BAB 17

16.6K 1.8K 250
                                    

Bab 17

"Pagi, Bi," sapa Ola pada Bibi Mar yang sudah berkutat di dapur untuk menyiapkan sarapan.

"Halo, pagi Nola."

"Masak apa, nih, Bi? Harumnya kecium sampai kamar Ola, lho."

"Ini Nola, Bibi lagi bikin sup ayam kampung. Suka, kan?"

Ola mengangguk dengan mata yang berbinar. Sup ayam buatan Bibi Mar memang paling oke pokoknya. Jika dia memfavoritkan udang asam manis buatan mamanya, maka dia paling menyukai sup ayam buatan sang bibi. Kaldunya itu, lho. Jika disajikan dengan nasi putih hangat, semakin mantap! Ola jadi tak sabar ingin sarapan saat ini juga.

Namun, seakan mengingat kembali tujuannya menemui Bibi Mar yang sebenarnya, akhirnya Ola pun bertanya tentang keberadaan sahabatnya. Pasalnya, begitu dia turun, laki-laki itu sudah tidak ada. Bahkan Ola tak menemukan jejak Raza di mana pun, juga dengan wangi parfum khas laki-laki itu. Apalagi, sofa sudah dalam keadaan rapi yang pastinya sudah dibersihkan oleh Bibi Mar.

"Lho, Deza nggak ngabarin Nola?" tanya Bibi Mar, terlihat bingung.

Ola menggeleng, ikut merasa bingung.

"Waktu Bibi bangun, Deza udah nggak ada."

"Lho? Memangnya bibi bangun jam berapa? Kesiangan?"

Bibi Mar pun langsung menggeleng. "Bibi bangun seperti biasa, kok, Nola. Jam empat pagi. Tapi, waktu Bibi tanya ke Pak Man, Pak Man bilang kalau Deza nggak jadi menginap."

Ola mengernyit. Iyakah? Padahal, semalam laki-laki itu ngotot untuk bermalam di rumahnya, kan? Lalu, kenapa tidak jadi? Apa ada sesuatu yang terjadi pada laki-laki itu? Atau ... keluarganya?

"Nola?" panggil Bibi Mar, membuat Ola tersentak dan membuyarkan asumsi negatifnya.

"Kalau gitu, Ola ke atas dulu, ya, Bi."

"Baik, Non. Nanti Bibi panggil kalau sarapannya udah siap."

"Beres!" balas Ola seraya mengacungkan jempol dan memberikan senyum terbaiknya pada Bibi Mar yang selalu setia menemaninya di rumah.

Setelah itu, Ola pun berlalu untuk kembali ke kamarnya. Dia penasaran dengan apa yang terjadi pada Raza. Maka, untuk membunuh rasa penasarannya, Ola memutuskan untuk menelepon laki-laki itu.

Jam memang masih menunjukkan pukul lima pagi, tapi tak apa, kan, kalau dia sudah merusuh sepagi ini? Mengingatnya saja, Ola cekikikan sendiri. Dia jadi semakin semangat untuk mengganggu tidur laki-laki itu.

"Kebo!" gerutu Ola seraya menatap sebal ponselnya.

Pasalnya, tiga kali panggilannya berturut-turut tak diangkat laki-laki itu. Uh, menyebalkan! Eh, tapi, Raza baik-baik saja, kan? Apa jangan-jangan laki-laki itu melakukan hal yang tidak-tidak karena baru saja patah hati? Ya ampun, Ola baru kepikiran!

Suara ponsel miliknya berdering, membuat Ola yang tengah berbaring di kasur dengan kaki menjuntai ke lantai bangun dengan tergesa. Dia segera meraih ponselnya dan berharap jika itu adalah panggilan dari Raza.

Sayangnya bukan, malah ... yang meneleponnya adalah mama laki-laki itu. Sebentar, apa asumsinya benar? Jangan-jangan ada sesuatu yang tidak baik sehingga Tante Deeva menghubunginya?

Ola mengembuskan napasnya beberapa kali sebelum akhirnya mengangkat telepon tersebut dan mengucapkan kata salam yang juga dibalas oleh Tante Deeva dengan hangat.

"Maaf, ya, Tante udah gangguin kamu pagi-pagi begini. Soalnya Tante khawatir sama Abang. Abang masih di rumah kamu, kan, Sayang?"

"Apa semuanya baik-baik aja, Tante ?" tanya Ola, mengeluarkan unek-uneknya dan berusaha untuk tidak terdengar khawatir.

[Not] FellowshipWhere stories live. Discover now