[2] sore di rumah tetangga

2.4K 472 331
                                    

Mama segitu jahatnya sama anak sendiri yang baru saja melepas seragam dan hanya dibaluti tank top dan celana selutut berniat untuk ngadem sejenak, tapi disuruh untuk datang bantu-bantu acara tetangga? Ya Gusti, tolong aku.

"Gak usah dumel, mau Mama colekin pake sambel?" Batu ulekkan dijadikan pameran horror dihadapanku. Warnanya merah dan keoranyean, pasti pedasnya pake banget. Aku pasrah. Bantu memasukkan berbagai kue-kue an ke dalam boks kecil berwarna putih. Risol, kue pisang, kue lopis, dan aqua gelas. Seterusnya.

Aku menyelesaikan pekerjaanku dengan berat hati, cepat, dan takut-takutan karena Mama gak segan-segan melirikku tiap lima menit sekali untuk memastikan aku bekerja dengan benar. Juga, menolak halus Mama Kak Hoseok yang gak enak hati mempekerjakanku setelah pulang sekolah.

Aku balas dong, harus. Kalau enggak, bisa diapa-apain di rumah. "Gak papa, Tante. Ini juga sedikit lagi, kok. Tanggung," aku menyegir.

Ini sudah ke-6 kalinya Mama Kak Hoseok melirikku lagi, khawatir, dan aku tersenyum tipis. Tangannya tiba-tiba membuat gestur; kesini deh, sebentar. Aku menurut, tentunya, gak bisa menolak juga. Wanita paruh baya yang tengah hamil tujuh bulan—dan iya, ini acara adat tujuh bulanan—berbisik kepadaku, "Nih, ini entri boks terakhir, kamu bawa aja ke atas nanti ada Bang Hoseok, bilang aja semuanya udah di bawa. Kamu di sana aja ya? Istirahat. Kasian. Tante gak tega."

"Eh, Tante, aku gak papa kok."

"Gapapa Sayang, di atas aja, ya? Nanti Tante suruh Abang temenin."

Jujur, aku takut menolak. Mama Kak Hoseok lagi hamil, katanya kalau orang hamil hormonnya bisa meledak-ledak, mood swingnya juga ekstrim daripada aku yang kena jadwal menstruasi. Tanganku meraup sekaligus enam kotak terakhir yang ada di lantai dasar ke lantai dua, menemukan sosok Kak Hoseok yang ada di ujung tangga. Tangannya cekatan mengambil enam boks itu dariku dan menaruhnya di jejeran-jejeran kotak yang sudah di atur sedemikian mungkin, rapih, dan lima kotak per baris, jadi mudah dihitung.

"Itu yang terakhir, Kak."

"Oh, gitu ya? Syukur deh. Di bawah masih ada kerjaan?"

"Aku ... gak tahu Kak. Tadi ... Tante nyuruh aku di sini aja. Istirahat." ujarku kaku, jari tangan sudah memelintir ujung baju karena gugup, kebiasaan.

"Yaudah, kamu istirahat di ... mana ya?" Dia jadi garuk kepala sendiri melihat sebagian lantai dua sudah di isi boks-boks makanan untuk acara besok.

"Aku duduk di sini aja Kak—"

"Di kamarku aja, yuk?"

"Hah?"

"Ke kamar aku. Ada camilan juga." Sayangnya sebelum aku menolak karena takut dianggap tidak sopan, punggung Kak Hoseok sudah melengos masuk ke kamarnya, dan aku terlalu penakut untuk menyebut namanya. Jadi akhirnya, tetap masuk ke kamarnya.

Tipikal laki-laki banget ya, kalau kamarnya berantakan? Eh, tapi, gak terlalu sih. Justru yang lebih mengejutkan adalah fakta bahwa kamar aku yang lebih bisa disebut kapal pecah daripada kamar laki-laki setipe Kak Hoseok. Dia melenggang langsung ke balkon kamarnya dan menepuk alas karpet yang sudah ada di sana, menyuruhku duduk.

"Sore-sore begini, enaknya ngadem sambil minum kopi." ujarnya, "sama rokok sih sebenernya." cicitnya lalu memberikanku satu bungkus rinbee.

Enakan minum marjan, sampe ketiduran.

