Part 10: When love calls she to be a protective girl

518 80 110
                                    

Kamu suka matematika?

Jika ada orang yang menanyakan hal itu, maka Fira akan menjawabnya dengan lantang bahwa; ia sangat menyukainya.

Fira tidak tahu mengapa banyak orang yang membenci matematika. Tidak hanya sekali dua kali ia mendengar keluhan dari mulut murid lain.

“Sebenarnya untuk apa mencari nilai X dan Y? Mereka sudah dewasa, dan harus mencari jati dirinya sendiri!”

“Untuk apa sih menemukan limit? Kan sekarang sudah ada paket unlimited!”

“Untuk apa sin, cos, dan tan ada, sih? Aku kan, hanya perlu dia.”

--Dan, masih banyak lagi keluhan-keluhan lain yang aneh bin ajaib. Terlalu banyak hingga tidak bisa diuraikan satu persatu. Jadi, mari berhenti memikirkannya. Fira ambil kesimpulan saja; matematika adalah musuh kebanyakan pelajar.

Padahal dilihat dari mana pun, matematika memiliki banyak kegunaan. Matematika menyertai semua aspek kehidupan. Sesuatu yang terlihat samar dan membaur, menjadi sebuah kebiasaan. Mungkin, karena itulah banyak orang yang tidak menyadarinya.

Berbeda dengan Fira. Ia telah menyadari hal itu sejak berumur empat tahun. Saat itu, dia membeli beberapa permen dengan uang dua ribu dan mendapat uang kembalian. Gadis kecil itu menyadari, kalau saja paman penjaga warung tidak bisa tambahan dan kurangan, pasti ia akan dibuat kebingungan. Bagaimana dia bisa mengurangi uang ribuan, kalau dia baru bisa menghitung sampai sepuluh?

Apa mungkin ia akan menjadi warga negara terbodoh yang akan selalu mendapat uang kembalian yang kurang? Mungkin saja, kan, ada oknum yang memanfaatkan kebodohannya untuk mengurangi uang kembalian? Karena inilah, sifat korup mengakar, bukan? Kalau hanya sampai situ saja, masih tidak apa-apa. Namun, bagaimana kalau ia kehilangan uang kembalian sampai ia berumur 20 tahun?

Tidak boleh. Uang semakin sulit dicari. Begitu banyak orang pengangguran di luar sana. Mana mungkin Fira kecil membiarkan dirinya merugi karena kebodohannya sendiri, 'kan? Karena itu, sejak sebuah ilham dan pemikiran kelewat kreatif itu datang pada otak kecilnya, Fira berjanji pada diri sendiri akan belajar matematika dengan benar.

Dari awal, Fira memang sedikit berbeda dengan anak kecil lain. Dia lebih suka membaca buku daripada menemani Fara main boneka. Dia lebih suka belajar menulis daripada bermain dengan teman sebaya, dan tentu--dia lebih suka tidur daripada beraktivitas. Belajar dan membaca adalah satu-satunya hal yang mau Fira lakukan karena sangat sedikit menguras energi. Menambahkan kegiatan belajar matematika di sela belajar menupis dan membaca adalah hal mudah bagi Fira kecil.

Lagipula, eksakta membantunya dalam banyak hal. Misalnya saja, daripada mengikuti garis luar lapangan berbentuk siku-siku menuju kantin saat ia SD dulu, Fira memilih berjalan pada diagonalnya karena jaraknya jadi lebih pendek. Fira baru mengetahuinya setelah ia belajar rumus phytagoras. Memahami matematika membuatnya mengeluarkan lebih sedikit tenaga. Bagi Fira, matematika adalah penemuan laur biasa.

Menyadari hal itu, Fira semakin suka mempelajari hal-hal baru. Sesuatu yang lebih rumit, dan mungkin membuat orang lain angkat tangan tanda menyerah. Sampai pada akhirnya, Fira sangat baik dalam hal pelajaran matematika.

Kenyataannya, matematika adalah sesuatu yang pasti. Tidak ada jawaban meragukan, dan nilainya yang akan selalu ada jika dicari, membuat Fira nyaman. Karena Fira tahu, ia tidak perlu ragu. Fira tahu, dia tidak akan merasakan kekecewaan karena sesuatu yang hanya didasari harapan.

When Love Calls [END]Where stories live. Discover now