BAB 12

19.7K 1.5K 186
                                    

Bab 12

Tujuh hari telah berlalu, Ola sudah mulai beraktivitas kembali seperti biasa. Dia mulai masuk kuliah setelah bolos beberapa hari kemarin. Suasana hati yang buruk memang sangat memengaruhi aktivitas Ola. Rasanya, konsentrasinya akan selalu buyar kalau dia memaksa untuk beraktivitas kala tubuh, hati, serta pikirannya masih terasa lemah. Kali ini Ola sudah bertekad, dia benar-benar harus melupakan Kavin.

Sebenarnya selama empat hari belakangan ini, Ola masih selalu berharap Kavin akan menghubunginya kembali dan menyatakan kalau hubungan mereka akan tetap baik-baik saja. Namun nahas, email balasan Ola pun sama sekali tidak mendapat balasan kembali. Berlarut-larut dalam kesedihan itu bukanlah suatu hal yang baik, bukan? Maka, bantu Ola untuk menghadapi kenyataan pahit ini.

Ola sendiri tak pernah menyangka kalau lima huruf yang bernama jarak itu akan sangat memengaruhi hubungan mereka. Dia pikir, lima huruf yang bernama cinta akan lebih kuat daripada itu. Namun, nyatanya dia salah. Cinta akan kalah karena jarak, saat lima huruf yang bernama setia tak bersamanya. Oh, sial! Jangan mengingatnya lagi, Ola!

"Mbak Dila!" serunya saat melihat sosok familier yang berada tak jauh di depannya.

"Ola! Udah masuk kuliah? Alhamdulillah, kamu kuat, ya, Sayang." Begitu jarak di antara keduanya cukup dekat, Dila pun memeluk tubuh mungil milik Ola.

Ola tersenyum, kemudian ikut membalas pelukan hangat dari teman barunya ini. Dua hari yang lalu, mereka memang sempat saling kontak. Ola yang tak kuasa memendam perihnya sendiri pun akhirnya membagikannya kepada Dila. Beruntungnya, Dila sangat perhatian padanya. Mungkin, itu karena Dila juga perempuan, jadi dapat merasakan apa yang dia rasakan.

Ola pernah bilang, belum, kalau dia sangat senang berteman dengan Mbak Dila? Jika belum, maka Ola akan mengatakannya sekarang. Dia benar-benar sangat bersyukur karena memiliki dua teman yang baik dalam hidupnya. Tak peduli jika dia pernah tak diinginkan, diabaikan, bahkan dicampakkan. Nyatanya, masih ada dua orang yang setia mendengar keluh kesahnya. Siapa lagi jika bukan Raza dan Dila.

Dia masih ingat saat Dila berkata, masih banyak orang yang menyayanginya, termasuk perempuan itu sendiri. Tepat setelah mendengar kalimat itu, Ola menangis. Dia tak pernah menyangka kalau pertemanan mereka yang masih seumur jagung itu bisa lebih kuat, bahkan hampir setara dengan pertemanannya dengan Raza. Meskipun belum seberani dia pada Raza, tetapi pada Dila, Ola sudah menganggapnya sebagai kakak, alih-alih sebagai teman.

"Makasih, Mbak. Aku kuat berkat kamu," balas Ola penuh haru, tak memedulikan jika saat ini mereka sedang berada di parkiran kampus dipenuhi banyak orang. Ketika Dila membisikkan kalau mereka telah menjadi pusat perhatian, barulah mereka saling melepaskan pelukan masing-masing, kemudian tertawa kecil bersama-sama. Baik Ola maupun Dila, mereka tampak begitu akrab dan terlihat saling menyayangi.

***

Ola tertawa ceria, seakan melupakan jika beberapa menit yang lalu dia habis menangis, mengadu pada Dila tentang kekecewaannya terhadap Kavin. Melihat hal itu, Dila pun tersenyum. Dia ikut senang melihat kondisi Ola yang baik-baik saja. Terang saja, dia yang hanya mendengar cerita Ola pun ikut merasa sakit. Dia seolah terlempar ke masa di mana dia pernah dikhianati seperti itu, meski dalam konteks hubungan yang berbeda.

Tanpa sadar, mata Dila berkaca-kaca mengingatnya. Ola yang melihatnya pun bertanya khawatir. "Mbak kenapa?"

Dila menggeleng lemah. Sore ini, setelah kelas selesai, mereka sepakat untuk jalan-jalan bersama, sekadar melepas penat.

"Mbak nangis," ucap Ola. Mata perempuan itu menyiratkan kekhawatiran. Dia jelas terkejut saat melihat respons Dila.

"Mbak nggak apa-apa, kok. Ayo, habisin makanannya, La," balas Dila seraya menyuap kuah sotonya, menekan rasa sakit di dadanya. Iya, dia memang masih selalu terbawa perasaan jika sudah mendengar cerita seperti ini.

[Not] FellowshipWhere stories live. Discover now