Chapter 19

29.3K 3.5K 118
                                    

Happy Reading...

Putri Song-yi tengah berada di paviliunnya sehabis istirahat. Tapi tiba-tiba iya mendapatkan sebuah kabar bahwa putri Chun akan di hukum cambuk dan di usir dari keluarga kerajaan.

Putri Song-yi tidak tau apa masalahnya, selama Song-yi berguru iya telah mendengar kabar istana yang berawal dari kematian putri Chun yang tiba-tiba, lalu hidup kembali dan menjadi sesosok yang berbeda.

Sejak itulah Song-yi sangat penasaran, seperti apa perubahan dari putri Chun yang dulu sangat ia suka hina dan ejek itu. Tapi, sepertinya takdir memberikan kabar yang baik untuk penyambutan kepulangannya. Putri Chun akan dihukum, karena apa? Timbulah pertanyaan dari dalam diri putri Song-yi, hingga ia memutuskan untuk menyaksikan putri Chun di siksa.

Song-yi melihat putri Chun dari koridor alun-alun. Suara cambuk menyambut senyumannya. Atensi Song-yi di alihkan melihat putri Chun-lui yang menelungkup dengan mengenaskan. Tapi tunggu dulu, langkah Song-yi terhenti tiba-tiba.

'Kenapa pakaian yang di pakai putri Chun mirip dengan, rakyat jelata yang ku temui di pasar tadi!?' batin Song-yi.

"Sua, bukankah kau mengenali pakaian yang di kenakan putri Chun?" tanya Song-yi yang bertanya kepada Sua dayang pribadinya yang berdiri di belakangnya.

"Iya tuan putri, ternyata orang yang kita temui tadi itu putri Chun, putri Chun menyamar menjadi orang biasa tanpa sepengetahuan yang mulia kaisar Yi. Setelah putri Chun ketahuan kedoknya ia terkena hukuman, tetapi ia justru berkata tidak sopan dan menghina yang mulia kaisar." Jelas singkat dayang Song-yi.

"Hem!" seringai Song-yi. "Menarik, akh jadi itu sebabnya ia di beri hukuman cambuk dan di keluarkan dari istana?" tanya Song-yi kembali pada Sua.

"Benar yang mulia putri." Jawab kembali Sua menunduk.

'Aku tidak akan lupa hinaanmu tadi di depan para penduduk desa, aku tidak akan diam, aku pasti akan membalasnya! Kita lihat saja nanti kakak tertua yang malang!' seringai Song-yi bak iblis.

***

Suara dentuman cambuk memenuhi alun-alun tempat penyiksaan bagi orang-orang yang berbuat kesalahan. Salah satunya Chun-lui yang disaksikan seluruh anggota kerajaan, saat ini tengah di siksa dengan hukuman cambuk sebanyak 50 kali di punggungnya.

Chun-lui hanya diam tanpa berteriak merintih kesakitan yang terlalu amat luar biasa. Ia hanya bisa diam telungkup menunggu sampai hukuman cambuknya selesai.

Peluh keringat, memenuhi seluruh wajahnya yang merah padam. Setiap cambukan yang di berikan ke punggung Chun-lui, ia hanya bisa menahan dengan mengigit bibirnya.

Permaisuri Sin sampai pingsan melihat sang anak tertuanya di siksa. Kaisar Yi merasakan rasa sakit dan nyeri menyaksikan anaknya di hukum. Kaisar Yi tidak menyangka melihat sang anak yang tanpa mengeluh atau memohon pengampunan kepadanya. Sang anak terlihat hanya diam menahan rasa sakitnya, ia sama sekali tak berteriak merintih kesakitan. Kaisar Yi benar-benar sangat terpukul, tapi ia harus melakukan hukuman ini karena menegakan keadilan.

'Maafkan aku, aku tidak bisa menjadi ayah yang baik bagimu.' Batin kaisar Yi.

Cletar

Cletar

Cletar

Lama kelamaan rasa sakit di punggung Chun-lui lebih berkali-kali lipat dari pertamanya. Panas, pedih, sakit, dan tersiksa, itulah yang di alami Chun-lui saat ini. Ia hanya bisa terus menahan dan menahan.

Chun-lui rasanya ingin pingsan, ia benar-benar tak sanggup. Tapi dengan segenap jiwa dan raganya Chun-lui berusaha untuk tetap kuat dan tegar.

