Part 14: when love calls they to date, but honestly isn't a date

487 67 97
                                    

Hari ini hari Kamis, acara ulang tahun sekolah pun di mulai dan akan dilakukan dalam tiga hari dengan acara puncak pada hari Sabtu. Semua murid menantikan acara besar kali ini. Mulai dati pentas seni sampai bazar, juga perlombaan antarkelas diadakan. Dari tingkat pertama, yang paling junior, hingga tingkat ketiga yang paling senior--semua menantikan adanya acara ini. Acara ini seperti oase di tengah-tengah gurun, para murid yang sudah jengah karena dibombardir pelajaran setiap harinya, kini sedang bersuka cita dan melepaskan penat.

Namun, Fira malah berada di rumah, gegulingan tidak jelas hingga sekarang sudah pukul sembilan pagi. Oke, bagi Fira ini juga melepas penat, tahu. Hanya saja dia tidak mengikuti keriuhan acara, tapi melakukan acara menyenangkannya sendiri; tidur seharian tanpa mendapatkan sebuah pesan teguran dari ketua OSIS yang dapat dipastikan tengah sagat sibuk saat ini.

Sebuah surga duniawi. Sebuah surga bagi anak pemalas sepertinya. Hingga Fira terlena dan melupakan bahwa ia harus tetap bernapas kalau ingin tetap hidup.

Fara hampir saja menyeretnya menuju sekolah, beruntung kesibukannya sebagai panitia membuatnya urung melakukan hal itu. Lagipula, ini kesempatan emas. Seringnya jika ada acara begini absen diabaikan. Kalau pun nantinya tetap diabsen, rasanya Fira rela saja rasanya mendapatkan beberapa tulisan huruf A di buku absensi. Ini demi kehidupannya--oke, sebenarnya yang satu ini hiperbolis. Namun tetap saja. Fira perlu istirahat, dan ia tidak mungkin menyia-nyiakan kesempatan bagus ini.

Sebenarnya, ini juga terjadi tahun lalu, dan bahkan waktu Fira di sekolah menengah pertama. Fira tidak punya ketertarikan untuk ikut acara semacam itu. Selama tidak ada pembelajaran di dalam kelas dan ia tidak akan tertinggal nilai apa pun, rasanya meliburkan diri jauh lebih nikmat. Rasanya, beberapa huruf A diabsen itu sebanding saja dengan apa yang ia dapatkan. Walau sebenarnya, ini bukan contoh yang patut ditiru.

Fira baru bangun saat merasakan perutnya berbunyi nyaring, mengisi kesunyian rumah yang kini hanya ada dirinya. Namun, rasanya ia terlalu malas untuk bangun dari tempat tidur dan mengambil makanan yang sudah disiapkan Fara di lantai bawah. Hei, ia dalam mode sangat malas--hampir seperti mode diam dalam ponsel, jadi jangan salah Fira kalau juga hanya ingin mendekam di dalam ruangan segi empat ini.

Lalu, setelah terdiam dengan posisi duduk lama, Fira kembali teringat niatnya kemarin. Bukannya ia berniat belajar melakukan semua hal tanpa bantuan Fara? Lalu mengapa dia malah bertambah malas begini?

Fira menggerutu pada dirinya sendiri. Tangannya terangkat mengais-ngais ke depan, merangkak menuju ujung kasur. Dari cermin besar yang berhadapan langsung dengan kasurnya itu, Fira melihat sosok berambut panjang acak-acakan, kulit pucat, dan mata bengkak. Siapa itu? Mungkinkah penampakkan seperti di film-film?

Fira menyipitkan mata untuk melihat lebih jelas. Ah, itu dirinya sendiri. Kapan, ya, ia bisa bangun dan masih dalam keadaan cantik seperti yang sering ada di film yang Fara tonton? Sepertinya hal itu hanya kemustahilan, paling tidak bagi Fira. Mengingat, adiknya pun sepertinya akan tetap cantik saat tidur.

Kakinya sudah menapak ke lantai dan mulai menyeretnya. Pintu di ujung sana terasa jauh, hingga tanpa sadar, Fira berhenti berjalan dan malah berbelok ke arah bangku yang ada di dekat jendela. Dengan sedikit usaha, ia membuka jendela lalu menelungkup lagi. Udara pagi menyapanya. Keadaan kompleks yang sepi menambah ketenangan. Cericip burung yang bertengger di pohon, dan cuaca cerah tapi tidak panas.

Memang, ya, ada banyak hal tidak akan bisa dilakukan jika niat kurang kuat. Siapa saja, tolong buat dirinya jadi orang rajin--ah tidak, jadi orang normal saja, yang penting mau bergerak! Fira harus segera ke bawah. Perutnya bersuara semakin nyaring. Namun, tubuhnya seperti dilem, melekat kuat pada bangku. Rasanya, menikmati suasana pagi indah ini dengan rasa syukur lebih menyenangkan daripada harus ke bawah dan berusaha mengunyah makanan.

When Love Calls [END]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora