BAB 13

18.5K 1.6K 174
                                    

Bab 13

"Tumben sendirian, Baz," sapa Raza pada temannya yang baru saja sampai di parkiran kampus dengan Kawasaki Ninja ZX-10R, beberapa menit setelah Yasmin berpamitan untuk masuk kelas duluan. Sesuai janjinya semalam, Raza memang menjemput Yasmin untuk berangkat bersama.

"Shami nginap di rumah si Ve," jawab Baz dengan santai seraya merapikan rambutnya sekaligus bercermin di kaca spion.

"Vera maksud lo?"

Baz mengangguk. "He'em, si Ve, si Vera. Mantan pacar si Rio."

Raza mengangguk mengerti. Iya, dia ingat.

"Tuh, mereka baru aja datang," ucap Baz. Laki-laki itu melambaikan tangannya pada sang kekasih yang baru saja turun dari motor matik pink milik Vera.

"Yas di mana, Za?" Begitulah yang Shamila tanyakan saat perempuan itu menyadari keberadaannya.

"Baru aja masuk."

"Sebal, deh, sama tuh anak. Kemarin malam gue ajak nginap di rumah Ve, dia nggak mau. Semalam kalian ngapain aja, sih? Gila, sampai nggak mau diganggu banget kayaknya. Gue mau ke rumah aja pakai dilarang-larang," sungut Shami tak peduli jika mereka masih berada di pelataran parkir dan menjadi pusat perhatian orang karena sudah mengomel sepagi ini.

Mendengar hal itu, Raza bergeming di tempatnya. Dia mencerna baik-baik perkataan pacar temannya itu. Bukannya semalam Yasmin bilang jika dia sempat keluar bersama Vera? Lalu, Shamila bilang apa?

"Jadi, kalian nggak kumpul bareng?" tanya Raza memperjelas. So, sudah sejauh mana kekasihnya itu berbohong? Ya Tuhan, sejak kapan Yasmin-nya pandai berbohong?

Kali ini, Vera yang menjawab, "Boro-boro, Za, gue iming-imingi traktiran pun tuh anak nggak nongol-nongol dan bilang kalau lo mau ke rumah."

Raza hanya menyunggingkan senyum tipis, kemudian berpamitan pada teman-temannya untuk masuk kelas lebih dulu. Fajar sudah mengirim pesan kalau dosen mereka sudah tiba di kelas. Iya, Raza memang hanya satu jurusan dengan Fajar. Berbeda dengan Baz yang mengambil jurusan Manajemen.

***

Setelah selesai kelas, Raza memutuskan untuk pulang. Sepertinya, tidur sepanjang malam akan menjadi agendanya sore ini. Masih sambil memikirkan perkataan Shamila dan Vera, Raza berjalan memasuki rumahnya yang tampak sepi. Tak seperti biasanya, padahal mamanya selalu ada di rumah.

Dia sengaja tidak menghubungi Yasmin. Raza hanya ingin lihat, sejauh mana Yasmin membohonginya. Dia mengembuskan napas berat, membantingkan tubuhnya begitu saja di ranjang, lalu meregangkan otot-ototnya yang terasa kaku setelah meletakkan ponselnya di atas nakas.

Baru saja matanya terpejam, suara ketukan yang juga disusul dengan suara mamanya membuat laki-laki itu beranjak. Dia tahu persis, mamanya tak akan berhenti memanggilnya kalau dia tidak juga menampakkan diri. Mama yang cerewet, tetapi dia amat menyayanginya.

"Aksel telepon, nih, katanya WhatsApp kamu nggak aktif."

"Ngapain dia telepon?"

Sang mama mengedik tak acuh. "Mana Mama tahu. Kamu telepon balik aja."

"Oke."

"Ya udah, makan dulu, gih. Setelah itu, mandi sana. Suntuk banget, deh, Mama lihatnya. Tumben jam segini udah pulang."

"Iya," jawabnya dengan sangat singkat, membuat sang mama memutar bola matanya sebelum berlalu meninggalkan Raza yang terkekeh pelan. Dia segera meraih ponselnya, lalu menghubungi nomor Aksel.

"Antarin ke rumah Mei, dong!" Begitulah sapaan Aksel saat telepon mereka terhubung. Belum sempat Raza mengucapkan halo, sepupunya itu sudah main serobot saja. Kalau begini kejadiannya, tidur sorenya pasti terancam batal.

[Not] FellowshipTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang