihat lo dua kali barengan Jeno kali. Jadi bener?" tanya Chaeyoung.

Aku ketawa garing. Ya mau gimana lagi, terlanjur ketauan juga.

"Ya, gitu kayaknya?"

"Idih..."

"Ih basah!" kataku sambil nepis tangan Chaeyoung.

Lalu setelah puas kepo Chaeyoung masuk ke salah satu bilik disana. Tapi sial, aku gak sadar kalau ternyata selama kita ngobrol ada orang lain juga didalem toilet ini, di bilik ujung. Orang itu keluar, dan aku lihat dia dari cermin. Aku balik badan buru-buru.

"Su,"

"Sorry Jel, gue nguping." kata Shuhua.












Shuhua gak ngomong apapun lagi sama aku setelah dari toilet. Sedikit bikin aku ngerasa gak nyaman.

"Jangan gila." kata Nancy. "Lo gak akan tau sebelum lo coba ngomong."

"Gue," aku ngehela nafas. "Bukan karena takut gak punya temen. Tapi ngebayangin gue sama Shuhua jadi beda aja gue gak mau."

"Ini bukan salah siapapun, Jel. Keputusan ada di tangan lo dan kita gak tau kedepannya. Kalau keputusan lo mutus salah satu dari keduanya, gak ada jalan yang lebih baik. Semuanya bakal sakit, termasuk lo."

Kira-kira itu percakapan kita waktu Nancy nginep di rumah, sambil makan nasi buatan a Dery yang lembek karena kebanyakan air. Pulang sekolah aku telepon Jeno supaya dateng. Masalah ini harus selesai 'kan?

Aku duduk di salah satu bench, nunggu laki-laki mancung itu dateng. Aku harus siap sama apapun itu. Aku harus bisa dan harus mau. Bukan demi siapapun. Gak lama akhirnya, dia dateng.

"Gak langsung pulang?" katanya yang lihat aku masih seragaman sementara dia udah pake hoodie aja, kepalanya ditutup.

"Tadi disuruh apa di ruang guru?" tanyaku.

"Disuruh bawa rokok lagi."

"Gila!"

Dia ketawa kecil. Kalau sama Jeno akhir-akhir ini rasanya selalu gini, selalu bikin aku nyaman. Tapi gak boleh lagi. Sebelum perasaanku makin kacau, sore ini semuanya harus selesai. Aku yakin Jeno juga inget kalau ini hari terakhir. Beberapa detik gak ada suara, kita sama-sama natap lurus ke depan.

"Kita putus aja." kataku.

Dia diam.

"Ini udah satu minggu, sesuai perjanjian. Gue masih suka sama Jaemin, dan bakal terus gitu. Lo kalah."

"Jangan bercanda."

"Gue harus pulang." kataku sambil berdiri.

"Aku salah apa?"

"Gak salah apa-apa."

Aku balik badan waktu Jeno nahan tanganku.

"Bohong, jangan bohong."

"Emang lo bisa tau perasaan gue sampe bilang kalau gue bohong?" tanyaku.

"Kenapa tiba-tibaㅡ"

"Bukan tiba-tiba. Ini semua cuma sesuai perjanjiannya, Jeno."

"Kasih alesanㅡ"

"Berhenti maksain semuanya sesuai rencana lo!"

Jeno natap aku, dan aku ngindarin matanya.

"Oke. Maaf." katanya.

"Sesuai perjanjian, lo harus jauhin gue." kataku.

Dia ngangguk. Lalu aku langsung pergi dan gak mau lihat ke belakang lagi.

Jeno, yang kalah itu aku.

BLUE 📖 (✔)Where stories live. Discover now