BAB 6

25.2K 1.9K 195
                                    

Bab 6

Hari ini mendung. Mungkin sebentar lagi hujan akan turun. Raza yang mendapat kelas siang pun akhirnya terpaksa beranjak dari posisinya setelah bermalas-malasan di sofa bersama stick game-nya. Andai saja dia tak diingatkan oleh sang ibu tentang kelasnya hari ini, mungkin dia benar-benar akan melupakannya.

Setelah bersiap, Raza pun mencari sang ibu untuk berpamitan. Ternyata ibunya sedang berkutat di dapur. Akhir-akhir ini mamanya sedang hobi membuat kue. Alhasil, di rumah pasti akan selalu ada kue yang dengan melihatnya saja membuat Raza bosan.

"Lagi bikin apa, Ma?" tanya Raza.

"Brownies."

Katanya, mamanya baru saja mendapat resep baru yang beliau lihat dari YouTube bersama Tante nya.

"Lagi?" tanya Raza yang kemudian membuat sang ibu mendelik tajam.

"Tadinya Mama mau bikin red velvet, tapi takut gagal. Jadinya, ya, ini aja, lagian yang kemarin udah habis, lho."

Raza hanya mengangguk, tanpa ingin menanggapi pembicaraan ibunya mengenai berbagai macam kue yang ingin dibuatnya itu. Sungguh, dia tidak mengerti sama sekali dengan apa yang diucapkan mamanya.

"Hm, sesuka hati Mama. Kalau gitu, Abang berangkat dulu, ya."

Adeeva yang sempat berdecak mendengar tanggapan singkat dari putranya itu pun akhirnya mengangguk. "Ya udah, hati-hati. Nyetirnya jangan ngebut."

"Iya."

"Pulangnya jam berapa?"

"Malam, mau ke studio dulu."

Seperti biasa, perempuan dua anak itu hanya menghela napas, tanpa berkomentar lagi. Waktu terasa berjalan dengan cepat. Rasanya, baru saja kemarin dia mengganti popok putranya itu, tetapi sekarang Raza sudah tumbuh menjadi seorang laki-laki yang beranjak dewasa, yang sudah sibuk dengan segala kegiatannya. Saat sang kakak sibuk dengan studio foto dan segala tetek bengeknya, anak keduanya malah sibuk dengan teman-teman band-nya. Meskipun masih kelas tiga SMP, anak bungsunya itu memang sudah memiliki hobinya sendiri. Lalu, dia hanya perlu mendukung kegiatan anak-anaknya saja, bukan?

***

Sesampainya di kampus, ternyata langit kembali cerah dengan sinar matahari yang menyengat. Untung saja, jadi Raza tidak harus hujan-hujanan menuju kelasnya.

Raza yang baru saja keluar dari mobilnya pun celingukan sendiri saat mendengar namanya dipanggil seseorang. Dari suaranya, Raza sudah menduga jika itu adalah Ola. Suara cempreng perempuan itu memang dapat dengan mudah dikenali. Seruan itu masih dapat Raza dengar, tetapi di mana orangnya?

"Ih, Zaaa, gue di samping lo, kali. Nggak bakalan ketemu kalau lo dari tadi lihatnya ke belakang," gerutu Ola setelah dia berdiri tepat di depan sahabatnya yang tersenyum geli.

"Lagian, kenapa lo malah teriak-teriak kayak gitu, La?" balasnya tak acuh.

"Kalau gue nggak teriak, emangnya lo bakalan dengar?"

"Hm, terserah," jawab Raza tak ingin mendengar pembelaan lebih lanjut dari Ola. Bagi Ola, cewek itu selalu benar. Maka dari itu, lebih baik Raza diam.

Raza tampak mengerutkan keningnya sebentar saat melihat sosok asing yang berdiri di samping Ola, kemudian kembali menetralkan ekspresinya. Ola yang menyadari tatapan itu pun akhirnya angkat bicara. Dia memperkenalkan Raza pada teman barunya dengan antusias.

Laki-laki itu menatap Ola penuh penasaran. Memangnya, sejak kapan perempuan itu mempunyai teman selain dirinya? Karena dia tahu jelas, semenjak pernah dimanfaatkan oleh teman satu geng sewaktu SMA dulu, Ola semakin menjaga jarak dari orang lain.

[Not] FellowshipWhere stories live. Discover now