BAB 4

29.5K 2.2K 103
                                    

Bab 4

Satu bulan telah berlalu. Rasanya seperti baru kemarin Kavin mengabarkan tentang keberangkatannya. Namun ternyata, hari itu telah tiba.

Mau tak mau, Ola harus merelakan sang kekasih yang akan menimba ilmu di negeri orang. Rasanya baru kemarin mereka berpacaran, tetapi nyatanya satu tahun telah berlalu. Sekarang, dia harus siap menjalani hubungan jarak jauh dengan kekasihnya.

Perempuan itu membuang napas dengan berat. Rasa tak rela itu jelas ada. Sebelumnya, dia tidak pernah menjalani hubungan jarak jauh karena memang Kavin adalah pacar pertama sekaligus cinta pertamanya.

Orang bilang, cinta pertama adalah yang paling susah untuk dilupakan. Ah, tidak. Jangan beranggapan kalau Ola berniat untuk melupakan Kavin karena itu tidak mungkin. Hanya saja, dia masih belum yakin. Apakah hubungan jarak jauh mereka akan berhasil?

Sekali lagi, Ola menghela napas, meyakinkan diri sendiri kalau dia tentu saja bisa menjalani semua ini. Mereka masih bisa berkomunikasi meski jarak memisahkan.

Lagi pula, Kavin telah berjanji untuk kembali padanya. Ya, ketakutan Ola memang berlebihan. Namun, itu masih wajar, bukan? Dia merasa sedih karena akan ditinggal kekasihnya.

"Kamu nggak lama, kan?" Pertanyaan itu sudah keluar berapa puluh kali.

Kavin membalasnya dengan senyuman, seperti sebelum-sebelumnya. Laki-laki itu akhirnya mengangguk, meyakinkan. "Setelah selesai, aku pasti kembali. Jangan khawatir, oke?"

"Benaran?"

Lagi-lagi, Kavin mengangguk. "Aku nggak bakalan ninggalin kamu. Kamu percaya sama aku, kan?"

"Bohong! Buktinya sekarang kamu mau ninggalin aku."

"Bukan begitu, Sayang," balas Kavin terkekeh kecil. "Kamu percaya, kan, kalau aku bakalan kembali buat kamu?"

Akhirnya perempuan itu mengangguk lemah, tanda jika dia memang memercayai ucapan laki-laki yang berstatus kekasihnya itu. Apalagi selama menjalin hubungan satu tahun belakangan ini, Kavin selalu baik padanya.

Mungkin, selain sahabatnya, Kavin adalah manusia favorit miliknya yang tak akan tergantikan. Bahkan papanya yang selalu sibuk bekerja pun kalah dengan dua laki-laki terdekatnya itu.

Katakanlah Ola jahat karena tidak memasukkan papanya ke dalam daftar laki-laki terbaik dalam hidupnya, tetapi memang itu kenyataannya. Rasanya, Ola bahkan lebih dekat dengan sahabatnya daripada papanya.

"Aku percaya sama kamu. Jaga diri baik-baik, ya. Jangan sampai sakit. Kamu akhir-akhir ini kurusan."

Ola menyentuh wajah kekasihnya yang menurutnya semakin menirus itu, lalu mendekap tubuh jangkungnya dengan erat, menyalurkan rasa sayangnya. Sungguh, berat rasanya untuk rela melepas laki-laki yang tengah membalas pelukannya ini.

"Nggak mau pisah, nggak mau jauh," rengek Ola yang tak kuasa menahan tangis.

"Eh, kenapa malah nangis?" Kavin berucap panik saat melihat bulir air mata membasahi pipi sang kekasih, kekasihnya yang cengeng.

"Nggak tahu, air matanya tiba-tiba keluar gitu aja," ucap Ola seraya mengelap air mata dengan punggung tangannya, membuat Kavin yang melihatnya pun tertawa gemas, apalagi dengan bibir yang mengerucut itu.

"Cuma dua tahun, Sayang. Tunggu aku pulang, ya? Nggak lama, kok."

"Dua tahun itu lama, Kavin! Ya ampun, kamu tuh .... Ah, kesal!"

Lagi-lagi Kavin tertawa. "Nggak lama, cuma dua puluh empat bulan."

"Tujuh ratus tiga puluh hari. Coba, nggak lamanya di mana?"

[Not] FellowshipWhere stories live. Discover now