Part 17.1: when love calls she to take the first step for change

411 68 16
                                    

Saat suhu rendah membuat tubuh gadis itu bergerak refleks bergelung lebih dalam masuk ke selimut tebal, sebuah suara nyaring membuat dahinya mengerut tiga kali lipat lebih dalam. Siapa yang berani mengganggu runtutan hari liburnya kali ini? Bersama dengan sebuah dengkusan kasar, ia mengabaikan suara telepon yang mulai menggema di seluruh ruangan kamar temaram miliknya, lalu mencoba terlelap kembali.

Saat gadis itu mengira setelah satu kali diabaikan seseorang dari balik telepon akan menyerah, ternyata dia salah besar. Sudah hampir sepuluh menit, tapi telepon itu terus berdering tanpa jeda. Gadis itu akhirnya membuka mata paksa, membuat mata merah berair—yang entah mengapa masih melekat di netranya meski ia sudah tidur seharian—itu menatap tajam benda kotak yang berada di nakas seakan siap membunuh siapa pun yang mengganggunya hari ini. Kendati suasana hatinya langsung buruk, tangannya tetap bergerak, mengais ke depan agar bisa mencapai ujung kasur.

Ada 23 panggilan tidak terjawab dan 55 pesan dari orang yang sama.

Fira, gadis yang terpaksa bangun dengan kondisi sangat berantakan itu kini mengerut dahi semakin dalam, ketika menyadari laki-laki yang melakukannya adalah si laki-laki berkacamata yang menyukai adiknya;  Dilandanu.

Pesan yang ia terima hampir sama. Atau paling tidak, itulah yang tertangkap mata Fira saat jarinya bergerak cepat menggeser layar dan membaca pesan-pesan itu sekilas--dengan mata setengah tidak fokus dan sakit, mengingat cahaya terang ponsel langsung menyambut dirinya.

Belum habis Fira menyimpulkan keinginan si laki-laki berkacamata itu, ponselnya tiba-tiba berbunyi lagi, membuat Fira hampir saja refleks melemparkannya dengan kekuatan penuh. Beruntung, ia masih sadar dan akhirnya menemukan nama Dilandanu lagi di layar. Fira menghela napas lalu menarik icon telepon berwarna hijau lalu mendekatkan ponsel ke telinga kanan.

“FIRA! AKHIRNYA KAMU ANGKAT TELEPONKU!”

Andai Fira tidak malas, sungguh, Fira ingin mengumpat sembari mengabsen hewan kebun binatang. Ia menjauhkan ponsel dari telinganya yang berdenging sedikit. Kehebohan Dilandanu merupakan ucapan selamat pagi paling tidak menyenangkan selain seruan Fara di pagi hari saat membangunkannya untuk sekolah, dalam sejarah hidup Fira.

Dilandanu beruntung--sangat beruntung, karena Fira adalah gadis pemalas. Kalau tidak, entah apa yang terjadi pada laki-laki itu setelah ini. Fira bisa saja memikir beberapa cara pengeksekusian secara pangsung untuk laki-laki itu. Namun, tidak. Fira terlalu malas untuk itu.

Dengan sebuah helaan napas dan tangan kiri mencapai pangkal hidung dan mengurutnya pelan, Fira bergumam. “Tenanglah. Tidak perlu teriak-teriak begitu.”

Setelah memastikan laki-laki di ujung telepon tidak berteriak dengan heboh lagi, Fira mendekatkan ponselnya lagi ke telinga. Dalam jeda sedetik, mulutnya terbuka lebar untuk menguap. Tangannya dengan lambat menuju mata lalu menguceknya hingga ia mendengar lagi suara keributan di ujung telepon.

“Mana bisa aku tenang? Aku dalam masalah besar. Fira, tolong aku!”

Setelah mengatakannya, Dilandanu mulai bergumam tidak jelas. Tanpa bantuan peramal profesional pun, Fira bisa tahu laki-laki itu sedang sangat gelisah saat ini. Fira menghela napas. Firasatnya mengatakan telepon ini tidak akan berakhir dengan cepat. Karena Fara sudah pergi lebih dulu untuk mengurusi puncak acara ulang tahun sekolah hari ini, ia harus membuka gorden sendiri, dan membiarkan cahaya matahari merayap dari balik jendela.

“Jelaskan masalahnya dalam dua puluh kata,” ucap Fira. Suaranya yang tenang ini berharap membuat Dilandanu juga ikut tenang dan mengatakan masalahnya tanpa berputar dan membuat waktu tidurnya berkurang banyak. 

Mata Fira menyipit bersama dengan cahaya yang mulai menyebar di kamarnya. Ia teringat pelajaran Kimia tentang efek tyndall yang dihasilkan zat dari sistem koloid; debu. Katanya, debu-debu yang tersebar di udara itu membantu penyebaran cahaya hingga ruangan yang tidak langsung terkena terusan cahaya matahari pun tetap menjadi lebih terang.

When Love Calls [END]Where stories live. Discover now