Chapter 17

31.1K 3.7K 128
                                    

Setelah melalui perjalanan yang sempat terhenti tadi. Chun-lui kembali melanjutkan perjalanannya, kali ini iya bersama bocah menyebalkan yang terus mengoceh tanpa henti. Siapa lagi kalau bukan Taeil si bocah tengil itu.

Jujur saja, entah mengapa melihat Taeil perasaan Chun-lui sangat tenang.  Wajah Taeil cukup tampan untuk anak seusia 16 tahun, ia juga lelaki yang cukup tangguh untuk menahan hinaan-hinaan cemoohan orang-orang.

Di dalam hati Chun-lui, ada rasa ketertarikan yang dalam. Bukan perasaan wanita yang menyukai lelaki. Tetapi perasaan yang terikat, Chun-lui teringat anak kecil yang ia bunuh orang tuanya waktu di dunianya dulu. Entah mengapa perasaan bersalah itu mendarah daging di dalam benaknya yang paling dalam.

Tanpa terasa Chun-lui sampai ketujuannya. Karena Chun-lui berhenti mendadak menyebabkan Taeil menubruk punggung Chun-lui yang berjalan di belakangnya. Chun-lui berdecak sebal. Taeil mengalihkan atensinya untuk melihat sekitar, hingga timbulah pertanyaan di dalam hatinya.

'Arena pertarungan? Mengapa tuan ini kemari? Atau jangan-jangan!" Taeil menatap Chun-lui dengan wajah tertutupnya. 

Di arena tempat kemarin Chun-lui bertarung, entah kali ini suasananya sangat berbeda dari sebelumnya. Perasaan tidak enak itu kembali menyeruak seolah-seolah ingin memberi tahu akan ada kejadian yang mengejutkan.

Dua orang lelaki datang menghampiri Chun-lui. Lelaki yang satunya Chun-lui kenali sebagai pembawa acara kemarin dan yang satunya tidak ia kenali.

"Akhirnya kau datang juga, kami menunggumu pendekar Mo! Hari ini tuan kami ingin melihat pertunjukan pertarunganmu melawan seorang jenderal bernama jenderal Wen, tunjukanlah kemampuan dan kehebatanmu, di hadapan tuan kami, pendekar Mo!" jawab antusias pembawa acara itu.

Chun-lui menautkan alisnya, "Jenderal Wen? Bukankan dia jenderal istana? Siapa tuan yang kau maksud itu?" tanya Chun-lui yang tiba-tiba saja perasaannya kembali tidak enak.

"Aigo! Nanti kau akan tahu! Sekarang cepat masuk ke arena! Dan ah panggil saja aku Pei dan dia temanku Su." Kata pembawa acara itu yang namanya sedikit aneh Pei.

'Nama Pei? Kenapa tidak sekalian pai saja!? Ah aku jadi ingin makan pai!' batin Chun-lui. 
"Hey! Ayo cepat masuk ke arena!" tukas Pei mengejutkan Chun-lui yang sedang membayangkan pai buah kesukaannya.

"Tunggu, aku kemari ingin mengatakan kalau aku menolak..." Kata-kata Chun-lui terhenti karena Pei memotongnya. "Tidak ada penolakan!" seru Pei.

Padahal Chun-lui ingin mengatakan bahwa ia datang kemari ingin menolak tawaran menjadi seorang jenderal tuannya Pei.

"Cepatlah segera ke arena, tuan kami orang penting sudah menunggu kehadiranmu!" tukas Pei langsung mendorong tubuh pendekar.

"Aku bisa berjalan sendiri!" tukas Chun-lui. Pei menurunkan tangannya dari punggung pendekar Mo,  sambil tersenyum bodoh.

"Baiklah, cepat kesana! Jangan membuat tuan kami marah dan menunggumu." Jelas Pei.

Taeil menatap Chun-lui dengan penuh kebingungan ia tidak maksud dengan perkataan orang-orang yang tidak ia kenali tadi. Yang Taeil mengerti adalah tuan asing ini bernama pendekar Mo. Jadi selama ini ia memang benar-benarlah seorang pendekar hebat, seperti yang di katakan masyarakat sebagai buah bibir sekarang.

"Hem baiklah baik!" ketus Chun-lui. "Taeil, kau ku izinkan untuk melihatku bertarung, tapi setelah itu kau harus membantuku membawa makanan untuk anak-anak yang kurang mampu, mengerti!" titah Chun-lui.

Heir To The ThroneWo Geschichten leben. Entdecke jetzt