[57] date sama ka yoongi, kalian pasti penasaran kan

845 206 133
                                    

Perjalanan LDR tiga bulan (tapi belum sampe 3 bulan) adalah capek banget gak boong. Bukannya aku clingy atau gimana dan bagaimana rupa-rupa seperti itu, tapi awalnya memang baik-baik saja tapi lama-lama karena terbiasa sudah menemukan Kak Hoseok di terasnya atau di balkonnya atau di pekarangan rumahnya lagi siram tanaman pakai air mancur dari selangnya atau tiba-tiba muncul di ambang pintu kamar dengan segala bisikan titisan setannya atau malam suka datang mengetuk pintu rumah dengan alasan mau setor muka, aku jadi capek. Capek tiap kali tidak ada yang menunggu. Mellodrama banget, atau karena aku akhir-akhir ini sudah tertekan jasmani, rohani, mental, batin, fisik, emosi jiwa, pegal-pegal tak karuan karena skripsi? Oke ... I'm all way down there.

Kadang-kadang satu hari aku tidak menemukan sesuatu yang pas untuk dituang ke hasil akhir kuliahku ini, aku bisa di kasur seharian, menatap langit-langit dengan pandangan kosong, lalu ponsel berdering. Ah, iya, waktu itu Kak Hoseok menelpon, suaranya melas, baru sambut halo, aku kangen, kamu lagi apa, udah makan belum, udah sampai mana, lalu kamu ... baik-baik aja di sana?

Aku nangis.

Kemudian lantunan suara pelan milik Kak Hoseok berkata kalimat-kalimat yang menyenangkan dan menenangkan bermunculan, katanya, gak papa, jangan nangis, kamu bisa, you've done enough. Dia juga memilih untuk berdiam saja kala aku marah, menagih janji untuk dipeluk kalau mau nangis, tapi sekarang dianya ada dimana. So childish of me, I know. Baru mikir aku juga. Dua bulan setelah anniv kita yang ke tiga, aku jauh dari kata baik-baik saja, tapi aku juga tidak bilang kalau bulan-bulan selanjutnya gak bikin stres.

Walau sekarang ada hiburan berupa Kak Yoongi yang cuma bolak-balik ke rumah dan ke kantornya, belum ke Malang lagi, dia sering kali mengetuk pintu kamar dan lihat keadaan aku, ponselnya ada di telinganya, lalu, "Seok, pacar lu kayaknya sekarat mau meninggal deh."

Aku tidak yakin Kak Hoseok bilang apa disambungan telponnya, yang pasti itu keras, ngomel, tahu-tahu Kak Yoongi sudah suruh aku bangun dan menyeret aku sampai ke luar rumah (aku udah capek mau memberontak ala Scarlett Johansson) dan pasrah saat sudah masuk ke dalam mobilnya.

Dia memberi aku ponselnya untuk melanjutkan konversasi dengan Kak Hoseok, "Kak."

"HAI! Hai ... hai! Bang Yoongi mau jadi babu
kamu, minta aja ke dia, ya? Apa aja, kamu
mau apa?"

"Mau kamu pulang."

"Sayang ..."

"Ah! Balikin hape gua!" Kak Yoongi jadi protes, belum mendengar comforting words dari Kak Hoseok, ponselnya sudah ditarik paksa sama Kak Yoongi, "Dah, ah, sana lu kerja!"

Aku terkekeh. Kak Yoongi langsung matiin sambungan telponnya dan menjalankan mobil. Katanya, mau apa aja diturutin, tapi nanya saja juga enggak. Pokoknya gak muluk-muluk, walaupun aku sebenarnya ingin baso telor, Kak Yoongi malah mendudukkan aku di restoran stik. Aku??? Terlena, iya.

"Padahal gak minta ke sini."

"Gue maunya kesini, gimana dong?"

"Gaya, mentang-mentang punya duit," cibirku.

"Ya justru karena punya duit," dia balas tidak kalah jengkel, lama-lama aku bisa nih berantem sama dia di sini. "Tapi gak juga sih, orang ada voucher dari temen."

Bau busuk memang selalu di akhir terciumnya.

"Yeee, dari siapa?" tanyaku penasaran, "Temen apa temen? Atau gebetan? Atau ... pacar beneran sekarang?" lalu ting, kepala aku menoleh ke kanan, kiri, belakang, depan dengan penuh kekuatan, mencari sosok yang akan (kemungkinan) datang, "Gak bawa cewek lagi kan?!"

[SUDAH TERBIT] sore, hoseok !Where stories live. Discover now