Chapter 26

26.9K 3.2K 70
                                    

Demi beberapa pembaca aku up...

Keesokan paginya mentari pagi bersinar cerah menyapu wajah Chun-lui yang tengah tertidur lelap. Terik mentari sangat menyilaukan mengganggu kenyamanan Chun-lui tidur. Dalam sekejap, mata Chun-lui terbuka dengan keringat peluh yang membasahi area wajahnya.

'Ck, mimpi macam apa itu!' batinnya. 'Menyebalkan sekali! Kenapa harus dia yang hadir di dalam mimpiku?'

Pintu kamar Chun-lui terbuka menampilkan Gong-chan membawa teh hangat.

"Ini nona teh hangat untuk menenangkan perasaan nona." Kata Gong-chan.

Chun-lui bangun dari tidurnya. Kepalanya terasa sangat berat dan nyeri.

"Akh, kepalaku."

"Ayo nona saya bantu." Gong-chan membantu Chun-lui untuk bersender pada dinding kamar.

"Apa yang terjadi dengan ku? Kenapa kepalaku sangat sakit?" tanya Gong-chan meringis sembari memijit kening kepalanya.

"Apa nona tidak ingat, apa yang nona lakukan terakhir kali?" tanya balik Gong-chan.

"Ck! Kau minta ku pukul he... Sudah tau kepalaku sakit! Mana bisa aku mengingatnya."

Gong-chan memicingkan matanya, menatap sang nona yang memijat kepalanya.

Chun-lui menghentikan pijatan kepalanya, dengan sigap menatap balik Gong-chan.

"Aku ingat! Aku minum di kedai arak, lalu selanjutnya aku tidak tahu lagi."

"Hem, nona benar, nona mabuk berat... Tapi untunglah tuan Seong membawa anda pulang dengan selamat." Jelas Gong-chan.

Seketika Chun-lui membulatkan matanya dengan kaget, "A-apa, kau bilang?... Sendok itu mengantarku!" seru Chun-lui.

"Tuan Seong-deok nona, iya dia mengantar nona dalam keadaan mabuk berat. Apa lagi nona memuntahkan baju yang ia kenakan." Jelas kembali Gong-chan.

"Apa!" seru Chun-lui.

'Berarti mimpi tadi malam itu?' sekali lagi Gong-chan mengingat kejadian mimpinya yang ia alami dengan tatapan menerawang.

Chun-lui mengingat ia bernyanyi dengan merdu, selanjutnya ia menangis di depan Seong lalu dirinya mencium Seong yang tidak mendapatkam respon, lalu seterusnya Chun-lui tidak mengingat apapun.

"JADI ITU BUKAN MIMPI!!!" seru Chun-lui. "TIDAK!!!... BIBIRKU!!!... HAH... TU-TUBUHKU!?"

"Ada apa denganmu nona?" tanya Gong-chan.

"Apa kau memastikan dia tidak melakukan hal-hal yang aneh padaku?" tanya Chun-lui  memastikan.

"Sepertinya tidak nona, tapi aku tidak tahu apa yang terjadi sebelum nona di antarkan tuan Seong kembali."

"Astaga! What the fuck!... Aku harus menemuinya! Aku harus bertanya apa yang terjadi saat aku mabuk." Kata Chun-lui yang langsung beranjak dari kasurnya.
Baru Mi-hoo ingin mengetuk pintu kamar sang kakak, tapi ia malah mengetuk kepala sang kakak yang kebetulan saat itu menggeser pintu kamar tiba-tiba.

"Awww!"

"Pfff..."

Chun-lui menatap sinis Mi-hoo yang tengah menahan tawanya. Tetapi tidak seperti biasanya Chun-lui akan langsung marah-marah. Ia justru berlalu pergi begitu saja dengan tergesa-gesa.

Gong-chan pun melihat punggung sang nonanya yang mulai menghilang.

"Mau kemana dia?" tanya pangeran Mi-hoo.

"Kata nona, dia mau menemui tuan Seong." Jawab Gong-chan.

"Siapa dia?" tanya Mi-hoo kembali.

"Seseorang yang menyelamatkan nona Chun-lui dalam keadaan sekarat hingga nona sampai kemari." Jelas Gong-chan yang mendapat respon anggukan kepala pangeran Mi-hoo.

"Apa kau bilang? Apakah dia seorang lelaki?" tanya Mi-hoo yang di angguki Gong-chan. "Apa dia lebih tampan dariku?" tanya sekali lagi Mi-hoo.

