Extra Part 1: you, me, and a conversation about dream

684 56 18
                                    

Warning! 3369 word! Jangan lupa siapkan kopi agar tidak obesitas, karena bagiku, ini scene termanis yang pernah kubuat. Hope you like it!^^

***

Ingin jadi apa kamu saat dewasa nanti?

Pertanyaan itu berputar-putar dalam kepala Fira sejak kemarin, saat dia bersama adik dan juga Faiz berkumpul di ruang keluarga untuk menonton kartun Upin Ipin di TV. Oke, silakan tertawakan dia. Namun, episode yang bertema tentang cita-cita itu berhasil menampar Fira kembali pada kenyataan. Kenyataan bahwa, sudah saatnya Fira memikirkan lebih tentang keinginannya ketika besar nanti.

Serius, setelah acara kartun itu, rasa-rasanya, semua hal yang ada di sekitarnya terus dihubungkan dengan masalah cita-cita ini. Seakan mengejek Fira yang masih tidak punya tujuan jelas untuk kehidupannya di masa depan.

“Karena ini hari pertama, kita mempelajari materi yang mudah-mudah saja dulu seperti yang sudah kujelaskan. Silakan pahami penjelasanku dan cobalah kerjakan soal-soal yang ada dibuku paket yang kubagikan. Sampai bertemu di jadwal berikutnya.”

Mata Fira mengikuti seorang guru dengan perawakan bak model dan senyum manis itu hingga tubuh itu tidak lagi terlihat dari tempatnya duduk. Itu Bu Erna. Guru tutornya dan Afandi selama dua bulan ke depan. Hari ini Senin, tepat hari pertama mereka memulai pembelajaran lebih serius untuk lomba olimpiade. Fira segera menjedotkan kepalanya sendiri ke atas meja setelah memastikan guru itu tidak akan melihat kelakuannya. Kepalanya teramat pusing. Apalagi, materi pertama yang dibahas adalah masalah bangun segitiga, sesuatu yang selama ini ia hindari. Dan buruknya lagi, pikiran Fira berada di tempat lain; masalah cita-citanya.

Kalau saja kepala Fira diibaratkan seperti sebuah teko berisi air dan dipanas di atas api, kepala Fira telah berasap dan berbunyi berisik tanda air di dalamnya telah mencapai titik didih. Ibu Erna bilang materi yang dibawakannya kali ini mudah. Namun, Fira bahkan hanya bisa memahami dengan tuntas setengah dari banyak soal yang guru itu berikan sebagai contoh.

Padahal, dia sudah berjanji pada dirinya sendiri untuk berusaha keras. Paling tidak, dia tidak ingin nanti mereka gugur terlalu cepat dari lomba hanya karena Fira tidak becus. Namun, rasa pesimisnya bertambah hanya dengan di hari pertama tutor di mulai.

Fira menengadahkan wajah setelah puas menyiksa diri sendiri--sebenarnya, dia masih sayang isi yang ada di kepalanya hingga tidak mengantukkan kepalanya ke meja terlalu keras. Raut wajahnya begitu kelelahan, dan dahinya mengerut menahan pusing di kepala. Dia sudah janji, dan itu berarti ia harus menepatinya. Karena itulah, meski dengan kepala yang bisa saja pecah layaknya bom waktu, Fira tetap mencoba mengubah posisi duduknya hingga bisa membaca tulisan penuh angka di papan tulis dengan lebih baik.

Sebenarnya, ada dua masalah yang sedang dihadapi Fira saat ini. Pertama, pikirannya sedang tidak bisa fokus berkat memikirkan masalah masa depan itu, dan kedua, keadaan tangannya tidak cukup baik untuk bisa menulis saat ini. Padahal, cara belajar Fira adalah dengan mencoba mengerjakan suatu soal sebelum gurunya menjelaskan caranya. Fira akan melihat contoh soal yang mirip, lalu memahami pengerjaannya dengan cara sendiri. Dan sekarang, berkat keadaan tangannya ini, kini Fira tidak bisa memahami materi dengan benar, meski sudah berkali-kali membaca penjelasan di buku dan juga penjelasan ibu Erna.

Fira mengembuskan napas panjang. Matanya menatap tangan kanan dengan sedikit mencebik. Namun, semua sumpah serapah yang ingin ia ungkapkan langsung menguap saat merasakan sesuatu yang datar dan dingin mengenai pipi kanannya. Fira segera menoleh ke kanan dan mendapati Afandi sedang memegang sekotak susu stroberi dingin di tangan kiri, dan tangan kanannya memegang sekotak susu cokelat.

Susu cokelat itu telah dibuka dan diminum oleh Afandi, sedangkan susu stroberi ia goyang-goyangkan di depan Fira. Gadis itu mengerut dahi dalam saat mendapati Afandi memaksanya menerima kotak susu stroberi itu.

When Love Calls [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang