3.1 Tawa, Suka, dan Rasa

101K 13.7K 3.2K
                                    

—frasa menjadi rasa

Ops! Esta imagem não segue nossas diretrizes de conteúdo. Para continuar a publicação, tente removê-la ou carregar outra.

frasa menjadi rasa. Feromon menjadi cinta. Dasar pemuda.- Doyoung Harsya Attaqi.

Sore itu Doyoung dan Nata beriringan menyusuri jalan yang agak becek dengan pandangan sawah di sebelah kanan yang menghampar luas, maklum jalannya belum diaspal, ditambah tadi habis hujan besar, jadi mereka harus berhati-hati agar tidak tercepret air kubangan.

Langit sudah terang lagi, matahari langsung menyapa kembali, sampai pelangi ikut menampakkan diri.

"Seger ya cuacanya, padahal tadi hujannya udah kaya ditumplekin ember waterboom" kata Nata menikmati cuaca sore yang bersemilir angin.

Cuaca lagi pancaroba, dikit-dikit panas, dikit-dikit hujan, susah diprediksi, sama kaya hati si doi.

Doyoung tertawa, "ditumplekin banget? Bahasa mana coba."

Nata ikut tertawa, "lah bagen kita mah orang bekasi" katanya dengan logat Bekasi yang medok.

Lagi-lagi Doyoung tertawa mendengar pengucapan gadis di sampingnya. Padahal Doyoung juga sudah lama tinggal di Bekasi, tapi dia masih suka ketawa kalau ada orang ngomong pakai logat Bekasi, perpaduan antara sunda kasar dan betawi.

Oh ya, ngomong-ngomong mereka baru saja pulang dari rumah salah satu orang karang taruna, namanya Pak Icing. Beliau adalah ketua organisasi pemuda karang taruna di desa ini, padahal usia Pak Icing tidak bisa disebut pemuda lagi, anak sulungnya saja sudah hampir berumur 20 tahun.

Mengenai karang taruna ini sebenarnya menyangkut program individu Nata yang ingin mengajak muda-mudi desa sini untuk ikut berpartisipasi dalam pengelolaan BUMDes. Warga di sini masih awam tentang BUMDes, makanya Nata ingin sekali—teruntuk kaum milenial di desa ini agar berkontribusi dalam pengelolaan BUMDes, minimal membentuk organisasi pemuda dibawah naungan BUMDes. Bisa dibilang dia akan melakukan Sosialisasi BUMDes kepada para pemuda Desa Mekarwangi.

Tentang Pak Icing, tadi Doyoung dan Nata sempat terpongo saat pertama kali melihat rumah si bapak. Mungkin kalau buat kebun binatang, rumahnya Pak Icing bisa dibikin seaworld, asli besar banget rumahnya, Nata sampai mikir kalau rumahnya mungkin hanya sebesar wc di rumah Pak Icing doang kali.

Berita yang mereka dengar dari masyarakat sini, kalau Pak Icing ini punya toko kelontong paling besar di desa, terus punya toko elektronik 3 biji di pasar, dan lagi, beliau adalah juragan tokek.

Jangan salah, tokek harganya mahal, satu ekor bisa ratusan ribu.

Pak Icing punya anak empat (3 laki-laki, 1 perempuan), alhamdulillah istri masih satu. Dan ternyata si Renjun, salah satu anak didik Doyoung yang juga masuk geng Bacalik adalah putra ketiga Bapak Icing. Keluarga mereka memang dikenal tersohor di desa, makanya hobi mereka naik haji tiap tahun.

Hah, Doyoung dan Nata sampai sholawatan lihat rumahnya Pak Icing, saking gedenya.

Mereka terdiam, tak tahu mau bicara apa lagi. Doyoung memilih menyenandungkan sebuah lagu untuk menutupi keheningan diantara keduanya. Lagu Mine milik Bazzi yang akhir-akhir ini sering dia putar menjadi lagu peneman sore kala itu.

KKNOnde histórias criam vida. Descubra agora