"Dia itu pasangan impian yang sangat tampan. Kami belum mengetahui identitas jelasnya." Baru Gong-chan menyelesaikan penjelasannya, pangeran Mi-hoo sudah berlari pergi menyusul sang kakak.

Chun-lui tidak tahu harus kemana lagi mencari Seong, ia sudah berputar-putar mengililingi desa. Baginya Seong seperti hantu, di saat perlu dia tidak ada, di saat tidak perlu dia ada. 'Sebenernya siapakah sosok Seong itu?' Timbulah pertanyaan demi pertanyaan yang berada di fikiran Chun-lui.

Seseorang menepuk pundak Chun-lui yang mengejutkan dirinya dari arah belakang. Sontak Chun-lui memutar tubuhnya memegang dan memelintir tangan orang itu ke balik tubuh orang yang mengagetkannya itu.

"Akh, sahkit... Lehpskan akuh wanitah gilah, haku dari tadih mengejar dan mengikutihmu." Kata orang itu yang ternyata pangeran Mi-hoo, bernafas tersengal-sengal karena kelelahan mengejar sang kakak.

"Untuk apa kau mengikutiku!" tukas Chun-lui penuh emosi.

"Ck, aku mengikutimu karena aku khawatir padamu, meskipun kau sangat hebat, tapi tetap saja kau seorang wanita yang perlu seorang lelaki untuk melindungi dirimu." Tukas Mi-hoo dalam satu tarikan napas.

"Aigo... Ternyata kau perhatian padaku? Ku kira kau tidak menganggap ku sebagai seorang wanita karena perkataanmu kemarin." Kata Chun-lui mencubit gemas pipi Mi-hoo membuat sang empunya meringis kesakitan.

"Ah soal kemarin aku minta maaf, itu bukti aku mengkhawatirkanmu akan menjadi perawan tua."

"Yak! Dasar adik kurang ajar! Aku sudah terbang tinggi kau buat jatuh lagi!"

"Apa urusannya untuk ku?" kata Mi-hoo dengan tatapan mengejek.

Chun-lui terus meredam kemarahannya, ia selalu sabar jika di hadapkan dengan sang adiknya yang benar-benar kelewat menyebalkan. "Huh, baiklah, kalau kau khawatir padaku. Ayo bantu aku untuk mencari seseorang."

"Apa lelaki yang menyelamatkanmu itu?" tanya Mi-hoo.

"Hem." Jawab Chun-lui dengan gumaman.

"Apa dia sangat tampan?" tanya Chun-lui kembali.

"Hem." Langkah Chun-lui terhenti. "Tidak! Kau maupun dia sama-sama sangat jelek bahkan menyamai seekor babi." Sindir Chun-lui.

"Hey! Aku tidak gemuk, aku ini pas, dan tubuhku juga berotot... Apa kau mau melihat perutku yang berkotak-kotak?"

"Yak! Berani kau menunjukan perutmu di hadapanku! Akan kubuat rata perut jelekmu itu! Dasar byuntae!"

"Hey, kau sendiri yang mengatakan aku babi, sepertinya lelaki itu yang berbentuk babi." Jawab Mi-hoo tak suka.

"Bahkan kau belum melihatnya! Kau dan pangeran Chou-lui pun masih tampan adik Chou dibandingkan kau... Dan ingat aku ini seorang wanita yang menilai."

Mulut Mi-hoo menjadi bungkam. Benar adanya lelaki memang selalu salah dan kalah.

Lama Chun-lui dan Mi-hoo berkeliling mencari keberadaan Seong-deok. Tapi yang ia dapat tidak membawakan hasil apapun. Dengan berjalan gontai Chun-lui kembali ke penginapannya.

Sesampainya di sana, Gong-chan menyambutnya seperti biasa. Sedangkan Mi-hoo, ia sudah pamit kembali ke istana. Sebelum pergi, Chun-lui menitipkan pesan untuk pangeran Chou-lui bahwa dirinya harus menjadi lelaki yang kuat dan mandiri tanpa ada ke hadiran Chun-lui di sampingnya. Dengan senang hati Mi-hoo akan menyampaikan pesan sang kakak untuk pangeran Chou-lui.

"Aku merindukanmu adik ku... Kapan aku akan bermain bersamamu kembali?"

Heir To The ThroneWo Geschichten leben. Entdecke jetzt