Pangeran Song-gu tidak menyangka sang kakak dengan cukup berani mengantarkan nyawanya, entah kenapa hatinya sangat nyeri menyaksikan putri Chun di hukum seperti itu. Hingga akhirnya Pangeran Song-gu pun berlalu pergi meninggalkan alun-alun tempat Chun-lui disiksa. Sedangkan pangeran Young-han tampak gelisah, membuat Young-gi keheranan yang berdiri di sampingnya memperhatikan Young-han sedari tadi. Pangeren Mi-hoo sendiri ia hanya diam menegang, mematung menyaksikan kakak jahilnya di siksa, ia tidak bisa berbuat apapun. Ia dapat merasakan rasa sakit putri Chun, apalagi putri Chun sama sekali tidak berteriak.

Selir Jang menitikan air matanya, ia benar-benar tidak sanggup melihat semuanya hingga ia melemas dan hampir jatuh. Untunglah dengan sigap pangeran Mi-hoo yang berdiri di samping ibunya tersadar dan segera menangkup sang ibu, lalu ia rangkul untuk kembali ke paviliunnya.

Semua orang pun pergi meninggalkan alun-alun termasuk kaisar Yi.

Gong-chan hanya terus menangis melihat putrinya di cambuk, hatinya sangat nyeri. Ingin sekali Gong-chan menggantikan hukuman sang putri, tapi ia takut akan kaisar Yi yang tampak sangat kacau.

"Putri hiks..." Tangis Gong-chan.

***

Hukuman yang di jalankan putri Chun telah usai, kini putri Chun berada di paviliunnya. Putri Chun menolak untuk di obati oleh tabib Jung, dan dengan terpaksa Gong-chan bersikukuh memaksa sang putri.

Chun-lui hanya pasrah, karena saat ini dirinya sangat lemah. Ia hanya ingin di obati Gong-chan saja, yang di setujui Gong-chan.

Gong-chan mengobati punggung Chun-lui sambil menangis. Ia melihat banyak darah dan luka-luka robekan. Gong-chan benar-benar sangat sakit hati. Bagaimana mungkin kaisar Yi memberi hukuman seperti ini kepada putri tertuanya.

"Ck, berhenti menangis, obati luka ku dengan benar!... Aku mau kau bereskan baju-bajuku malam ini, dan esok pagi aku akan segera pergi dari istana sial ini!" titah Chun-lui dengan suaranya yang sangat parau tapi masih terkesan tegas.

"Hiks... Putri kau memang putri yang membuatku hampir gila, bahkan aku bisa benar-benar gila... Aku, aku..." Kata-kata Gong-chan tersendat-sendat terputus.

"Berhenti mengoceh, lakukan tugasmu untuk terakhir kalinya malam ini, esok kau tidak akan melayaniku dan kau bukan pelayan pribadiku lagi!" tukas Chun-lui yang membuat tangis Gong-chan makin mengencang.

"Kau tahu bukan norigae yang belum kuberikan ke ibunda, aku ingin kau memberikan norigae itu, sebagai hadiah dariku yang terakhir kali untuk ibunda." Kata Chun-lui.

"Segala perintahmu akan aku lakukan putri! Walaupun kau sudah di keluarkan dari keluarga istana, bagiku kau tetap tuan putri terbaikku! Tidak ada yang bisa menggantikanmu putri! Kau ingat bukan janjiku, aku akan selalu melayanimu hingga akhir hayat ku putri." Lirih Gong-chan dengan suara tersendat-sendat.

"Hem aku tau itu, selama ini juga aku tidak menganggap kau pelayan pribadiku, aku terlalu nyaman bersamamu, kau sudah seperti teman, sahabat, adik, dan keluargaku sendiri." Jelas Chun-lui sejujurnya. "Sudahlah, semua ini sudah takdir dan jalanku! Aku hanya bisa pasrah dengan keadaan... Setelah kau obati lukaku kau berikan norigae itu kepada ibunda." Titah Chun-lui.

Gong-chan menahan tangisnya, hatinya benar-benar sangat sakit mendengar lantunan suara sang putri yang membuat dirinya tersiksa.

Malam itu pun menjadi saksi bisu Chun-lui untuk menerima semuanya. Untuk sekarang ia akan mengikuti jalan takdir yang di arahkan oleh sang penguasa alam semesta.

'Terima kasih takdir! Kau telah menyadarkanku.' Batin Chun-lui menutup matanya dengan tenang.


1. Norigae, aksesoris tradisional khas yang tergantung di otgoreum pita pada jeogori wanita atau pada chima (rok).

Heir To The ThroneWhere stories live. Discover now