[44] yaudah

932 250 140
                                    

Secepat kilat, aku langsung ngacir dari kamar Kak Hoseok, turun tangga cepat, ngos-ngosan, terakhirnya ketahuan sama mata bulat dari Mama Kak Hoseok  ... haha, haha, haha.

"Kamu ... kenapa, Sayang?" tanyanya, kedip-kedip matanya, "Tadi diatas rame banget, kamu ribut lagi, ya, sama Abang Hoseok?"

Menyugar rambutku untuk mengurangi tingkat kegrogian aku sambil cengengesan sedikit, terus menaturalkan diri dengan menghampiri Mama Kak Hoseok dan duduk disebelahnya, aku bilang, "Iya ... biasa, hehe, kan aku sering berantem mulu sama anak-anak Tante."

"Iya, sih," Mama Kak Hoseok memperbaiki posisi Seoyun menjadi di pangkuannya terus pahanya bergerak ke atas dan ke bawah, jadi kayak main delman-delmanan sama Mama Kak Hoseok (aku sebutnya kayak gitu, dulu, hehe, waktu Papa masih sering ada di rumah waktu kecil).

Aku mainin tangan bantal Seoyun, hitung-hitung merilekskan diri dari kejadian ekstrim tadi, "Seoyun udah makan belum ... hayo ..."

"Udah, dong," Mama Kak Hoseok yang jawab, yaiyalah, orang Seoyun cuma kedip-kedip doang, bibirnya dobleh begitu, gemas meskipun ada air liur yang berdatangan, tapi gak papa, lucu. "Kamu udah makan belum? Ini, Abang Hoseok yang suruh kamu dateng, apa gimana? Tadi katanya udah sedikit gak pusing tapi Tante suruh bobo in aja supaya ilang pusingnya."

Iya, ya, lupa belum makan, eh tapi udah deh kayaknya di kampus. Aduh, gara-gara bucin jadi lupa semuanya, "Udah, kok!" aku jawab penuh antusias, ingin menjawab pertanyaan selanjutnya, aku jadi keinget tadi Kak Hoseok ngapain saja, rasanya mau cepuin ke Mama Kak Hoseok kalau anaknya tahu-tahunya ngopi di balkon. "Tadi pagi nge chat katanya demam, aku kan p—teTANGGA yang baik, jadi aku ... aku jenguk! Tan! Gitu!"

"Terus tadi ribut, kenapa?"

"Tadi ... gak sengaja bangunin terus ... berantem, gitu, haha, aku kan iseng," menganggukan kepala supaya pesan verbal aku mendukung dengan adanya pesan non verbal.

"Ah, kamu, gak Abang Hoseok, gak Abang Yoongi, semuanya iseng, Tante sampe bingung," balasnya gitu, terus memberi atensi ke Seoyun sambil mencubit pipi gembilnya. "Ini doang anak gadis Mamih yang paling anteng, iya, ya? Utututu—eh, Abang? Itu bye bye fever dari mana?"

Kayak ada gledek, tahu gak sih, mata aku membulat mendapati Kak Hoseok berdiri di depan tangga terakhir dan bye bye fever masih terpasang di jidatnya meskipun poni-poni tipis menghalangi benda jeli berwarna biru itu, wajahnya sudah mencerminkan kalau doi tidak apa-apa sehabis kejadian tadi tapi tetap saja, aku meringis mulu kalau lihat mukanya.

"Dari aku, Tan," aku menyengir. "Katanya demam, kan, jadi aku beliin."

"Perhatian banget sih," aku dapat colekan dagu dari Mama Kak Hoseok dan aku membalas ketawa garing, jantung aku dugun dugun soalnya takut saja, ini terkuak informasi baru-baru. Eh, tapi, aku kan juga belum ngomong apa-apa ke orang yang bersangkutan.

Pokoknya Kak Hoseok tidak mengubris lagi pertanyaan Tante yang sudah aku jawab dan berjalan menuju Seoyun sambil pegang-pegang tangannya, mainin sebentar soalnya sebelum bibir manyun mendarat di pipi sang adik, Mama Kak Hoseok sudah melarang kalau tidak ada cium-cium kalau masih sakit, nanti takut ketularan. Aku sih, kalau jadi Mama Kak Hoseok, langsung menoyor kepalanya, niatnya hampir begitu tetapi tiba-tiba terngiang lagi tragedi tadi. Terus aku mikir; gila, ternyata aku anarkis banget.

Meskipun berakhir kecewa, dia akhirnya cuma kedapatan mengusap kepala berambut sedikit milik Seoyun dan mengunyel-unyel kedua pipinya. Terus, bikin gestur tangan suruh aku kesini dan dia bilang, "Ayo, aku bikinin es jeruk di dapur." katanya.

[SUDAH TERBIT] sore, hoseok !Opowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz