Part 20: when love calls make them to planning the revenge together

392 62 19
                                    

"Ah, ya. Nama kamu siapa?"

Gadis yang berada di hadapan Fira itu tersenyum getir. Oke, salah Fira juga yang tidak pandai mengingat nama teman sekelas, kendati mereka sudah belajar dalam satu ruangan selama hampir dua tahun. Well, mau bagaimana lagi? Dulu, Fira tidak punya cukup kepedulian hingga hanya memberikannya pada Fara dan Faiz. Fira tidak ingin mengenal, apalagi terikat dengan orang lain. Karena tahu, memilikinya hanya akan membuat dirinya semakin berharap-dan mungkin, berakhir kecewa lagi.

Namun, sekarang sedikit berbeda. Fira ingin berubah. Ia akan mencoba untuk membangun ikatan dengan orang lain dan keluar dari tempurung yang selama ini menjadi tempatnya sembunyi. Dan lagi, rasanya tidak mungkin juga Fira memanggilnya gadis itu 'Hei' terus-terusan, padahal ia sudah membuat rencana Fira menjadi lebih rapi.

"Panggil saja aku Andin. Tolong ingat nama teman sekelasmu."

Fira menganggukkan kepala dua kali, lalu tersenyum kecil. "Andin. Akan kuingat." Lalu, mata gadis itu bergerak untuk menatap ke arah rak yang berada di barisan keempat. Sejak ia dan Andin berbicara berdua tadi, ia merasakan juga keberadaan mereka. Bukan hanya satu atau dua, mungkin lima orang. Namun, entah mengapa firasatnya mengatakan kalau mereka bukan gadis-gadis yang menerornya, mereka tidak berbahaya. Karena itu Fira membiarkan saja mereka menguping sejak tadi.

Namun, tetap saja. Saat Fira menunjuk tepat ke arah rak yang tidak terkena sorotan lampu itu, ia memperketat rasa waswas, bersiap untuk kemungkinan terburuk. "Lalu siapa mereka?" Telinganya yang tajam mulai mendengar grasak-grusuk dari sana. Suara para gadis yang bercicit saling bersahutan. Fira kembali memandang Andin yang tersenyum kaku. Sepertinya, Andin mengenal para gadis itu.

Empat gadis yang keluar dari balik kegelapan. Wajah mereka gugup. Mereka segera mendekat ke arah Andin dan berusaha bersembunyi di balik punggung gadis itu. Fira bersidekap. Perkiraannya sedikit meleset, tapi tidak masalah. Yang paling penting sekarang adalah fakta bahwa, sepertinya Andin dan keempat gadis ini bersekongkol. Apa mungkin mereka sedang mempermainkan Fira dan menjadikannya tertawaan di belakang tadi?

Apa mungkin ... Fira sedang dibodohi? Fira semakin menatap curiga. Wajahnya berubah datar dan mengerikan lagi. Tatapannya yang tajam dan lurus berhasil membuat gadis-gadis di depannya mundur selangkah. "Jadi, apa maksudnya semua ini? Bisa kamu jelaskan?"

Fira menaikkan alis lalu menatap tepat ke arah Andin. Apa mungkin ia salah mempercayainya? Kalau benar, itu mungkin akan buruk.

"Jadi emm ...," Andin menggaruk tengkuknya dengan gugup sebelum melanjutkan, "mereka juga teman sekelas kita." Ucapan itu berhasil membuat Fira membuka mulut tak percaya. Ah, ketidaktahuan membuatnya jadi begitu curigaan. Namun, Andin belum selesai dengan ucapannya, ia kembali berkata, "Mereka bilang ingin melihat kita saat sedang bicara berdua, karena selama ini kamu selalu sendirian tanpa mengatakan apa pun. Mereka penasaran ingin melihatmu."

Fira menghentikan sikap waswasnya lalu memiringkan kepala. Mencoba memahami maksud ucapan Andin. Matanya berkeliling ke arah keempat gadis itu. Saat itu, keempat gadis yang mencoba berlindung pada Andin-meski tahu hal itu mustahil-mengangguk serempak, seperti anak ayam yang sedang dihadapakan dengan serigala ganas. Fira menggaruk tengkuk, ia tidak tahu ternyata ada juga yang penasaran padanya. Ia kira, karena ia tidak peduli pada teman sekelasnya, mereka pun bersikap begitu.

Namun, sepertinya ada lebih banyak orang yang peduli.

Salah satu gadis dari sisi paling kanan bercicit, "Kamu terlihat tidak menyukai keramaian dan benci bicara dengan kami, jadi kami tidak pernah menyapamu. Dan ternyata ... kamu benar-benar menyeramkan." Suara gadis itu semakin kecil di akhir kata. Ah, sepertinya Fira berekspresi mengerikan di saat yang tidak tepat, tadi. Dia membuat teman sekelasnya takut.

When Love Calls [END]Opowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz