Part 17.2: when love calls she realize that have friends is a not bad

413 59 5
                                    

Bersamaan dengan lampu utama yang dimatikan dan lampu sorot yang diarahkan pada kelima laki-laki yang sedang duduk di posisinya di atas panggung itu, Fira hanya bisa terdiam dan melihat dari jauh--berbeda dengan murid lain yang berbondong-bondong mendekat ke arah panggung saat suara petikan gitar mulai terdengar melalui pengeras suara.

Lagu mulai dinyanyikan. Fira tidak tahu pasti lagu apa itu, tapi semua orang terlihat mengiringi seorang laki-laki yang bertugas menjadi vokalis sambil menggerakkan tangan pelan, menyesuaikan nada yang dimiliki lagu tersebut. Suasana gedung gimnasium yang disulap menjadi panggung besar itu berubah seketika, suasana yang terasa lembut dan sedikit sedih. Fira ingin bilang suasana ini seperti ia sedang berada di konser sebenarnya, tapi ia tidak yakin karena ia sendiri belum pernah ke sana.

Ah, terserahlah. Lagipula, bukan hal itu yang penting saat ini. Melainkan fakta bahwa, ia sedang terkesima hingga tidak bergerak dari posisinya yang berdiri di ujung ruangan sambil menyandarkan punggung ke tembok saat ini.

Bukan, bukan karena lagu yang teramat bagus yang sedang ia dengar. Bukan juga karena fakta bahwa band di depannya itu bermain dengan sangat baik hingga Fira tersihir dan membeku di tempat. Ada sesuatu yang lebih mengejutkan, dan sulit untuk gadis itu percaya; laki-laki berkacamata yang mengaku gugup bukan kepalang dan memborbardirnya dengan terlewat cerewet pagi tadi, telah bertranformasi menjadi seorang vokalis dengan suara lembut yang membuat semua orang ikut menyanyikan lirik lagunya.

Tepat di depan sana, bersama dengan keempat anggota band lain yang punya peran masing-masing, dia terlihat menikmati setiap kata dalam lagu sembari sesekali melihat ke arah gitar yang ia mainkan.

Bilang pada Fira kalau ia masih mengigau saat ini!

Namun, ketika Fira memfokuskan matanya lagi, pada sosok laki-laki yang kini juga mendapat sorotan penuh oleh lampu panggung dan perhatian para murid, Fira kembali yakin, itu memang Dilandanu. Meski tanpa kacamata juga senyum lucu yang membuatnya terlihat sedikit bodoh, dan dengan gaya rambut yang telah ditata sedemikian rupa hingga ia terlihat sangat berbeda, Fira yakin seratus persen yang dilihatnya saat ini. Yang mendapat begitu banyak perhatian dan teriakan anak perempuan saat ini adalah laki-laki itu; Dilandanu.

Hei, Fira bahkan tidak berekspektasi lebih saat Dilandanu bercerita bahwa ia dipaksa ikut ekskul musik saat kelas sepuluh--karena kakak kelas yang garang memaksanya--pagi tadi di bus dengan wajah dramatis yang dibuat-buat itu!

Namun, lihatlah sekarang laki-laki itu. Wajahnya yang memperlihatkan kalau ia sangat menikmati setiap alunan lagu yang dibuat oleh gitar miliknya dan keempat laki-laki lain, dan suara yang terdengar dalam dan lembut itu membuat suasana jadi begitu berbeda. Fira tidak menemukan secuil pun jejak Danu yang ia kenal agak bodoh itu. Yang tersisa hanyalah kesan berkarisma dengan pesona yang membuat para gadis berderet hanya untuk berbicara dengannya.

Fira pikir, ia terlalu meremehkan Dilandanu selama ini, hingga ia sangat terkejut.

Fira hanya bisa diam di posisinya, memandangi band yang sedang tampil sampai lagu itu habis dan kelima laki-laki itu menunduk setelah mendapat sangat banyak tepuk tangan dari murid lain. Dilandanu terlihat menikmati pujian yang diberikan dan tersenyum hingga mata kecilnya menyipit--dan hal itu menumbuhkan reaksi lain bagi para murid perempuan. Fira bisa merasa, Dilandanu telah menjadi 'artis sehari' kali ini.

Karena ini Dilandanu, Fira yakin laki-laki itu ingin Fara ingin melihatnya dalam wujud seperti ini. Namun, Dilandanu tidak mengatakan apa pun. Apa Fira harus ambil inisatif untuk membawa Dilandanu ke depan Fara? Mengingat Fira sendiri tidak ingin mengganggu apa pun dari hubungan Faiz dengan Gladis, gadis itu pikir akan bagus kalau Fara memiliki seseorang yang lain.

When Love Calls [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang