Aku Sayang Kamu

4.9K 663 126
                                    

"Jeeryan Abimanyu, Dewi Arimbi."

Air mata Rimbi terjatuh lagi pada malam itu. Tubuh Rimbi bergetar hebat. Kakinya terasa lemas hingga Ia jatuh terduduk di depan pintu kamarnya.

Semua ingatan tentang Bima si berandalan berseragam berputar kembali di kepalanya.

Bima si ketua geng yang membuat Ia ditertawakan. Bima yang selalu berusaha membuatnya marah. Bima yang menciptakan nama panggilan Gloria. Bima yang pernah membantunya membersihkan aula sekolah saat Rimbi mendapat hukuman karena terlambat lagi. Dan waktu itu Bima sedang beralasan membolos seperti biasanya.

Bima yang setiap istirahat selalu berada di kantin. Dan duduk tak jauh darinya. Lalu mengeluarkan celetukan-celetukan yang membuat Rimbi ditertawakan semua orang. Bima yang sering berlari keliling lapangan, dan Rimbi yang merasa kasihan, lalu memberikan air minumnya. Dan Bima yang bertepuk tangan meriah saat Ia berada di atas panggung untuk drama sialan itu.

Kenapa Rimbi tidak pernah tahu jika Bima yang menyebalkan itu bernama Jeeryan Abimanyu? Benarkah sekejam ini sebuah takdir?

Sedangkan Bima brandalan berumur 27 tahun itu bergegas mendekati Rimbi yang duduk bersimpuh dengan cucuran air mata di wajahnya.

"Dewi, kamu nggak pa-pa?" ucap Ryan dengan memegang kedua bahu Rimbi.

Ryan semakin khawatir melihat Rimbi yang menundukkan kepalanya dengan buliran air mata yang terus berjatuhan.

Rimbi mengangkat wajahnya, lalu menatap lekat wajah Ryan. Mulai dari sorot mata tajam, yang terlihat mengkhawatirkan dirinya. Lalu turun menuju hidungnya yang mancung. Lalu beralih pada bibir merahnya yang bergetar.

Kenapa selama ini Rimbi tidak bisa mengenali jika Jeeryan Abimanyu adalah Bima si brandalan berseragam yang namanya tidak pernah diingat oleh Rimbi. Karena bagi Rimbi hanya ada satu Bima di masa remajanya. Yaitu Bima Cendekia Dharma.

"Kamu ... Bima?" tanya Rimbi dengan tergagap karena tangisnya.

Ryan mengangguk pelan, "Aku Bima."

"Kamu yang ngasih aku boneka kudanil itu?" kata Rimbi lagi dengan air mata yang terus berjatuhan.

Ryan diam dengan menatap lembut Rimbi yang mulai emosional. Apakah sudah saatnya Ia mengaku? Apakah setelah sebelas tahun pengakuan itu masih berarti untuk mereka berdua?

"Kamu yang ngasih aku cokelat?" Rimbi mulai terisak dengan mata yang masih menatap lekat mata Ryan.

"Dewi..."

"Kamu yang ngasih aku payung? Kamu juga yang ngasih aku bakso?! Jawab Bim!!" teriak Rimbi dengan memukuli dada Ryan.

Akhirnya, setelah sebelas tahun menyimpan perasaannya sendiri. Ryan mengangguk pelan, dengan tangan yang tetap mengusap-usap kedua bahu Rimbi.

"Aku minta maaf Bim ... Aku minta maaf."

Rimbi menjatuhkan wajahnya di pelukan Ryan. Ia juga memukuli dadanya sendiri karena merasa amat sesak dan merasa bersalah yang amat sangat di dalam dadanya.

"Aku minta maaf. Aku minta maaf. Aku nggak sengaja. Aku bodoh. Aku terlalu sibuk dengan duniaku sendiri Bim."

Ryan mengusap-usap punggung dan kepala Rimbi dengan lembut. "Nggak ada yang perlu dimaafkan, Dewi."

When I See My First Love (again) Where stories live. Discover now