[38] menye bgt, jijik ah. -jusi

1.4K 267 309
                                    

Ceritanya kita sudah sampai di pekarangan rumah Kak Hoseok dengan keadaan sehat wal 'afiat, tanpa kena gores dari apapun, jadi alhamdulillah dulu. Sesudah turun dari boncengan, buka helm, kasih helm, terus tunggu ini orang turun dari motor kok lama amat. Akhirnya dia turun juga, tapinya. Memberi cengengesan terakhir saat dia memandang, aku baru mau bilang segenap ucapan terima kasih tapi dia keburu---

"Kenapa nyengir gitu? Masih laper?"

Rasanya mau aku tarik lagi kata makasih yang sudah bertengger di ujung lidah, "Et, deh. Aku gak segitu babonnya kali!"

"Terus segimana babonnya?"

"Segini babonnya."

"Segini, segini, gede berarti?"

"Enggak, sedang aja."

"Oke deh."

Capek, ya, kadang-kadang? Bisa-bisa pembicaraan kita bervariasi dan terus berevolusi tiap hari. Keinginan untuk menampol akan semakin meningkat selama aku dan Kak Hoseok saling melempar kata satu sama lain. Entah jenis tampolannya berupa tampolan sadis atau tampolan kasih sayang yang sesungguhnya bedanya tipis sekali.

"Kak, makasih, ya?"

"Makasih juga buat iyain kencan aku."

"Oke, sama-sama makasih, berarti sama-sama bilang sama-sama?"

Kening Kak Hoseok berkerut, "Kamu ngomong apaan sih?"

"Ih, udah kenyang malah bego, iih." Telunjuk aku menunjuk ke arahnya, pasang wajah ngeselin tahu lah kayak gimana. Terus yang diledekkin makin gondok sama aku kayaknya dalam hati. "Aku balik, ya?"

"Gak mau mampir?"

Aku membenarkan strip ransel aku, "Enggak, deh, mau nyalain lampu depan dulu, keburu malem."

"Tante belum pulang, ya?"

"Besok pulangnya."

"Kok?"

"Biasa, lembur." jawab aku santai lalu berjalan mundur sambil dadah-dadah ke Kak Hoseok. "Sore, Kak!"

"Eh, eh, tunggu," Kak Hoseok lari-larian kecil menghampiri aku yang tahu dia udah lari begitu tapi tetap saja berjalan mundur sampai kita di ujung pekarangan rumah, "Gak mau nginep aja disini?" tawarnya.

Aku menggeleng langsung, bahkan sampai membuat gestur tangan yang melambai panik di depan wajahnya. "Gak usah, gak usah!" bantah aku. "Biasanya juga kayak gini kok!"

"Beneran?"

"Iya."

"Yakin?"

Aku tertawa, "Iya, yakin."

"Nanti aku ke rumah, deh."

"Ngapain?"

"Temenin."

"Mau temenin apa modus?"

"Bisa ya modus juga?" habis itu kita berdua saling melempar ekspresi naik-naikkin alis, balas-balasan selama dua puluh detik lalu diakhiri dengan Kak Hoseok yang memberiku kedipan sebelah matanya. Halah, mak, yang kayak gini nih, suka bikin lemas. Dadah dunia👌👌

Aku lanjut pergi keluar pekarangan rumah Kak Hoseok tapi orangnya masih saja mengekori aku di belakang sampai aku menengok lagi ke dia, bertanya setengah kegelian, "Ngapain sih?" kata aku dan dia balas menyengir.

"Gak papa."

"Random banget?" padahal tidak bisa bohong kalau aku turut amat, amat, kesenangan melihat dia mengikuti dari belakang. "Dah, hush, hush, aku masuk rumah, ya? Dadah!"

[SUDAH TERBIT] sore, hoseok !Where stories live. Discover now