Kanker Otak Stadium Tiga

5.6K 641 64
                                    

"Dewi Arimbi? Serius Bang?!" Bima masih tidak percaya mendengar jawaban Kakaknya.

Arjuna menatap Bima sejenak, lalu menggebrak meja kerjanya cukup keras.

"Pantes gua nggak asing sama wajahnya. Dia Dewi Arimbi yang jadi raksasa kan?"

"Bang! Serius!"

Arjuna mengibas-ngibaskan tangannya, "Out! Masih ada pasien."

***

Lelaki tampan yang baru saja masuk ke dalam rumahnya itu. Memeriksa beberapa pesan di ponselnya. Tangan kanannya sibuk melonggarkan ikatan dasi dikerahnya. Sedangkan jemari tangan kirinya bermain di layar ponselnya.

Setelah memeriksa beberapa surel yang berhubungan dengan pekerjaannya. Senyuman tipis Ryan muncul setelah melihat nama manager accounting Emerald Hotel di antara pesan di ponselnya. Dan setelah membaca pesan tersebut, senyumannya menghilang. Ryan segera bergegas masuk ke dalam kamarnya.

***

Rimbi menghentikan langkahnya sejenak, lalu mengambil ponsel yang bergetar di dalam saku celananya. Dengan mengusap hidung dan matanya yang berair. Rimbi menerima panggilan telepon dari lelaki tampan yang beberapa hari ini semakin dekat dengannya.

"Halo?" sapa Rimbi.

"Kamu udah pulang?"

"Ini baru jalan keluar. Kenapa Mas?"

"Aku di depan Dharma Hospital, kamu dimana?"

Mendengar itu Rimbi mengedarkan pandangan mencari-cari dimana Ryan. "Aku baru aja keluar dari lobby."

"Iya, aku udah lihat kamu."

Tepat setelah itu, sebuah city car berhenti di depan Rimbi. Kaca mobil berwarna putih itu perlahan turun dan memperlihatkan seorang lelaki yang sedang tersenyum manis padanya. Tanpa pikir panjang, Rimbi berlari masuk ke dalam mobil Ryan.

"Mas Jee kan sibuk. Kenapa jauh-jauh kesini sih?" Rimbi merasa sungkan.

"Udah pulang, sekalian mau beli makan malam." kata Ryan dengan senyuman tipis.

Rimbi mengusap hidungnya lagi, lalu membuang tisunya pada tempat sampah kecil yang ada di dekatnya. Meskipun hanya sebuah tempat sampah, tapi itu sudah membuat Ryan mendapat nilai plus dari Rimbi.

Melihat Rimbi, Ryan memutar tubuhnya, lalu mengambil kantong plastik di jok belakang. Ia mencari sesuatu di antara buah-buahan yang baru saja Ia beli untuk Rimbi.

"Minum ini, siapa tahu kamu sakit gara-gara kurang vitamin C." kata Ryan sembari menyerahkan satu botol kecil vitamin water yang tutupnya sudah lebih dulu dibuka, pada Rimbi.

Rimbi menggeleng pelan, "Nggak kok. Emang lagi musimnya orang sakit. Di kantor juga lagi sakit semua." kata Rimbi sembari menarik tisu lagi, lalu mengusap air di matanya dan hidungnya sebelum meneguk habis minuman pemberian Ryan.

"Kelihatannya kamu parah banget sampe nangis begitu. Yakin cuma flu?" Ryan semakin khawatir setelah melihat wajah Rimbi yang terlihat amat pucat ditambah air mata.

Rimbi menggelengkan kepalanya lagi, "Cuma flu."

Setelah itu, Ryan mulai menjalankan mobilnya meninggalkan pelataran lobby Dharma Hospital. Dengan mata yang sesekali terpejam, Rimbi menyandarkan kepalanya, dan melihat Ryan dari tempatnya. Di tengah rasa sakit yang mendera kepalanya, Rimbi tersenyum tipis.

Sudah hampir dua minggu, Ia mengenal sosok Ryan. Dan sore itu adalah kali pertama Rimbi melihat Ryan tanpa setelan formalnya. Lelaki tampan itu hanya mengenakan kaos berwarna putih, celana jeans berwarna biru dan jaket berwarna biru. Kulitnya yang putih, bibirnya yang merah dan hidungnya yang mancung tetap tidak bisa menyembunyikan ketampanan Ryan.

When I See My First Love (again) Where stories live. Discover now