Kalau gak dibuka nanti tidak sopan. Jariku merobek ujung bungkusannya dan bau keju langsung menerpa indera penciumanku, enak banget. Rinbee emang enaknya gak ada yang ngalahin.

"Sekolah kamu enak, gak?"

"Hah?" Refleks. "Oh, itu, ya gitu ... Kak. Ada enaknya ada enggaknya. Biasa lah."

"Kalau waktu itu, kenapa kesel banget bawaannya?"

"Itu ... temen aku, ngeselin," kunyah, kunyah, kunyah rinbeenya, jangan hirauin Kak Hoseok yang kenapa-sih-serius-banget-liatin-aku. "Tahu kan, Kak ... yang suka gak tahu diri, numpang nama aja enak, ngerjain enggak, yang susah aku."

"Gak enak, ya?"

"Ya menurut ngana, aja."

ADUH

MAMPUS

KECEPLOSAN

"Eh, Kak! Maaf!" Menghiraukan bungkus rinbee yang jatuh dramatik, aku menoleh panik ke arah Kak Hoseok. "Maksud aku, gak ngegas gitu Kak, aduh maaf, Kak Hoseok."

"Panik banget sih." Dia pasang muka datar, tapi ketawa sedikit. Oke ... aku harus tenang atau ... gimana? AH BEGO BEGO. Habis ini pulang, langsung!

"Ih maaf, Kak."

Lelaki yang kalau gak salah beda empat tahun dariku itu cuma terkekeh kecil. Senyumnya manis. Ganteng, ih. Terus aku cuma bisa ketawa kaku yang kakunya kaku banget. Tolong deh, selamatin aku.

"Kalau gitu, aku harus minta maaf dong sama temen-temen aku?"

Balasannya keluar dari topik, alisku jadi gak bisa nahan berjengit keheranan, "Kenapa tuh, Kak?"

"Soalnya, aku termasuk orang-orang yang kamu keselin, dulu, hehe."

Yah, tipikal deh. Percaya deh, kalau orang ganteng di sekolah emang sering gitu. Tampang emang bagus, cuma otaknya suka gak mau diajak kompromi. Walaupun gak semuanya begitu sih, ada yang masih mau kompromi. Oh, kayak Jungkook tuh, gebetan pinter punyaku dulu, yang pinter iya, ganteng iya, mapan iya, nyatanya? 87 persen kerjaan presentasi kelompok kami, aku juga yang kerjain. Bagusnya, dia pintar berbicara banyak, seolah-olah dia menguasai bahan presentasi kami. Jadi, gitu deh. Aku sendiri sampai takut kalau nilaiku terkikis habis olehnya.

Aku menggaruk kulit kepalaku canggung, kehabisan kata-kata buat respon tepatnya. "O-oh iya, Kak? M-minta maaf deh, kalau gitu."

"Oke." Kak Hoseok menganggut mengiyakan, setelahnya ia berdiri dan aku refleks mendongak. "Aku ke kamar mandi dulu ya sebentar."

"Iya, Kak."

Gusti, maafin aku ya, Kak Hoseok. Pasti dia khawatir (bukan bermaksud untuk sok tahu, siapa tahu saja dia begitu) setelah kembali lagi dari kamar mandi dan sudah mendapati presensiku yang menghilang bagai ditelan angin sore. Juga, semoga, Kak Hoseok gak marah karena aku mencuri satu kertas di atas meja belajarnya dan menggunakan stabilo neonnya. Gusti, aku juga mohon, semoga tulisanku tidak mempermalukan diri sendiri.

Sore, Kak Hoseok, maaf ngilang.

Aku tiba-tiba kebelet e'ek,
jadi pulang deh hehe.

--

Temen temen, aku mau ingetin nanti dalam chapter selanjutnya aku suka pake plot yang time gap nya loncat-loncat, jadi jangan bingung ya beb💚💚💚 sebisa mungkin aku bikin cerita ini semuluuuussss mungkin supaya kalian gak bingung💞💞💞 juga aku SENENG ehheehhe soalnya banyak yang suka cerita ini ehhehe I'll do my VERY best

Oh iya, habis ini kayaknya aku mutusin buat update seminggu dua kali/tiga kali, jarak antara update mingguannya itu paling dua harian gitu ehehehhe, gapapa ya? Soalnya ini masih on going😳😳

[SUDAH TERBIT] sore, hoseok !Where stories live. Discover now