BAB 29

17.9K 1.9K 356
                                    

Bab 29

"Akhirnya, Non pulang juga."

Ola hanya menyunggingkan senyum, menanggapi sapaan Pak Man, satpam di rumahnya. Selepas kejadian gila di klinik kampus, Raza mengajaknya untuk ke apartemen laki-laki itu.

Entahlah, rasanya Ola pun masih agak tidak percaya jika status mereka bukan sahabat lagi. Oh, ya Tuhan, mengingatnya saja membuat bibir Ola tak kuasa untuk kembali menahan senyumannya. Rasa geli, senang, dan lega tengah dia rasakan. Raza, laki-laki itu miliknya sekarang. Uh, Raza bukan sekadar sahabatnya lagi.

Ola menutup mulutnya, tak ingin mendapat tatapan curiga dari penghuni rumah, persis seperti warga kampus yang memandangnya penuh penasaran saat dia berjalan dari klinik menuju parkiran seraya bergandengan tangan dengan senyum yang tak pernah luntur. Satu yang pasti, dia amat bahagia hari ini.

Selepas delivery order, juga makan bersama, kekasihnya itu mengantarkannya pulang. Jika saja Raza tidak mendapat telepon dari Mario, mungkin saja mereka masih bersama. Apalagi jika menilik jam yang baru menunjukkan pukul lima sore. Masih terlalu siang untuk pulang sebenarnya. Ditambah, dia akhir-akhir ini selalu menghabiskan waktu senggangnya dengan berdiam diri di rumah.

Namun, dia juga tak bisa menahan pacarnya untuk pergi, kan? Lagi pula, dia pun harus menemui kedua orang tu—oh tidak!

Bibir yang semula menyunggingkan sebuah senyum dengan ekspresi ceria itu lenyaplah sudah. Saking senangnya dia, sampai-sampai lupa kalau dia sendiri memiliki masalah yang lebih pelik di rumah. Kenyataan kalau kedua orang tuanya akan bercerai tak bisa dia elak begitu saja. Ola mengembus napas pelan, lalu mengambil posisi duduk di sofa ruang keluarga. Tubuh bersemangatnya mendadak terasa lemas. Dia bingung, amat bingung untuk menghadapi situasi sekarang.

Apa yang harus dilakukan jika tak lagi hidup bersama kedua orang tuanya?

Bagaimana nasib dia ke depannya?

Rasa sesak itu kembali, bahkan lebih dahsyat daripada sebelumnya. Rasa nyeri dan perih itu menggulung menjadi satu, membuat sesuatu yang amat menyakitkan.

"Ikhlas, La, ikhlas," gumamnya lirih dengan air mata yang berlomba-lomba membasahi kedua pipinya. "I'm okay, I'm okay," lafalnya dengan mata terpejam juga punggung yang bersandar di sofa, berusaha untuk menguatkan dirinya sendiri dengan sesekali menarik juga membuang napasnya secara teratur. Sungguh, dia butuh ketenangan untuk membuang rasa menyebalkan ini.

Satu dering pesan mengalihkan perhatiannya. Mengusap kedua pipinya yang basah dengan punggung tangan, sebelum akhirnya mencari benda pipih yang dia letakkan di dalam sling bagnya.

Satu senyuman kembali tersungging saat melihat identitas si pengirim. Ya, siapa lagi jika bukan Raza. Kekasihnya, huh?

Take a rest.

Mantra ajaib apa, sih, yang laki-laki itu gunakan, sampai-sampai membuat kalimat yang amat sederhana itu terdengar sangat manis. Raza masih tetap Raza, meski kini dengan status yang berbeda. Setelah memandang pesan itu selama beberapa menit, Ola pun mengirim balasan.

You too, bb.

Selang satu menit, satu pesan kembali masuk. Raza dengan cepat membalas pesannya.

Bb?

Bibir Ola sontak mengerucut begitu membacanya. "Pacar siapa sih ini, masa itu aja nggak tahu!" gerutunya, dengan jari yang dengan lincahnya mengetik sebuah balasan.

Babe, baby, sayang, cinta. Apa pun itu pokoknya.

Please, jangan nyebelin!

[Not] FellowshipDonde viven las historias. Descúbrelo ahora